JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Pemerintah akan mengalokasikan sedikitnyahampir setengah atau 45% wilayah Kalimantan sebagai paru-paru dunia. Langkah ini diambil sebagai satu upaya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% pada 2020 mendatang.
“Untuk Pulau Kalimantan 45% dari luas pulau ini ditetapkan sebagai paru-paru dunia. Hal ini dimaksudkan untuk pelestarian kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati, satwa dan tumbuhan endemik di Kalimantan, misalnya Orangutan, dan pengembangan koridor ekosistem antarkawasan konservasi," kata Sekjen Kementrian Kehutanan Hadi Daryanto di Jakarta, Rabu (25/1).
Selain masalah hutan, lanjut dia, aturan tentang tata ruang Kalimantan meliputi kemandirian energi dan lumbung energi nasional untuk tenaga listrik, pertambangan dan kelapa sawit. Pemerintah akan melakukan koordinasi dalam mencapai itu dengan pemerintah empat provinsi di pulau tersebut.
“Kebijakan pemerintah pusat yang akan melibatkan daerah dalam pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan yang dikeluarkan pada 5 Januari 2012 yang merupakan turunan dari UU Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang. Pusat akan koordinasi dengan pemerintah provinsi Kalbar, Kaltim, Kalteng dan Kalsel,” jelas Hadi.
Sementara itu, Pemprov Kalteng secara prinsip menyetujui rencana tata ruang untuk kawasan konservasi itu. Namun, Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang menyatakan bahwa pihaknya tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan peraturan presiden tentang tata ruang tersebut.
Sedangkan pengamat masalah kehutanan dari Universitas Mulawarman Kaltim, Yaya Rayadin, mengatakan, keterlibatan pemerintah daerah sangat penting, karena menyangkut untuk memperjelas kawasan konservasi dan juga ekonomi. Pasalnya, selama ini potensi konflik kepentingan dalam penentuan kawasan konservasi terjadi di sejumlah daerah di Kalimantan.
Tetapi, lanjut dia, konsep mengintegrasikan kawasan konservasi merupakan pilihan yang tepat untuk pelestarian keanekaragaman hayati yang dimiliki Pulau Kalimantan. Masalah yang terpenting variasi kawasan yang ditetapkan untuk konservasi, dan mewakili ekosistem di Kalimantan seperti kawasan gambut, rawa dan mengutamakan daerah dataran rendah. Pasalnya, dataran rendah lebih kaya akan keanekaragaman hayati.
Selain penentuan kawasan konservasi dan hutan lindung, pemerintah pusat juga harus memberikan anggaran untuk melindungi kawasan konservasi yang selama rentan perusakan, seperti kebakaran hutan, penebangan liar dan perburuan hewan. Selama ini anggaran untuk pengamanan kawasan konservasi dan lindung hanya sekitar 4 dolar AS atau tak sampai Rp 40 ribu per hektar per tahun. Padahal, idealnya adalah 50 dolar AS per hektar per tahun.(bbc/ind)
|