JAKARTA, Berita HUKUM - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya (PMJ) tidak hanya memeriksa mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Penyidik juga menjadwalkan akan memeriksa mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat.
Ditreskrimsus Polda Metro Jaya telah memeriksa mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama alias Ahok dalam kasus dugaan korupsi mega proyek reklamasi.
Keduanya diperiksa terkait dugaan korupsi penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pulau reklamasi di Teluk Jakarta.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Ade Derian menjelaskan, pihaknya ingin mengetahui lebih dalam terbitnya Nilai Jual Objek Pajak pulau reklamasi Teluk Jakarta.
"Nilai NJOP itu seperti apa, pemberian nilai NJOP itu apakah langsung atau ada tahapan-tahapan," kata Ade kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Kebayoran baru, Jakarta Selatan, Senin (26/2).
Kecurigaan pihaknya, sambung Ade, sangat tidak mungkin harga lahan yang masih kosong NJOP-nya sama dengan harga NJOP lahan yang telah tertata alias telah berdiri bangunan di sekitarnya.
"Pasti ada nilai, yang mamupu meberikan itu semua adalah pihak-pihak yang berkaitan dengan dikeluarkannya nilai NJOP," beber Ade.
Dipanggilnya Ahok, ungkap Dirreskrimsus PMJ pihaknya ingin mengetahui berkaitan dengan kebijakanya saat suami dari Veronica Tan itu menjadi Gubernur DKI Jakarta.
"Berkaitan dengan reklamasi pada saat dia menjadi gubernur ya," ujarnya.
Ahok sendiri telah diperiksa untuk diambil keteranganya pada awal Februari 2018 yang lalu di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Sekitar 20 pertanyaan dicecar oleh penyidik Ditkrimsus Polda Metro dari mulai kronologis serta dokumen-dokumen terkait reklamasi.
"Sampai 20, kan itu kan banyak bercerita berkaitan dengan cerita kronologisnya pada masanya, kan banyak kemudian dokumen, berkaitan itu dia sampaikan," jelas Ade.
Nilai Jual Objek Pajak di Pulau C dan D sebesar Rp 3,1 juta per meter persegi dianggap janggal oleh kalangan DPRD DKI Jakarta. Pasalnya, nilai itu dinilai terlalu rendah.
Waktu itu, Djarot Saiful Hidayat mengaku nilai NJOP yang ditetapkan mengingat lahan tersebur masih kosong sehingga jika kemudian nilai NJOP-nya terlalu tinggi maka pihal investor tidak mungkin tertarik.
Pemerintah DKI Jakarta, kata Djarot, untuk sementara akan menggunakan NJOP hasil penilaian Kantor Jasa Penilai Publik Dwi Haryantono dan Agustinus Tamba, yakni Rp 3,1 juta per meter.
Meski begitu, Djarot mempersilakan bila Badan Pajak meminta pendapat lembaga lain, seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Boleh dikaji di sana. Kalau sudah benar, jalan. Kalau enggak benar, direvisi," kata Djarot.
Sementara, Kombes Pol Adi Deriyan menambahkan, "kami juga akan periksa Pak Djarot. Tapi kami belum bisa pastikan jadwalnya. Karena pak Djarot masih sibuk Pilkada," katanya. .
Djarot akan diperiksa dengan status saksi, sama seperti Ahok.
"Kami menunggu Pak Djarot selesai dengan proses kampanyenya. Kami akan periksa segera," kata Adi.
Sampai kini penyidik telah memeriksa 42 saksi terkait dugaan korupsi tersebut.
Puluhan saksi terdiri dari pejabat daerah seperti Kepala Badan Pajak dan Retribus Daerah (BPRD) DKI, Edi Sumantri, hingga pejabat kementerian.
NJOP di pulau reklamasi C dan D, hanya ditetapkan oleh Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta sebesar Rp 3,1 juta per meter.
Padahal seharusnya NJOP di pulau reklamasi C dan D bisa mencapai antara Rp 25 juta-Rp 30 juta.
Akibat penetapan NJOP itu, pengembang Pulau C dan D, PT Kapuk Naga Indah, hanya perlu membayar bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) kurang lebih Rp 400 milliar.
Atas dasar itulah polisi menyelidiki dugaan korupsi di penetapan NJOP pulau reklamasi.(dbs/my/tribunnews/san/RMOL/bh/sya) |