JAKARTA, Berita HUKUM - Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) menggelar acara Sarasehan bersama Koalisi Serikat Buruh; KSPSI, KSPI, KSBSI, SBTPI bertema, "Mengkritisi Privatisasi, Mengawal Konstitusi" di Gedung Joeang 45, Menteng pada, Kamis (27/8), yang diikuti oleh ratusan perwakilan Organisasi Buruh di Jakarta dan sekitarnya.
Ketua SP JICT Nova Hakim mengutarakan bahwa, "Sarasehan nasional ini diadakan terkait pelanggaran UU di proses perpanjangan konsesi JICT," ujarnya, saat mengutarakan pendapatnya di hadapan para perwakilan buruh, di Gedung Joeang, Menteng Jakarta pada, Kamis (27/8).
Nova Hakim menekankan kondisi sekarang bahwa, "memang sekarang di Pelabuhan lagi rame soal Dweeling Time, ataupun amandemen JICT ysng seharusnya 2019 sudah habis, namun diperpanjang. JICT mengendalikan 70% sektor ekspor-impor gerbang Internasional. Namun, hingga 2039 sektor (gerbang ekonomi kita) akan dipegang oleh Asing," keluhnya yang tampak dengan kekhawatiran.
"Saat ini banyak yang intimidasi gerakan SP JICT menolak Konsesi Asing, bahkan Menteri Sofyan Jalil dan Komite Pengawas perpanjangan Konsesi Erry Riyana, serta Faisal Basri menilai apa yang dilakukan Lino sudah benar. Padahal, dari pelanggaran UU saja sudah jelas, bahwa ada yang salah dari proses konsesi di BUMN ini," jelas Nova Hakim.
"Tidak ada urgensinya perpanjangan dengan HPH. Dulu tahun 1999 JICT dijual karena negara butuh dana. Saat ini JICT sangat menguntungkan jika dikelola sendiri Pelindo II. Saat ini, pekerja JICT tengah melaksanakan kewajiban untuk melaksanakan amanat konstitusi dalam menjaga aset nasional bangsa," tegas Nova Hakim.
"JICT dapat dikelola secara mandiri mengingat baik kemampuan SDM dan Teknologi sudah sangat memadai," pungkas Nova Hakim, terlihat dengan penuh keyakinan.
Sebelumnya, Ahmad Daryoko sempat mengulas sejarah privatisasi BUMN, yang dimana menurut beliau, Privatisasi BUMN perlahan mulai dilakukan dari semenjak tahun 1994, dimana Perusahaan BUMN tersebut di nasionalisasi menjadi Perusahaan Negara.
"Tahun 1994, PLN yang melaksanakan Infrastruktur Kelistrikan sudah mulai dirubah dari Perum, kemudian Tahun 94 menjadi PT PLN Persero. Mulai ada Privatisasi," jelas Ahmad Daryoko, yang menjabat Dewan Penasehat SP PT PLN, Ia mengungkapkan, "Yang menjadi masalah, seberapa besar korupsi itu, dan seberapa besar in-efisiensi tersebut terjadi," tambahnya.
Sementara, pada waktu dan tempat yang sama, Heri Gunawan sebagai Wakil Ketua Komisi VI DPR RI mengatakan, "Kalau saya perhatikan, simple menurut pak Karno, 'Kita bukan saja harus menentang Kapitalisme Asing. Namun, menentang Kapitalisme di Bangsa sendiri'. Kondisinya untuk saat ini berdasarkan data ada total 119 BUMN, kalau kita bicara sejujur-jujurnya-nya UU tentang BUMN di tahun 2003, berbicara mengenai BU (badan usaha) bukan MN (milik negara) iurainya seraya mengkritik kebijakan yang terlanjur basah sudah ditetapkan."
"Guna meredam daya gerogot 'tangan gaib' itu dengan langkah mendudukan kembali BUMN pada filosofi pembentukannya yang tidak boleh dipisahkan dari Pasal 33 UUD'45 ayat (2)," Heri Gunawan mempertegaskannya.
Harapannya postur BUMN akan senafas dengan kedudukan negara Indonesia, yang marwahnya bertipe kesejahteraan berasaskan pada Pancasila "Melindungi segenap bangsa... untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan pada kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial."
Heri Gunawan Politisi partai Gerindra ini menuturkan, "Menurut hemat saya, UU nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN tidak cukup kuat menampung logika bernegara yang 'berkuasa' 100% atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya," tuturnya, yang merasa dimana sebaliknya UU tersebut mengaburkan BUMN sebagai lokomotif perekonomian nasional untuk kemakmuran rakyat.
"Karenanya Kalau UU itu tidak dirubah, omong kosong. UU nomor 19 tahun 2003 perlu dibongkar total. Selanjutnya perlu dibuat UU baru yang menjadi 'jangkar' kuat guna mewujudkan sebuah BUMN yang hebat sesuai konstitusi UUD'45, termasuk mengakomodir Putusan MK tahun 62/PUU-XI/2013. Selain itu, teman-teman (kaum buruh) jika menyuarakan sesuatu data dan informasi harus jelas. Kami dengan senanghati menerima kunjungan dan pintu ruangan saya terbuka lebar," tandas Heri Gunawan Ketua Komisi VI DPR RI yang membidangi perdagangan perindustrian investasi koperasi UKM dan BUMN dan standarisasi nasional.
Saat ini Komisi VI DPR RI sedang menyusun perubahan UU no 19 tahun 2003 sesuai dengan Prolegnas Prioritas 2015 nomor urut 19. Permasalahan yang teridentifikasi pada BUMN membutuhkan penyempurnan UU no 19, tahun 2003 tentang BUMN, dan juga keterkaitan UU BUMN dengan UU lain membutuhkan harmonisasi, yaitu 17 UU, saat ini yang akan digodok di DPR / MPR.
Selanjutnya, tampak Heri Gunawan meninggalkan ruangan dialog terbuka dan konferensi Pers di gedung Joeang 45 ini, dan acara terus berlangsung dengan acara saling tanya jawab dengan para hadirin / perwakilan kaum buruh.
Dari pantauan pewarta BeritaHUKUM.com di lokasi, suara riuh pun di akhir dialog terdengar, "Kami akan terus memperjuangan hak kami. Tolak Konsesi Asing JICT. Hidup buruh.. Hidup buruh.., Kami akan terus berjuang agar tidak diperpanjang kontrak dengan Asing, karena kontrak habis di tahun 2019. Tuntutan mempertahankan daya beli dan mengupayakan Upah yang layak. Tolak BUMN yang tidak pro dengan Rakyat. Tolak Kriminalisasi terhadap Pekerja. Pecat DJ Lino karena sudah melanggar UU. 40 ribu buruh akan turun ke jalan tanggal 1 September nanti. Hidup Buruh !!!..." Teriak para Serikat Buruh, yang menggelegar di dalam ruangan lantai 3 gedung Joeang 45, yang dipenuhi dengan para kaum buruh dan perwakilan Serikat Buruh ini.(bh/mnd) |