JAKARTA, Berita HUKUM - Perwakilan Sekjen Konfederasi Serikat buruh sedunia (ITUC-AP) Mr Noriyuki Suzuki bersama perwakilan serikat buruh/pekerja yang tergabung dalam Gerakan Buruh Indonesia - Komite Aksi Upah (KAU-GBI) di kantor LBH Jakarta lantai 3 Jl Diponegoro 74, Jakarta Pusat melangsungkan konferensi pers pada, Jum'at (27/11) terkait dukungan agar Pemerintah Indonesia mencabut PP 78 tahun 2015.
Turut hadir pula mewakili International Trade Union Confederation- Asia Pasific (ITUC) adalah Mr. Noriyuki Suzuki selaku Sekretatis Umum, lalu Edo Marpaung perwakilan Sekjen Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), Said Iqbal selaku Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPSI).
Suzuki Noriyuki menyampaikan bahwa, "Standard di dunia adalah wajar. Dimana purchasing power, konsumsi domestik yang meningkat akan meningkatkan pula perkembangan ekonomi," ujarnya.
Yang diinginkan oleh ITUC-AP adalah, Pertama (1), Cabutlah Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015, kemudian berunding secara Tripartit, antara Pemerintah, Pengusaha, dan Buruh.
Selanjutnya, Kedua (2), Gerakan Buruh di Indonesia sangat peduli dengan keadilan sosial. Bagi ITUC, sangat mendukung kuat bersama dengan buruh di Indonesia, demi menciptakan keadilan sosial.
Kemudian untuk yang terakhir, ia juga menyampaikan agar menghentikan (stop) tindak kekerasan dari aparat kepolisian, "Jangan ada pemukulan, kekerasan terhadap buruh."
ITUC-AP akan melanjutkan dukungan untuk perjuangan dan pergerakan buruh terkait pengupahan ini, “juga mendukung penuh untuk pencabutan PP nomor 78 tahun 2015, karena berkaitan langsung dengan upah. Daya beli terkait dengan konsumsi, peningkatan konsumsi meningkat akan berhubungan dengan ekonomi," jelas Noriyuki Suzuki.
PP Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan bertentangan dengan pidato Presiden Jokowi dalam pertemuan G-20 di Antalya, Turki, 15 November 2015 yang lalu. “PP nomor 78 /2015 ttg Pengupahan telah melanggar standar pengupahan internasional yang diatur dalam konvensi ILO nomor 131 tentang upah minimum,” jelas Noriyuki Suzuki, mengingat momen tersebut saat jumpa pers di Kantor LBH Jakarta.
Oleh karena itu, ITUC-AP menginginkan Presiden Jokowi mencabut PP Pengupahan dan merumuskan kembali pengupahan buruh secara tripartit. “Pesannya jelas, Stop / Hentikan kekerasan terhadap buruh, stop penahanan terhadap pemimpin - pemimpin buruh oleh Pemerintah." Tegas Noriyuki Suzuki.
Kemudian selanjutnya, Edo Marpaung selaku Sekjen KSBSI yang duduk bareng juga pada acara ini mengatakan, "untuk melakukan proses gugatan, dan tanggal sepuluh desember, kami akan gelar aksi bersama dalam rangka memperingati hari HAM sedunia," katanya, di hadapan wartawan di gedung LBH, Jakarta Jumat (27/11).
"Keterlibatan buruh dalam rangka hak-hak kaum miskin, masyarakat, buruh seharusnya dilibatkan untuk berunding. Sesuai dengan Undang-undang yang diadopsi dengan adanya mekanisme Tripartit, ada semuanya dijelaskan dalam UU nomor 13 tahun 2003," ungkap Edo.
"Inflasi apakah bisa disesuaikan. Ini rawan kondisinya, karena pemerintah kumpul uang untuk statistik itu. Mudah-mudahan tidak terjadi seperti itu. Kami ucapkan terimakasih atas pemantauan Wartawan hingga sejauh ini," imbuhnya lagi.
Kemudian, Budi Habe Darman selaku perwakilan dari GSBI yang turut menuturkan saat jumpa pers ini, mengatakan, "Protes terhadap gerakan itu dan menjadi gerakan Internasional kali ini. Banyak isu soal keadilan sosial di seluruh dunia menjadi concern di bidang itu," sampainya, yang walau elemen buruhnya memang bukan bagian dari GBI, namun mengucapkan terimakasih dan memberikan dukungan atas tuntutan pencabutan PP nomor 78 tahun 2015.
Dalam tatatan internasional, banyak janji, namun implementasinya buruk. “Jadi jelas bahwa PP 78 keharusan dan dicabut oleh Pemerintah. Dari Analisis dan kajian buruh Internasional, ini merupakan skema dan sinyalemen perampasan upah dan perancangan upah murah yang dilancarkan oleh Pemerintah Jokowi-JK. Ini kepastian dari kapitalis monopoli dari Pemerintah terhadap buruh," jelasnya.
Kenaikan upah tidak akan lebih dari 15% per-tahunnya, menyebabkan daya beli ditentukan dari upah dan pendapatan masyarakat. Secara umum, negeri Imperialis sedang mengalami degradasi dan krisis kali ini.
"Terlebih lagi negeri kita yang terdominasi dari investasi asing. Itulah mengapa kita menolak PP ini dan meminta untuk dicabut oleh Pemerintah. Harus dicabut, kalau Pemerintah tetap ngotot, kami akan terus melancarkan Perjuangan," tegasnya lagi.
Seperti diketahui, menurut para perwakilan serikat buruh ini, Pemerintah telah melawan dan mengabaikan Konstitusi. "Sejauh ini sudah ada 42 kawan-kawan kami (buruh) ditangkap. Terakhir 30 Oktober sudah ada 25 orang ditangkap dan jadi tersangka. 2 orang di Jombang di Bekasi, ada 5 orang tertangkap salah satunya anggota DPRD di Bekasi. Dan di Batam ada sepuluh orang ditangkap anggotanya bung Andi Nena Wea," bebernya.
"Anehnya lagi, dalam penanganan untuk pencanangan PP nomor 78 bahkan pihak kepolisian bisa masuk ke Perusahaan dan menghalang-halangi aksi yang sudah kami siapkan, dan padahal kepolisian sudah kita pisahkan dalam perjuangan demokrasi itu. Saya kira, itu tekanan dari Gerakan Buruh. Ini menghancurkan Demokrasi yang dibangun," tandasnya.(bh/mnd)
|