Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Opini Hukum    
Pekerja Asing
Serbuan Tenaga Kerja Asing Buruh Kasar (Low Skill), Peluang dan Tantangan
Monday 28 Sep 2015 20:00:06
 

Ilustrasi. Tenaga Kerja Asing dari Cina buruh kasar di Indonesia.(Foto: Istimewa)
 
Oleh: Zaqiu Rahman, SH., MH

SERBUAN TENAGA kerja asing Buruh kasar (Low Sklill) dalam proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia, peluang dan tantangan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019, pemerintah telah berencana membangun 15 bandara baru, 24 pelabuhan baru, serta jalur kereta api sepanjang 3.258 km yang tersebar di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Akan dibangun pula jalan tol sepanjang 1.000 km dan jalan nasional baru 2.650 km dengan total kebutuhan dana untuk seluruh pembangunan infrastruktur tersebut diperkirakan mencapai Rp 5.500 triliun.

Untuk mewujudkan itu semua, pemerintah tentu saja tidak bisa hanya mengandalkan pendanaan melalui APBN, tetapi juga diperlukan investasi dari pihak luar baik swasta maupun asing. Terkait dengan pihak asing, pemerintah telah berencana menggandeng investor dari beberapa negara, diantaranya Tiongkok, Jepang, Arab Saudi, dan masih banyak negara yang lain.
Akan tetapi, semangat pemerintah untuk membangun proyek-proyek infrastruktur dimaksud ternyata telah menimbulkan fenomena baru, karena investor asing tersebut datang ke Indonesia tidak hanya membawa investasi dan teknologi, tetapi juga dengan membawa tenaga kerja asing (TKA) buruh kasar (low skill) sebagai bagian atau paket dari investasi yang mereka tawarkan.

Keberadaan TKA buruh kasar mulai menguak ketika terdapat isu eksodus pekerja Tiongkok, berawal keluhan masyarakat Lebak soal keberadaan TKA Tiongkok yang bekerja di PT. Cemindo Gemilang dan PT. Cimona, di Lebak, Banten. Kedua PT tersebut diduga telah melakukan pelanggaran dengan memperkerjakan TKA illegal dan soal tingkah laku beberapa pekerja yang meresahkan masyarakat disekitarnya (http://news.detik.com/berita/2959815/soal-pekerja-asing-di-indonesia-anggota-dpr-harus-1-banding-50).

Selain itu, salah satu contoh proyek pembangunan infrastruktur, yaitu mega proyek pembangunan pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW) yang dicanangkan pemerintah ternyata membawa dampak lain bagi sektor tenaga kerja yaitu masuknya TKA dalam proyek tersebut. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Infrastruktur, Zulnahar Usman mengatakan, TKA yang masuk ke Indonesia seharusnya merupakan tenaga kerja dengan keahlian tertentu atau level atas (high skill). Namun kenyataannya pada proyek pembangkit listrik ini, TKA yang bekerja justru tenaga kerja pada level bawah atau pekerja lapangan (low skill).

Para TKA ini biasanya merupakan peralihan dari pekerja yang sebelumnya bekerja di sektor pertambangan, kemudian beralih ke proyek pembangunan pembangkit listrik yang tersebar di titik proyek pembangkit listrik seperti Bali, Kalimantan, dan Sumatra (http://bisnis.liputan6.com/read/2297317/tenaga-kerja-asing-banyak-masuk-proyek-pembangkit-listrik).

Hal ini menjadi bola salju isu eksodus pekerja Tiongkok, yang diperkuat dengan kabar dominasi pekerja Tiongkok di Angola yang mulai menjadi pembicaraan di Indonesia. Di Angola, eksodus pekerja asal Tiongkok mendominasi proyek-proyek infrastruktur, sehingga para pekerja lokal Angola termarjinalkan dengan alasan efisiensi kerja. BBC melaporkan, puluhan ribu pekerja Tiongkok datang ke Angola untuk bekerja dalam proyek-proyek pembangunan kota setelah perang saudara yang sempat melanda Negara tersebut selama beberapa tahun.

Hal inilah yang kemudian menjadi isu ketenagakerjaan yang dikhawatirkan juga terjadi di Indonesia. Terhadap hal tersebut, Menaker Hanif Dhikri, sudah membantah isu eksodus ini. (http://news.detik.com/berita/2959815/soal-pekerja-asing-di-indonesia-anggota-dpr-harus-1-banding-50).

Menaker memastikan tidak terjadi serbuan ekspatriat asal Tiongkok secara besar-besaran ke Indonesia, dan telah melakukan seleksi ketat terhadap keberadaan TKA untuk memastikan tidak adanya pelanggaran aturan ketenagakerjaan, terutama izin kerja selama di Indonesia.

Berdasarkan data Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) yang diterbitkan Kementerian Ketenagakerjaan dari 1 Januari 2014 hingga Mei 2015, jumlah TKA asal Tiongkok tercatat sebanyak 41.365 orang. Dari jumlah tersebut yang saat ini masih berada di Indonesia adalah sebanyak 12.837 orang. Sektor yang banyak diisi TKA Tiongkok periode tersebut yaitu perdagangan dan jasa 26.579 IMTA, industri 11.114 IMTA dan pertanian 3672 IMTA (http://bisnis.liputan6.com/read/2262688/menaker-bantah-ada-serbuan-pekerja-china-ke-ri).

Fenomena di atas tentu saja mendapatkan reaksi keras dari masyarakat, karena keberadaan TKA buruh kasar tentu saja akan mengurangi penyerapan tenaga kerja dalam negeri (TKDN). Hal ini juga dapat menciptakan kesenjangan dan masalah sosial dimasyarakat, selain dapat juga menggerus kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Selain itu, keberadaan TKA buruh kasar jelas bertentangan dengan semangat atau prinsip dalam mengadakan proyek-proyek infrastruktur dimaksud, karena tujuan jangka pendek dalam pelaksanaan poroyek-proyek infrastrktur tersebut adalah sebagai wadah untuk menyerap TKDN (yang saat ini mengalami angka kemiskinan dan pengangguran semakin tinggi) dan motor penggerak roda ekonomi. Adapun efek jangka panjangnya keberadaan infrastrktur yang baik maka akan memperlancar arus distribusi barang dan jasa, yang pada gilirannya akan meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Pengaturan Tenaga Kerja Asing di dalam Peraturan Perundang-Undangan

Terkait dengan payung hukum bagi pengaturan TKA, telah terdapat beberapa instrument hukum yang dapat menjadi pedoman atau acuan dalam penyelenggaraan TKA di Indonesia. Beberapa instrumen hukum terkait dengan TKA tersebut diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing Serta Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping (Perpres TKA), Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pengendalian dan Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Permenaker TKA), dan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2015 tentang Jabatan yang dapat Diduduki oleh TKA pada Katagori Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum Golongan Pokok Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makanan dan Minuman (Kepmenaker TKA).

Pengaturan terkait TKA di dalam UU Naker diatur di dalam 1 (satu) bab khusus, yaitu Bab VIII tentang Penggunaaan TKA. Adapun pengertiaan TKA itu adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia (Pasal 1 angka 13). Pengaturan mengenai TKA diatur di dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 49 UU Ketenagakerjaan.

Terkait dengan pengaturan TKA buruh kasar dapat diacu beberapa ketentuan, yaitu setiap pemberi kerja yang mempekerjakan TKA wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk, dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri (Pasal 42 ayat (1), ayat (4), dan ayat (5)). Pemberi kerja yang menggunakan TKA harus memiliki rencana penggunaan TKA yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk yang diatur dengan Keputusan Menteri (Pasal 43 ayat (1) dan ayat (4)).

Pemberi kerja TKA wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi yang berlaku yang diatur dengan Keputusan Menteri (Pasal 44). Pemberi kerja TKA wajib menunjuk tenaga kerja WNI sebagai tenaga pendamping TKA yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari TKA (Pasal 545 ayat (1) huruf a). TKA dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu yang diatur dengan Keputusan Menteri (Pasal 46). Selanjutnya, pemberi kerja yang mempekerjakan TKA wajib memulangkan TKA ke negara asalnya setelah hubungan kerjanya berakhir (Pasal 48).

Kemudian pengaturan lebih lanjut dari ketentuan Pasal 42 sampai dengan Pasal 49 UU Ketenagakerjaan ini didelegasikan kembali didalam peraturan yang lebih rendah yaitu Perpres TKA, Permenaker TKA, dan Kepmenaker TKA. Terkait dengan perbandingan jumlah TKA dan TKDN, Pasal 3 ayat (1) Permenaker mengatur pemberi kerja TKA yang mempekerjakan 1 (satu) orang TKA harus dapat menyerap sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) TKDN pada perusahaan pemberi kerja TKA.

Ketentuan ini merupakan perbaikan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 12 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penggunaan TKA, yang hanya mengatur perbandingan antara TKA dan TKDN 1 (satu) berbanding 1 (satu). Jadi apabila dilihat secara lebih mendalam peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait TKA sesungguhnya sudah sangat lengkap dan komprehensif mengatur segala aspek terkait dengan TKA. Dimulai dari persyaratan teknis administratif, syarat kompetensi, perbandingan jumlah TKI dan TKDN, syarat alih teknologi dan pendampingan, diklat, batas waktu masa kerja dan perpanjangan TKA dalam suatu ikatan kerja, pengawasan, sampai dengan perekrutan TKA pada saat kondisi darurat semua telah diatur secara lengkap dan rigid.

Semua aturan yang dimaksud, sejatinya telah dapat dijadikan instrument atau payung hukum untuk menghambat serbuan atau masuknya TKA buruh kasar di Indonesia, karena untuk mempekerjakan TKA setiap pemberi kerja terikat dengan berbagai peraturan yang berisi syarat, mekanisme, dan tata cara yang telah secara jelas dan rigid diatur peraturan perundang-undangan yang terkait. Sekarang tinggal pelaksanaan dan pengawasan dalam implementasi dilapangan. Adapun pihak yang menjadi ujung tombak dalam pengawasan TKA adalah Menaker, karena ia telah dilengkapi seperangkat aturan dan instrument hukum untuk melakukan pembinaan, pengawasan, maupun penindakan terkait TKA yang berada dan bekerja di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Hanya saja dalam implementasi peraturan perundang-undangan di atas, khususnya terkait pengaturan TKA buruh kasar ternyata masih terdapat celah hukum yang rawan untuk disalahgunakan di dalam implementasi dilapangan, yaitu pertama, khusus untuk proyek pemasangan mesin oleh investor asing yang sifatnya jangka pendek (6 bulan dan tidak dapat diperpanjang), tidak ada aturan tentang komposisi TKA dan TKDN. Sehingga celah ini rawan disalahgunakan oleh investor asing, yaitu dengan memperkerjakan TKA buruh kasar, karena berbagai pertimbangan baik secara ekonomis dan pragmatis; kedua, dalam beberapa proyek asing, keterlibatan TKA (termasuk penggunaan TKA buruh kasar) biasanya sudah merupakan bagian dari kesepakatan kontrak investasi.

Hal ini dilakukan dengan berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu untuk mengamankan asset, pengembangan dan jaminan kelangsung proyek, serta jaminan risiko investasi, sekaligus juga dapat dijadikan daya tarik oleh pemerintah untuk menarik minat investor agar mau berinvestasi pada bidang pembangunan infrastruktur di Indonesia; ketiga, lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengawasi keberadaan TKA. Saat ini telah terdapat tim pengawasan orang asing yang dilaksanakan oleh kementerian hukum dan HAM (Kemenkumham) yang melibatkan juga Kemennaker apabila terkait dengan TKA. Hanya saja dalam pelaksanaan tugas-tugasnya tim ini belum maksimal, karena pengawasan dilakukan hanya sebatas di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten kota. Namun seperti di kecamatan yang jauh dari ibu kota provinsi, kabupaten kota, pengawasanya belum dilaksanakan secara maksimal.

Antisipasi di Masa Mendatang

Keberadaan TKA buruh kasar sudah jelas-jelas sangat sangat merugikan kepentingan ekonomi nasional. Karena pembangunan infrastruktur pada jangka panjang tidak hanya dapat melancarkan distribusi barang atau jasa yang pada gilirannnya akan menggerakkan roda perekonomian nasional dan kemakmuran masyarakat, tetapi dalam jangka pendek dapat menjadi penggerak roda ekonomi khususnya menyerap TKDN, khusus pada saat krisis ekonomi yang saat ini sedang dialami Indonesia.

Untuk menjawab permasalahan serbuan TKA buruh kasar tersebut, kedepan pemerintah khususnya Kemenaker harus melakukan langkah-langkah, pertama, memperketat masuknya TKA, khususnya buruh kasar (low skill) dengan lebih menggiatkan lagi pelaksanaan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi dilapangan pembangunan infrastruktur, khususnya pada proyek-proyek yang sangat membutuhkan banyak tenaga kerja buruh kasar dan dibiayai investor asing. Pelaksanaan proyek-proyek tersebut harus lebih mengutamakan untuk dapat menyerap secara maskimal TKDN, agar dapat menjadi salah satu faktor penggerak roda ekonomi nasional.

Untuk itu perlu lebih meningkatkan jumlah perimbangan antara TKA dan TKDN yang saat ini diatur dalam Permenaker TKA hanya 1 (satu) berbanding 10 (sepuluh), kedepan perbandingan tersebut harus lebih ditingkatkan sampai dengan titik optimum, jika perlu 1 (satu) TKA harus didampingi dengan 50 (lima puluh) TKDN (anggota Komisi I DPR RI, Charle Honoris); kedua, pemerintah harus lebih berani dan memiliki ketegasan, dengan menolak perjanjian-perjanjian kerjasa sama pembangunan infrastrukur dengan investor asing yang membawa TKA dalam jumlah besar, apalagi TKA buruh kasar.

Jika pelibatan TKA tidak bisa dihindari dalam perjanjian investasi tersebut, hendaknya penyerapan TKA dilakukan dengan benar-benar selektif yaitu pada level yang benar-benar strategis (full skill), sedangkan terhadap tenaga kerja low skill hendaknya lebih memanfaatkan potensi TKDN secara maksimal; ketiga, melakukan pengawasan dan penegakan hukum secara lebih ketat terhadap keberadaan TKA, dan perlunya koordinasi yang lebih baik antara Kemenaker, Kemenkumham, dinas tenaga kerja di daerah, Polri, dan instansi terkait lainnya; dan keempat, melakukan integrasi sistem data secara online antara Kemenaker dengan instansi yang berwenang, diantara Keimigrasian dan Kemenkumham untuk mencegah masuknya TKA secara illegal ke dalam wilayah NKRI.(zr/bh/sya)

Penulis adalah tenaga fungsional Perancang Peraturan Perundang-Undangan Madya, Pusat Perancangan Undang-Undang, Badan Keahlian DPR RI



 
   Berita Terkait > Pekerja Asing
 
  Kritik Luhut Soal TKA China, Jubir AMIN: Lapangan Pekerjaan Anak Bangsa Semakin Direbut!
  Cegah Kasus Omicron Bertambah, Pemerintah Diminta Tutup Pintu Masuk Bagi TKA
  Sungkono Soroti Banyaknya Buruh Asing yang Masuk ke Indonesia
  974 WNA Masuk ke Indonesia Lewat Bandara Soetta dalam 3 Hari
  Para Anggota DPR Mengkritisi Pemerintah yang Kembali TKA China Masuk ke Indonesia
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2