TOKYO (BeritaHUKUM.com) – Penyidik di Jepang menggeledah kantor pusat perusahaan produsen kamera dan peralatan kedokteran Olympus, Rabu (21/12). Olympus diselidiki terkait praktek-praktek akuntansinya dan pengakuan bahwa perusahaan itu menyembunyikan kerugian.
Hal ini terungkap sesudah mantan Presiden Olympus Michael Woodford yang menyatakan bahwa ia dipecat, karena mempertanyakan pembayaran terkait penggabungan perusahaan. Olympus pun tak menolak telah menyembunyikan kerugian 1,5 milyar dolar AS (setera dengan Rp 13,7 trilyun) selama dua tahun terakhir.
Pekan lalu, Olympus mendaftarkan laporan pendapatan yang telah direvisi ke Bursa Saham Tokyo. Dalam laporan Olympus mengakui, selama enam bulan hingga akhir September, perusahaan itu menderita kerugian sebesar 32,3 milyar yen (Rp 3,2 trilyun).
Mereka juga merevisi nilai aset bersih menjadi hanya 46 milyar yen dari 225 milyar yen seperti yang tertera dalam laporan Maret 2007. Perusahaan itu awalnya menyangkal tuduhan Woodford, tapi belakangan mengakui bahwa mereka memang menyembunyikan kerugian selama dua dekade.
Analis mengatakan penggeledahan kantor pusat yang dilakukan hanya beberapa hari sesudah pendaftaran laporan keuangan adalah perkembangan penting. "Saya sempat curiga bahwa penyidik bisa saja meminta dokumen apa pun yang dibutuhkan dan Olympus akan mengantarnya," kata Martin Schulz dari Fujitsu Research Institute kepada BBC.
Perkembangan kasus Olympus meningkatkan kekhawatiran mengenai praktik-praktik korporasi di Jepang dan bagaimana hal itu akan mempengaruhi pandangan global terhadap Jepang. Ketakutan tersebut diperburuk dengan pernyataan kontradiktif Olympus di awal terkuaknya skandal.
Penggeledahan di Olympus adalah pertanda bahwa aparat ingin memastikan semua perusahaan bekerja dalam kerangka peraturan dan undang-undang. "Di satu sisi penggeledahan itu adalah hal yang baik karena sempat ada ketakutan bahwa masalah ini akan dipetieskan," kata Gerhard Fasol dari Eurotechnology Japan.(bbc/sya)
|