BANDA ACEH, Berita HUKUM - Jack, seekor orangutan yang berhasil disita pada Rabu (24/4) dari salah satu tempat rekreasi taman wisata buatan di Kecamatan Sibreh, Aceh Besar, telah pergi untuk selama-lamanya, para relawan penyayang orangutan (Pongo abelii) yang tergabung dalam di Forum Orangutan Aceh turut berduka atas kematian orangutan ini, Rabu (8/5).
Bagi kami, kematian jack adalah bukti ketidakseriusan dari BKSDA Aceh dalam upaya penyelamatan orangutan yang dipelihara secara illegal ini, dapat dibuktikan dari begitu lamban upaya penyitaan yang dilakukan oleh BKSDA Aceh terhitung dari masa pelaporan dan sampai ke langkah penyitaan.
“Jack memang sudah dalam kondisi sekarat saat disita, akibat telatnya upaya penyitaan dari BKSDA Aceh,” ujar Ratno Sugito salah satu relawan FORA.
Kematian Jack merupakan salah satu momen penting dalam upaya penegakkan hukum terhadap upaya perlindungan satwa langka yang secara hukum dilindungi oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, Peraturan Pemerintah No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, dan Peraturan Pemerintah No 8/1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.
Keberadaan jack telah dilaporkan secara tertulis oleh Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) tertanggal 26 Maret 2013 perihal: Pengiriman Laporan Pemeliharaan Orangutan Diduga Ilegal di Kabupaten Aceh Besar. Tetapi Jack baru disita pada tanggal 24 April 2013. Butuh waktu kurang lebih satu bulan, wajar kalau Jack mati. Dan kami sangat kecewa dengan hal ini.
Selain itu kami juga mengingatkan kembali kepada kepala BKSDA Aceh, secara tertulis FORA dan beberapa jaringan nya telah melaporkan secara tertulis keberadaan 5 ekor orang utan lain di Aceh, jangan sampai orangutan yang kita laporkan akan mengalami hal yang sama dengan nasip Jack. Untuk itu kami menuntut keseriusan dari kepala balai dalam menyikapi semua laporan yang telah dikirimkan ke BKSDA Aceh tekait praktik perdagangan dan kepemilikan satwa langka yang telah dilindungi secara hukum di Indonesia.
“Kematian Jack, seharusanya menjadi pembelajaran penting bagi aparat penegak hokum bahwa penangangan orangutan yang dipelihara dan diperdagangkan tidak cukup dengan hanya melakukan penyitaan sudah waktunya penegakkan hukum harus dilakukan, bukankah aturan terhadap pelaku perburuan, perdagangan dan pemelihara sudah sangat jelas. Sudah waktunya aturan tersebut dijalankan dengan tegas, agar tidak ada Jack-jack yang lain,” pungkas Badrul Irfan ketua FORA.(rls/bhc/put) |