JAKARTA, Berita HUKUM - Yenny Sucipto selaku Sekjen Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mengulas pendapatnya terkait RUU Pengampunan Pajak, dimana ia merasa fungsi budgeting DPR RI dianggap lebih efektif dalam merumuskan perencanaan APBN ternyata agak ironis, dimana posisi fungsi budgeting DPR?, karena tiba-tiba DPR mengamini Rp. 60 Triliun sebagai bagian dari pengampunan penerimaan pajak.
"Soalnya di dalam RAPBN 2016 terdapat Rp. 60 Triliun sebagai pemancing sebagai bagian dari penerimaan negara," ungkapnya, mengkritisi saat diskusi publik 'Menolak RUU KPK, RUU Pengampunan Pajak dan Berhentinya BLBI' di salah satu restoran di kawasan Thamrin, Jakarta. Rabu (17/2).
Pengelolaan anggaran negara baik itu dari sisi penerimaan dan belanja di Indonesia sedang mengalami masa krisis saat ini. Hal itu nampak dari sisi penerimaan pemerintah lemah dalam meningkatkan pendapatan, malah justru obral kebijakan pajak yang berdampak pada penurunan pendapatan.
"Bisa saja itu akan naik disaat RUU nya belum dibahas sama sekali dan menjadi alat politik bagi elit-elit politik di legislatif, rencana pembangunan nasional untuk infrastruktur ekonomi," ungkap Sekjen Fitra, Yenny Sucipto.
Kondisinya saat ini dalam sektor belanja Pemerintah banyak mengeluarkan untuk biaya infrastruktur nasional dan memangkas subsidi, kemudian Infrastruktur yang dibiayai adalah sektor usaha besar terkait dengan investor. Hingga kebutuhan dana besar menyebabkan pemerintah selalu defisit dalam pembiayaan.
"Para Investor yang melarikan uang kita ke LN. Tidak didisiplinkan. Tapi berhubung ada beberapa poin Infrastruktur tersebut indikasinya diberikan Karpet Merah," cetusnya lagi.
"Memang kita tahun '64 dan '84 pernah melakukan pengampunan Pajak, namun tidak efektif. Ini hanya menjadi RUU, maka RUU perlu dikaji lagi, karena tidak urgent," tegasnya.
"Kebijakan ini hanya akal-akalan saja untuk bisa menguntungkan kelompok tertentu. Dimana jumah uang muka dalam RUU pengampunan ini sangat kecil dan tidak berdampak pada peningkatan pendapatan negara dari sektor pajak," pungkasnya.(bh/mnd)
|