JAKARTA, Berita HUKUM - Atase Imigrasi Indonesia di Ghuangzo China, Jamaruli Manihuruk menjelaskan secara singkat kronologi penangkapan buronan kelas kakap kasus SKRT Anggoro Widjojo (AW), menurut Jamaruli, ketika kantor Atase Indonesia Ghuangzo menerima surat dari direktoral Jenderal Imigrasi, dimana surat dibawa oleh Robert dan diantar ke MPS China, (seperti Polda di Indonesia) selanjutnya surat tersebut diteruskan ke Polisi di daerah Publik Security Dilo (PSD, seperti Polres di Indonesia) lalu Atase Indonesia membangun kerja sama antara lembaga di China.
"Imigrasi menganut sistim dan Anggoro orang yang melanggar hukum di Indonesia, dan ketika kembali dari Shenzhen masuk ke Hongkong di Cek Point tersebut dengan mudah di tangkap karena Anggoro berjalan sendirian," ujar Jamaruli Manihuruk di Gedung KPK Jakarta Selatan Jumat (31/1).
Menurutnya, terhitung sejak diketahui posisinya Anggoro pada 11 September 2013 lalu, dan waktu ini sangatlah singkat hingga akhirnya Anggoro di tangkap.
"Karena apa musti (PSD) yang nangkap Anggoro, karena penegak hukum Indonesia tidak punya kewenangan menangkap orang di China," ujar Jamaruli.
"Dan tadi siang diserahkan kepada saya atase imigrasi di Ghuangzo, dan Dedy dari Bijing serta 9 tim dari Jakarta dan diproses deportasi biasa dan proses ini tidak rumit," ujarnya kembali.
Sementara itu, Atas perbuatan tersebut, AW disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a dan/atau pasal 13Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Bahwa penangkapan Anggoro dilakukan beberapa tahapan dan informasi, serta data tidak berhenti termasuk dengan foto dan data di sebar ke seluruh penjuru China.
AW merupakan pemilik PT Masaro Radiokom dan menjadi rekanan Departemen Kehutanan dalam pengadaan SKRT 2007 dengan nilai proyek sebesar 180 miliar rupiah. Proyek SKRT bermula pada Januari 2007, ketika Departemen Kehutanan mengajukan usulan rancangan program revitalisasi dan rehabilitasi hutan. AW diduga memberikan sejumlah uang kepada Anggota Komisi IV DPR RI dan pejabat Departemen Kehutanan RI untuk memuluskan pengajuan anggaran pengadaan peralatan SKRT.
Peran AW dalam kasus tersebut diketahui saat penyidik KPK mengembangkan penyidikan kasus proses alih fungsi hutan lindung pantai air telang Tanjung Api-Api Banyuasin Sumatera Selatan yang dilakukan oleh tersangka YEF (Mantan Ketua Komisi IV DPR RI). Selain itu, dalampersidangan YEF, diketahui pemberian uang tersebut sebagai imbalan atas membantu persetujuan anggaran pada program revitalisasi gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan. Selain kepada YEF, uang suap tersebut juga mengalir ke sejumlah anggota DPR.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka, AW dua kali dipanggil untuk diperiksa tetapi tidak memenuhi panggilan tanpa penjelasan. Pada 17 Juli 2009, AW ditetapkan sebagai buronan KPK. Ia ditengarai kabur ke Singapura dan kemudian terlacak berada di China hingga akhirnya ditangkap di Kota Shenzhen oleh otoritas setempat.(bhc/put) |