JAKARTA, Berita HUKUM - Telah dilangsungkan acara diskusi yang diadakan oleh Social Media for Civic Education (SMCE) bertema, ‘Peran Media Alternatif dalam Mencegah Propaganda Separatisme di Indonesia’ yang digelar di Gedung Juang, Menteng. Jakarta Pusat pada, Rabu Siang (25/11)
Social Media for Civic Education (SMCE) ini merupakan elemen dari Kaukus Muda Indonesia (KMI) yang merupakan lembaga kajian sosial, politik, dan ekonomi. Narasumber dalam acara diskusi tersebut dihadiri oleh tokoh wartawan senior maupun aktivis seperti; Tarman Azzam yang merupakan mantan Ketua Umum PWI Pusat, Budiarto Shambazy salah seorang wartawan senior media Kompas, Hariqo Wibawa Satria Direktur Komunikonten.
Media alternatif seperti Medsos (media sosial), kini bisa menjadi alat dalam antisipasi ancaman perpecahan yang bisa saja terjadi dikemudian hari. Walau kadang kurang akurat dari anggapan khalayak berita atau informasi dari media tersebut, contoh : WhatsAp, Facebook, Twitter, BBM, dsb yang terkait dengan media sosial digital terkini digunakan.
Budiarto Shambazy menyampaikan bahwa, peran media alternatif, dalam hal ini media sosial telah menjadi 'behaviour'. Kaitannya karena menurut pandangan beberapa peneliti, telah menjadi sesuatu yang penting dibandingkan urusan kehidupan yang lain," ujarnya pada, Rabu (25/11).
"Anda bisa menfitnah, membuat berita isi content dengan judul yang berbeda. Kemudian muncul dengan identitas lain. Untuk tema terkait Separatisme, saya rasa lebih pas-nya dengan kondisi sekarang lebih pas dengan 'Terorisme'. Itu yang perlu ditanggulangi," paparnya. Alhasil, dewasa ini nampak menurutnya media alternatif. Sekali lagi masih on the trackner, jelasnya lagi.
Ia juga menerangkan kalau pada sisi yang lain, "Media alternatif sejauh ini masih mampu menangkal upaya bentuk propaganda dari pihak-pihak yang menginginkan perpecahan,” ungkap Budhiarto Shambazy.
Beliaupun menuturkan bahwa, dengan mencoba menyandingkan dengan kondisi di negara maju. "Di Amerika semua dijual sebesar 12 US$, namun bisa diakses via gadget informasi atau berita. Soalnya, jika ke Amerika gak ada lagi yang menjual New York Time, Washington Post di pinggir-pinggir jalan, berbeda seperti dulu," tuturnya, bercerita saat diskusi.
Namun, beliau menyayangkan di Indonesia tidak menggunakan medsos untuk kemajuan di bidang ekonomi. Jika dibandingkan dengan di Amerika kini, Medsos berguna bagi kemajuan UKM. Seperti halnya dapat berguna untuk memotong cara / proses pemasaran (marketing), hingga tak ada perantara (broker) bagi nelayan/produsen, hingga keuntungan maksimal.
Menurutnya, informasi khususnya yang bersifat keamanan nasional dapat diinformasikan, apalagi dapat disosialisasikan dengan seksama hingga berguna bagi bangsa dan negara.
Sementara itu, Tarman Azzam mantan Ketua Umum PWI Pusat menyampaikan, sejatinya perlu sebuah organisasi yang menaungi media alternatif tersebut. Tujuannya mengelola seharusnya informasi itu disajikan dalam bentuk yang proposional, karena media sosial secara jurnalistik tidak dapat dipenuhi, seringkali sebatas informasi, namun kurang akurat data seperti sediakalanya kaidah jurnalistik.
“Sayangnya, belum ada organisasi yang mempersatukan media alternatif. Membangun organisasi dan aturan, harusnya dijadikan peluang ketimbang menghasilkan hal yang negatif,” papar Tarman Azzam.
Kemudian selanjutnya, Hariqo Wibawa Satria yang merupakan Direktur Komunikonten, saat menjadi narasumber di acara diskusi ini, dalam waktu dan tempat yang sama menceritakan mengenai pengalamannya ketika ditanya oleh beberapa kenalan / koleganya yang berasal dari negeri tetangga Jiran, sewaktu terkena imbas asap dampak dari kebakaran hutan yang sempat terjadi beberapa waktu yang lalu.
Beliaupun menyarankan kepada koleganya untuk mengutarakan via media sosial, "Namun, mereka merasa riskan / pesimis jika mengungkapkan via media sosial, efeknya akan kena 'buli' nanti Pejabat teras yang mewakili negaranya di Indonesia oleh pasukan cyber (cyber army) di Indonesia," candanya, menjelaskan dengan lugas.
Memang, "Seyogyanya media alternatif selain digunakan untuk kepentingan privasi, dapat juga digunakan untuk informasi tambahan," jelas Riko, sapaan akrab Hariqo Wibawa Satria.
Riko juga menyarankan, agar kedepannya nanti masyarakat lebih berhati-hati dan memegang teguh rasa nasonalisme dihati penduduk negeri ini. Maka ancaman terhadap perpecahan tidak akan terjadi.(bh/mnd)
|