*Hasil pertambangan emas, perak dan lainnya tidak masuk dalam hitungan pembayaran pajak
JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Puluhan aktivis yang menamakan diri Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem Jakarta) mengelar unjuk rasa di depan gedung Plaza 89, kuningan, Jakarta, Senin (3/10). Mereka menuntut pemerintah RI untuk meninjau ulang kontrak karya PT. Freeport di Indonesia.
Dalam orasinya tersebut, pendemo menyatakan bahwa kontrak karya hanya mencantumkan soal tambang saja, sedangkan emas, perak dan yang lainnya tidak pernah disebut secara definitif. Nilai keuntungan dari hasil penjualan tambang itu, selain tembaga yang diduga lebih besar harga jualnya itu, tak penah tidak pernah dihitung.
"Kontrak karya yang menjadi payung hukum beroperasinya Freeport Indonesia selama ini, sangat curang dan ilegal dalam transparasi dan ketetapan pajak bagi negara. Sudah waktunya pemerintah di bawah Presiden SBY untuk meninjau ulang dan membatalkan kontrak karya itu,” kata koordinator pengunjuk rasa, Faisal Rahman.
Menurut Faisal, selama 40 tahun Freeport beroperasi di Indonesia, sama sekali tidak mendatangkan manfaat untuk rakyat Papua maupun Indonesia. Sebaliknya, malah merusak lingkungan tanah Papua. Bahkan, kerusakan lingkungan itu diperkuat dan dibeberkan secara akurat dalam laporan Kementerian Lingkungan Hidup RI.
"Kesengsaraan Masyarakat Papua, diperkuat dengan laporan Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia yang menyatakan bahwa telah terjadi degradasi dan penurunan kualitas lingkungan hidup di Papua. Jika terus dibiarkan, kami khawatir akan sangat merugikan Indonesia," jelas Faisal.
Sebagaimana diketahui, praktik penambangan PT. Freeport Indonesia memiliki efek merusak pada hutan dan suku pedalaman di Indonesia. Proyek yang terbesar dan paling terkenal yang dilakukan perusahaan Freeport-McMoran yang berbasis di New Orleans, Amerika Serikat (AS) itu, telah menjalankan pertambangan emas, perak, dan tembaga Gunung Ertsberg di Papua, Indonesia. Selama proyek berjalan, perusahaan itu telah mengubah gunung itu menjadi lubang sedalam 600 meter.
Seperti yang telah didokumentasikan New York Times dan banyak kelompok lingkungan hidup, perusahaan pertambangan tersebut membuang limbah dalam ukuran yang mengejutkan ke dalam sungai-sungai lokal, membuat aliran dan daerah basahnya menjadi "tidak cocok untuk kehidupan akuatik".
Menurut perkiraan, Freeport menimbulkan 700.000 ton limbah setiap harinya dan limbah batu yang tersimpan di dataran tinggi - kedalaman 900 kaki di berbagai tempat - saat ini telah mencapai luas 3 mil persegi. Survei pemerintah menemukan bahwa pertambangan tersebut telah menghasilkan tingginya tingkat tembaga dan sedimen hingga hampir semua ikan menghilang dalam radius sekitar 90 mil persegi daerah basah di sepanjang sungai di sekitar lokasi mereka.(tnc/irw)
|