JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – DPR diminta untuk tidak repot merevisi UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Alasannya, tidak ada urgensi sama sekali untuk melakukan revisi terhadap UU tersebut. Upaya para politisi merevisi UU tersebut, justru diindikasikan memperlemahkan kewenangan KPK.
Mestinya, perubahan terhadap UU KPK disesuaikan dengan kebutuhan institusi penegak hukum tersebut. "Kalau KPK merasa tidak perlu, mestinya tidak perlu diubah. KPK yang paling paham, apakah UU mereka sudah memadai atau tidak, karena jangan sampai upaya untuk mengubah UU KPK, justru menjadi pintu masuk melemahkan KPK," kata Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana di gedung Kemekumham, Jakarta, Kamis (8/3).
Sebagai wakil pemerintah, Denny berjanji menolak untuk ikut dalam pembahasan RUU KPK tersebut, kalau memang arahnya untuk melemahkan KPK. Jika DPR ingin merevisi, maka harus ada jaminan bahwa KPK dikuatkan. Pasalnya, dalam proses legislasi, banyak sekali pihak yang ingin melemahkan KPK. "Nanti, kami terperangkap dalam jebakan batman,” tandasnya.
Deny menegaskan bahwa dirinya tidak setuju bila kewenangan penindakan KPK dipangkas. "Saya tidak setuju (penindakan dihilangkan). KPK harus tetap memiliki kewenangan penindakan, penyadapan, dan pencegahan. KPK harus tetap memiliki kewenangan luar biasa dalam upaya memberantas korupsi," imbuh dia.
Mantan Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum mencurigai pembahasan revisi akan dibelokkan DPR. Kemungkinan boleh jadi kewenangan KPK dalam melakukan penyadapan dan penuntutan akan dicabut. “Presiden SBY bilang bahwa posisi pemerintah tidak akan melemahkan KPK. Kewenangan penyadapan KPK tetap, kewenangan penuntutan KPK tetap, kewenangan strategis KPK juga tetap," ujarnya.
Sedangkan mantan Wakil Ketua KPK Mas Achmad Santosa mengingatkan Komisi III DPR untuk tidak melemahkan fungsi dan kewenangan KPK. Jika hal ini sampai dilakukan, DPR sebagai wakil rakyat harus siap untuk berhadapan dengan rakyat. "Dari dinamika belakangan ini, wajar kalau ada kekhawatiran revisi UU KPK akan dijadikan pintu masuk DPR untuk memperlemahan peran dan otoritas KPK,” jelas dia.
Menurut dia, upaya merivisi UU KPK tercium dengan kunjungan Panitia Kerja (panja) Komisi III DPR ke empat negara yakni Prancis, Jerman, Hong Kong dan Korea Selatan. Lawatan itu untuk mendapatkan masukan dalam melakukan revisi UU KPK. “Studi banding yang dilakukan komisi hukum ini, harus didasarkan pada tekad memperkuat peran dan kelembagaan KPK, bukan sebaliknya,” tegasnya.
Jangan Dilemahkan
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Busryo Muqodas menyerahkan sepenuhnya proses revisi pada DPR dan mengharapkan KPK tidak dilemahkan. "Sesungguhnya kami selama ini melihat UU nya sudah memadai sehingga kami tidak menemukan sedikitpun urgensi hingga harus direvisi. Sesungguhnya DPR tidak perlu repot untuk revisinya," ujarnya.
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Ketua DPR Pramono Anung membantah studi banding Komisi III ke empat negara tersebut, dianggap sebagai salah satu cara untuk mempelajari sistem perundangan korupsi yang menjadikan lembaga pemberantasan korupsi hanya sebagai pengawas. Ia justru lebih sepakat kewenangan KPK ditambah, agar memiliki nyali lebih dalam memberantas korupsi.
Namun, melihat kinerja KPK saat ini, Pramono tidak merasa terlalu puas dan tidak maksimal. Padahal, sudah diberi kewenangan yang begitu luas. "Dengan KPK yang ada sekarang tingkat korupsi kita masih tinggi, bagaimana kalau kewenangannya dikurangi. Tapi terus terang saya termasuk yang kecewa, dengan kewenangan yang dimiliki KPK. Tindakan mereka tidak cukup tajam dengan kewenangan yang istimewa itu,” tandas politisi PDIP ini.(mic/spr/rob)
|