JAKARTA, Berita HUKUM - Aliansi Kebun Untuk Rakyat (AKUR) menilai salah satu pemicu banyak konflik Argraria di tanah air saat ini, karena adanya regulasi di Permen Pertanian Nomor: 26/2007, soal aturan penggunaan luas lahan, perizinan usaha kebun, dan sistem kemitraan yang menipu petani.
Andi Mutaqin dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mengungkapkan bahwa dalam revisi Permen (26/2007), masih banyak celah didalamnya, yang dapat dimanfaatkan perusahaan perkebunan, untuk memanipulasi luas lahan yang mereka kuasai selama ini.
"Permen Pertanian ini, jelas-jelas menunjukkan arah, dan berpihak kepada pengusaha serta pemodal perkebunan," ujar Andi Jum'at (14/6) dalam diskusi di Bakoel Coffei Cikini Jakarta Pusat.
Menurut Andi yang perlu direvisi yaitu tentang pembatasan kepemilikan perkebunan untuk grup dan perusahaan.
Sementara Darto dari Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menyatakan, menurut kami pengelolaan perkebunan sawit pada masyarakat yang cukup besar saat ini, harus berdampak positif pada petani dan masyarakat disekitarnya.
Darto juga menilai ada indikasi korupsi dalam projek Kementerian Pertanian. "Dulu sempat ada program intregrasi sapi dan sawit di Kementan, namun hingga saat ini senyap," ujar Darto.
Kami sudah pernah melaporkan hal ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun belum ada respon dari KPK, dan sekarang Program yang sama tiba-tiba ada di Kementerian BUMN.
"Memang program yang ini dulu khusus untuk perkebunan. Dari kotoran sapinya, bisa digunakan untuk kompos, namun program ini sudah tidak ada khabarnya, sampai sekarang," pungkas Darto.
Dalam diskusi ini, hadir juga Achmad Surambo dari Sawit Watch, serta para pengiat anti korupsi aktifis ICW, kesimpulannya, para aktifis lingkungan dan korupsi ini, mengingatkan pemerintah agar dilibatkan dalam pembahasan revisi Permen Pertanian No:26/2007, untuk menghindari terjadinya praktek korupsi disektor pertanian, jika regulasi dibuat dengan sengaja untuk dicacat kan.(bhc/put) |