JAKARTA-Isu reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II, kembali berembus kencang. Kabarnya, sejumlah menteri masuk bidikan untuk diganti atau ditukar posisinya di kementerian lain. Namun, Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Saan Mustofa tidak tahu-menahu atas informasi tersebut. “Jika memang reshuflle benar-benar terjadi, harus mengacu pada hasil evaluasi UKP4 (Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan-red),” kata dia di Jakarta, Sabtu (16/7).
Menurut dia, hal ini sangat penting dalam menentukan menterisiapa saja yang kinerjanya tidak baik. Boleh jadi, menteri yang dalam evaluasi pertama sudah bagus, tapi saat dievaluasi kedua malah buruk. “Kalau memang kinerjanya buruk dan menjadi beban pemerintah, ya lebih baik diganti saja. Tidak ada masalah bila laporan dari UKP4 seperti itu,” tutur dia.
Saat disinggung apakah reshuffle nantinya akan mengubah peta dan jatah partai koalisi di pemerintahan, Saan mengatakan, semua itu merupakan hak prerogatif Presiden. “Seluruhnya kembali kepada Presiden. Kalau nilainya bagus, tentu akan dipertahankan, karena kami punya kepentingan. Meskipun ada konflik politik, tapi bila kinerjanya tidak bagus ya diganti,” tandasnya.
Dalam kesempatan terpisah, pengamat politik Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, reshuffle kabinet adalah sesuatu hal yang sudah pasti untuk dilakukan Presiden SBY. Hal ini untuk menetralisir jika ada polemik, setidaknya begitulah politik Citra dari Presiden SBY. “Saya sangat yakin, nantinya Presiden SBY akan tetap melakukan reshuffle kabinet. Ini sudah ditegaskan SBY sejak 2009 lalu bahwa akan ada evaluasi sampai tahapan reshuffle kabinet,” tandasnya.
Menurut Yunarto, ada tiga alasan reshuffle kabinet yang mungkin dilakukan SBY, yakni pertama paling aman adalah menarik menteri partai tertentu dan menggantinya dengan calon dari partai yang sama sehingga tidak mengganggu proporsi kursi anggota koalisi di kabinet. Kedua merampingkan koalisi tambun yang terbukti tak efektif dengan mengurangi jatah kursi parpol tertentu atau sekaligus mengeluarkannya dari koalisi.
Sedangkan yang terakhir, lanjut dia, reshuffle kabinet berdasarkan penilaian kompetensi yang diukur secara internal melalui UKPK4 dan eksternal, yaitu melalui survei. Kemudian, membentuk zakken (kabinet para ahli) tanpa mempedulikan proporsi bagi-bagi kursi. Dirinya sangat yakin, SBY hanya akan memilih alasan pertama dan kedua. Pasalnya pilihan ketiga terlalu ekstrem, karena tidak sesuai dengan gaya kepemimpinan SBY selama ini.
Negara Gagal
Sementara itu, politisi Partai Hanura, Akbar Faisal menilai, Indonesia saat ini dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Sebab, negara ini memiliki ciri sebagai negara gagal. Ciri-ciri negara gagal itu setidaknya ada lima. Semua poin itu ada di negara ini sekarang. “Negara ini sudah sangat memprihatinkan,” ujarnya.
Menurut Akbar, ciri pertama negara gagal adalah tidak ada jaminan keamanan yang diberikan oleh pemerintah. Saat ini teror, kekerasan, terjadi di mana-mana yang menegaskan pemerintah tidak bisa menjamin rasa keamanan. Kedua, pemerintah tidak bisa menyediakan kebutuhan seperti pendidikan, kesehatan dan lainnya. Sedangkan ketiga, korupsi dilakukan oleh lembaga yang seharusnya memerangi itu.
Contoh nyata, jelas dia, penangkapan Hakim. Yang bersangkutan justru ditangkap aparat penegak hukum, karena melakukan korupsi. Hakim seharusnya menjadi garda terkuat dalam pemberantasan korupsi. Ciri keempat, seringnya terjadi bentrokan horizontal. Bentrokan antar warga atau masyarakat yang saat ini menjadi sering terjadi. “Yang terakhir adalah hilangnya kepercayaan masyarakat di semua lini. Tidak saja pemerintah, tetapi kepada DPR, penegak hukum, semua tidak lagi dipercayai. Jadi Indonesia adalah negara yang gagal,” tegas Akbar Faisal.(dbs/bmo)
|