JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diminta untuk lebih mempertimbangkan kepentingan rakyat dalam perombakan (reshuffle) Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II. Untuk itu, ia harus meninggalkan pertimbangan yang lebih mementingkan partai politik.
“Perombakan kabinet harus mengacu untuk kepentingan rakyat, khususnya dalam upaya pemerintah meningkatkan kesejateraannya. Jangan sampai reshuffle itu untuk kepentingan parpol. Kepentingan rakyat harus lebih didahulukan dari pada lepentingan parpol,” kata Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo di Jakarta, Jumat (7/10).
Menurut dia, prinsip reshuffle ini bukan sekadar merombak menteri, melainkan sebuah pertaruhan sisa kepentingan Presiden SBY dan Wapres Boediono. Dalam demokrasi, intinya adalah membangun kesejahteraan rakyat. Jika rakyat belum sejahtera, berarti proses demokratisasi belum berhasil dilaksanakan secara baik oleh pemerintah.
SBY, kata Tjahjo, juga perlu mencermati masalah krusial. Semua itu harus segera diperbaiki pada sisa waktu pemerintahannya yang tingal tiga tahun ini. Pemerintah harus bisa mengatasi persoalan pokok yang dihadapi rakyat, yakni pengangguran dan kemiskinan, kenaikan harga bahan pokok serta lainnya. “Sistem presidensial harus tetap ditegakan dalam mengambil keputusan pollitik yang berpihak kepada rakyat, " jelas dia.
Kepentingan Pragmatis
Dalam kesmepatan terpisah, Wakil Sekjen Partai Demokrat Saan Mustopa menyesalkan cara pikir Sekjen PKS Anis Matta. Hal ini merupakan pola pikir tidak sehat, karena partai itu tidak berada dalam semangat reshuffle, karena lebih memikirkan untuk kepentingan Pemilu 2014. Sedangkan Presiden SBY melakukan reshuffle untuk perbaikan kinerja pemerintahannya, agar bisa memberikan kesejahteraan kepada rakyat..
PKS pun, dianggap Saan, haus kekuasaan dengan adanya pernyataan Anis Matta yang mengancam akan membuka kontrak khusus yang hanya disepakati PKS dan SBY jika menteri PKS direshuffle SBY. Sikap ini jelas-jelas menyerang Presiden, karena mengaku adanya kontrak spesial PKS dan SBY. Padahal, dalam kontrak koalisi yang baru, sesama anggota koalisi dilarang saling menyerang atau menyerang Presiden.
“Parpol koalisi jangan panik menjelang reshuffle. Jika sikap sikap PKS seperti itu, bisa disimpulkanlah haus kekuasaan. Di Koalisi ada etika dan tata krama. Partai tak perlu panik dan bermanuver menjelang reshuffle, karena Presiden memiliki hak prerogatif yang harus dikormati smeua pihak,” tandasnya.(mic/rob)
|