JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Majelis hakim memutuskan untuk memeriksa pokok perkara gugatan perbuatan melawan hukum terkait pencemaran nama baik mantan wartawan Harian Kompas Reinhard Nainggolan yang diduga dilakukan oleh sembilan pihak tergugat. Putusan itu sekaligus menolak keberatan (eksepsi) para tergugat.
Sebaliknya, majelis hakim menerima gugatan yang diajukan penggugat, karena beralasan secara hukum sehingga keberatan atau eksepsi yang disampaikan para tergugat ditolak. Perkara ini pun akan dilanjutkan. "Hasil putusan sela yang diputuskan majelis hakim memutuskan menerima materi gugatan diterima. Sidang selanjutnya akan masuk kepada pemeriksaan pokok perkara," kata Reinhard kepada wartawan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (21/2).
Dalam sidang berkutnya, Reinhard akan membawa sejumlah bukti pencemaran nama baik. Hal ini sebagai upaya untuk memperkuat pembuktian atas gugtannya tersebut. "Mediasinya gagal. Karena mereka tidak ada iktikad malah menantang kami menunjukkan bukti. Kami bawa hasil putusan pelanggaran kode etik Dewan Pers. Kami juga bawa berita Tempo yang kita nilai mencemarkan nama baik klien saya," kata kuasa hukum Reinhard, Ridwan Darmawan.
Dalam tuntutannya, Reinhard meminta pihak tergugat mengganti kerugian materil sebesar Rp 15 miliar dan immaterial sebesar Rp 100 miliar. Selain itu, ia juga meminta semua pihak tergugat meminta maaf di lima media elektronik nasional dan lima media cetak nasional.
Para tergugat tersebut, yakni PT Krakatau Steel Tbk (Tergugat I), Henny Lestari (Tergugat II), Dewan Pers (Tergugat III), PT Tempo Inti Media (Tergugat IV), Wina Armada Sukardi (Tergugat V), Bambang Hary Mury (Tergugat VI), Agus Sudibyo (Tergugat VII), PT Kompas Media Nusantara (Tergugat VIII), dan Aliansi Jurnalis Independen Jakarta (Tergugat IX).
Sementara itu, anggota Tim Advokasi Tolak Pengalihan Isu IPO KS Janses Sihaloho mengatakan, pada persidangan selanjutnya, pihaknya siap memaparkan bukti-bukti hukum yang menunjukkan bahwa para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan mencemarkan nama baik Reinhard Nainggolan. Janses berharap media massa berkenan mengawal kasus ini demi keadilan dan tegaknya kemerdekaan pers.
Janses menerangkan, kasus pengaduan Dirut Kita Communication Henny Lestari selaku Public Relation (PR) Consultant IPO PT KS Tbk kepada Dewan Pers November 2010 lalu, yang menuding wartawan pasar modal melakukan pemerasan, meminta uang Rp400 juta, dan meminta jatah saham, telah berdampak meluas. Beberapa diantaranya, pembunuhan karakter dan pencemaran nama baik wartawan yang meliput di Bursa Efek Indonesia.
Keluarnya Keputusan Dewan Pers yang menyatakan empat wartawan melanggar Kode Etik Jurnalistik, dan diikuti dengan pemberhentian Reinhard Nainggolan sebagai wartawan Harian Kompas. Selain itu, insan pers Indonesia juga terpecah belah akibat politik adu domba yang dilakukan Henny Lestari.
Tim Advokasi Tolak Pengalihan Isu IPO KS juga menilai pengaduan tidak berdasar itu merupakan upaya pembungkaman kebebasan pers yang bertujuan mengalihkan isu skandal IPO PT KS. Janses mengklaim, berdasarkan data dan fakta yang dimiliki, pengalihan isu IPO PT KS ini dilakukan Henny Lestari bersama sejumlah pihak secara terencana dan sistematis sehingga dapat digolongkan sebagai konspirasi terselubung. Konspirasi ini memiliki agenda menyingkirkan sejumlah wartawan yang selama ini cukup kritis menulis berbagai kejanggalan IPO KS, khususnya Reinhard Nainggolan.
"Dengan memanfaatkan kedekatan hubungannya dengan sejumlah anggota Dewan Pers, yang kemudian kami duga ikut terlibat langsung maupun tidak langsung dalam pengalihan isu skandal IPO Krakatau Steel, Henny Lestari menyebar fitnah dan data yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Fitnah tersebut pertama kali disampaikan Henny Lestari dalam pertemuannya dengan anggota Dewan Pers Bambang Harymurti dan Agus Sudibyo di Restoran Sushitei, Plaza Senayan, 12 November 2010," ujar Janses.
Fitnah itu lantas disebarluaskan oleh anggota Dewan Pers Wina Armada serta Ketua AJI Jakarta Wahyu Dhyatmika dan Sekretaris AJI Jakarta Umar Idris melalui sejumlah pernyataan di media massa. Pernyataan menghakimi itu disampaikan tanpa pernah melakukan verifikasi kepada wartawan yang dituduh melakukan pemerasan, meminta uang Rp400 juta, dan meminta jatah saham PT KS.
Secara sadar dan sengaja Dewan Pers kemudian memproses fitnah yang dilontarkan Henny Lestari dengan tidak lagi memperhatikan prosedur pengaduan ke Dewan Pers. Henny Lestari dalam posisinya sebagai PR Consultant Krakatau Steel tidak pernah bersedia melakukan pengaduan secara resmi dan formal kepada Dewan Pers sebagaimana diatur dalam prosedur pengaduan ke Dewan Pers Pasal I ayat 3-5 yang menyatakan, ´Pengaduan dapat dilakukan secara tertulis atau datang ke Dewan Pers´ (ayat 3); ´Pengadu wajib mencantumkan nama dan alamat lengkap. (dbs/bie)
|