JAKARTA, Berita HUKUM - Pemerintahan Republik Indonesia pimpinan Joko Widodo (Jokowi) - Jusuf Kalla (JK) masih berpihak pada kepentingan rokok. "Atas dasar itulah pemerintah Jokowi-JK mendapatkan rapor merah dalam kaitannya melindungi masyarakat Indonesia dari ancaman rokok dalam kebijakan industri rokok," terang Direktur Raya Indonesia, Hery Chairiansyah, saat mengadakan konferensi pers bertajuk 'Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat pada, Selasa (29/12).
Pembukaan undang-undang 1945 menyatakan bahwa, tujuan didirikannya negara ini adalah untuk 'Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial'
Di dalam pasal 28 ayat 1 sendiri menyerukan hal senada juga agar 'Menjamin setiap warga negara untuk hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal dan menempatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Persepsinya menegaskan, kebijakan dan arah pembagunan pemerintah Jokowi tidak berpihak kepada perlindungan masyarakat terhadap bahaya rokok "pertama adalah bisa dilihat dari lahirnya RUU pertembakauan di DPR," ungkap Hery Chairiansyah.
Yang menunjukkan rapor merah di pemerintahan Jokowi, lanjut Herry lagi bahwa, Kementerian Perindustrian juga telah menyatakan bahwa, kretek merupakan warisan budaya bangsa, padahal menurutnya, gagasan tersebut telah ditolak oleh publik.
"Ketiga pemerintahan Jokowi juga telah menerima investasi Philips Morris di Indonesia seharga lebih dari 2 miliar US dolar. Investasi ini akan memberikan perlindungan dan jaminan agar berkembang dan mendapatkan untung, ini logika bisnisnya," jelas Hery Chairiansyah.
Tidak hanya itu, kata dia, bahkan Kementerian Koordinator bidang Polhukam pernah mempertanyakan dan meminta pemerintah daerah untuk mencabut pelarangan iklan rokok luar ruangan, seperti di Padang Panjang, Kulonprogo, kota Bogor. Padahal, kata dia, inisiatif tersebut lahir karena pemerintah pusat tidak hadir dalam melindungi masyarakatnya.
Sementara itu, ditempat yang sama, Koordinator Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau, Ifdhal Kasim mengatakan, Kementerian Perindustrian telah menargetkan pertumbuhan industri rokok 5 sampai 7,4 persen setiap tahunnya. Kebijakan tersebut, kata dia, akan mendorong meningkatkan produksi rokok di Indonesia menjadi 524 milliar batang pada tahun 2020.
"Kebijakan ini akan meningkatkan konsumsi dan impor daun tembakau dari luar negeri," pungkas Ifdhal Kasim.(bh/bar) |