JAKARTA, Berita HUKUM - Rakyat Indonesia masih dibebani oleh obsesi dan target ekonomi pemerintah. Utang pemerintah yang mencapai Rp4.000 triliun harus ditanggung rakyat lewat pajak. Pemerintah berobsesi, rakyat menanggung.
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengemukakan hal tersebut, Senin (20/6) menyikapi anggaran belanja terkini. "Sumber belanja pemerintah sebesar-besarnya berasal dari pajak yang ditarik dari rakyat. Buktinya, dalam tiga tahun terakhir, besar pajak dari total penerimaan negara rata-rata di atas 80 persen."
Keringat rakyat terus diperas untuk membiayai belanja pemerintah. Bahkan, defisit keseimbangan primer yang sudah mencapai lebih dari Rp300 triliun dibayar oleh rakyat dari pungutan pajak. Justru subsidi BBM yang jadi hak rakyat malah dicabut dan dipaksa membeli BBM jauh lebih mahal dari harga pasar. Pemerintah ingin dapat uang cash untuk membiayai semua belanja.
Apalagi, sambung politisi Partai Gerinda ini, belanja dan investasi pemerintah kurang menyentuh sektor riil. Akibatnya daya beli masyarakat melemah. "Ujungnya, pertumbuhan yang ditargetkan 5,3% tidak akan tercapai. Bahkan, pertumbuhan yang sifatnya konsumtif itu hanya akan dinikmati oleh 20% orang terkaya. Sedang, 80% orang sisanya rentan tertinggal."
Menurutnya, posisi ekonomi konsumtif seperti itu tidak akan menggerakkan ekonomi domestik yang menghasilkan nilai tambah. Sebaliknya, pasar domestik hanya jadi arena jualan barang-barang asing. "Dampaknya, APBN kita akan terus defisit. Bahkan, defisitnya bisa melampaui 3% yang disyaratkan UU Keuangan Negara," ungkap Heri.
Ketika belanja pemerintah tidak diarahkan untuk sektor riil, seperti pertanian, perikanan, UMKM, maka ekonomi akan terus tergerus yang menciptkan 1% orang yang menguasai 50% kekayaan nasional. Dan celakanya, semua dibiayai oleh rakyat yang sudah berlelah-lelah menghasilkan devisa yang terus menipis.
Melihat semua fakta negatif ini, politisi dari dapil Jabar IV itu kemudian menyarankan agar utang dikelola dengan hati-hati dan keseimbangan primer yang makin lebar harus disetop, bila pemerintah tidak ingin bergantung pada utang. Belanja dan investasi juga harus diarahkan pada sektor riil dan produktif. Dan infrastruktur perlu dibangun lewat skema public-private partnership yang pro kepentingan rakyat.(mh/DPR/bh/sya) |