Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Legislatif    
Aceh
Rafli: Sektor Perikanan Andalan Aceh Barat
Friday 26 Dec 2014 03:12:50
 

Rafli sedang mendengarkan penjelasan Nelayan di Pantai Sarait Meulaboh.(Foto: Istimewa)
 
ACEH BARAT, Berita HUKUM - Dalam kesempatan menghadiri undangan acara pembukaan Pekan Kebudayaan Aceh di Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat pada, Sabtu, (20/12) lalu, Rafli, anggota DPD RI asal Aceh, sengaja mengajak Kepala Bidang Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Aceh Barat untuk bincang-bincang dengannya mengenai perikanan di Aceh Barat.

“Perikanan merupakan salah satu sektor yang diprioritaskan Pemerintah. Kami dari komite II DPD RI telah melakukan rapat dengar pendapat dengan Menteri Kelautan dan Perikanan, Ibu Susi Pujiastuti tempo hari, dan secara khusus saya sudah memberikan input kepada beliau mengenai beberapa hal menyangkut kelautan dan perikanan di Aceh, antara lain tentang pembangunan pusat pemantauan dan pengawalan laut di Lampulo, Banda Aceh, yang akan dapat mengontrol perairan Selat Malaka, sekaligus laut Samudera India di sebelah barat dan selatan Aceh,” tutur Rafli dalam bincang-bincang tersebut.

Pembangunan pusat pemantauan laut di Lampulo, menurut Rafli, sangat diperlukan untuk penyelamatan hasil kekayaan laut Aceh secara berkelanjutan dari jarahan nelayan asing.

Sementara Kabid Tangkap DKP Aceh Barat, Iqbal, mengutarakan beberapa persoalan yang dihadapi pihaknya.

Persoalan yang sempat muncul di Aceh Barat, kata Iqbal, adalah maraknya penangkapan ikan dengan menggunakan pukat tarik (hela). Pukat ini meskipun tidak mengusik terumbu karang seperti lazimnya trawl, tapi mengancam perkembangbiakan ikan di perairan pesisir sebab mata jaringnya yang berukuran di bawah satu inci.

“Pukat ini bisa menyapu semua ikan dalam berbagai ukuran. Tapi masalah ini untuk sementara waktu sudah dapat diatasi lewat kesepakatan dengan para nelayan, untuk menggunakan pukat bermata jaring lebih besar,” jelas Iqbal.

Iqbal juga mengutarakan, pihaknya sekarang sedang berencana untuk memberikan bantuan alat tangkap kepada nelayan pukat darat yang semakin berkurang jumlahnya.

“Kita rencanakan sekitar 30 unit alat tangkap pukat darat yang akan kita usahakan untuk masyarakat nelayan di Aceh Barat, di samping juga akan kita lakukan pembersihan laut di lokasi tepi pantai, karena lokasi itu dulunya merupakan daratan sebelum dihantam tsunami. Jadi banyak sekali sisa-sisa pohon kayu yang sekarang muncul kembali dan menyulitkan nelayan pukat darat di Meulaboh melakukan penangkapan,” tutur Iqbal.

Rafli menyambut baik rencana tersebut dan menyatakan siap membantu, namun ia juga mengingatkan agar berbagai program itu adalah untuk menyejahterakan masyarakat nelayan Aceh Barat.

“Kita akan berusaha tapi yang menentukan adalah Allah Yang Maha Kuasa,” katanya.

Sebagai perwakilan daerah di Senayan, Senator asal Aceh ini berharap pemerintah Aceh Barat, dalam hal ini, Dinas Kelautan dan Perikanan, untuk semakin meningkatkan kerja nyatanya demi kesejahteraan rakyat.

“Program-program itu jangan dijadikan jembatan untuk mengeruk keuntungan pribadi, atau untuk semata-mata mengambil manfaat lain di luar kepentingan rakyat,” tegasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Senator Rafli dengan ditemani Iqbal dan Gusdin, tokoh masyarakat nelayan Meulaboh, menyempatkan diri untuk berkunjung ke Padang Sirahet, salah satu perkampungan nelayan di Meulaboh, untuk melihat dari dekat aktivitas nelayan.

Rafli sempat berbincang-bincang dengan seorang ibu rumah tangga pengusaha,udeungsabee (ebi) yang sedang mengeringkan (ebi). Ibu tersebut mengatakan, ia hari ini membeli udeungsabeedari nelayan seharga Rp. 1,4 juta, yang setelah dikeringkan menjadi sekitar 60 kg. Untuk satu kilonya, kata ibu itu, ia bisa menjualnya sampai dengan Rp. 27.000,'.

Anggota DPD RI ini juga berjumpa dengan sekelompok nelayan pukat darat. Seorang di antara mereka adalah pawang yang sudah berusia lanjut, Abdul Mutalib atau yang akrab disapa dengan Apa Teih. Ia masih bertahan dengan cara penangkapan pukat darat dan tidak pernah tertarik untuk beralih ke pukat tarik (hela).

Menurut Rafli, penangkapan ikan dengan cara ini tidak hanya berdimensi ekonomis dan ekologis tapi juga budaya. “Ini perlu dilestarikan,” ungkapnya.(tag/bhc/sya)



 
   Berita Terkait > Aceh
 
  Dapil 1 di Aceh Besar Banda Aceh Tgk. Mustafa Pecah Telor Hantar Wakil PDI-Perjuangan
  Hina Rakyat Aceh Secara Brutal, Senator Fachrul Razi Kecam Keras Deni Siregar
  Eks Jubir GAM Yakin Aceh Aman Jelang HUT GAM dan Pemilu 2019
  Mendagri: Jangan Menyudutkan yang Berkaitan dengan Dana Otsus
  Wabup Aceh Utara Minta Masyarakat Gunakan Hak Pilih
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2