JAKARTA, Berita HUKUM - Jakarta, 25 Juni 2013. Hari ini (25 Juni 2013), DPR RI dikabarkan akan mengesahkan RUU Ormas, bersikerasnya DPR RI untuk mengesahkan RUU ini, semakin memperjelas bagaimana wakil rakyat memandang dan menempatkan masyarakat sipil sebagai ancaman bagi negara.
DPR dan Pemerintah selalu beranggapan rakyat sebagai “musuh”, bukan sebagai bagian dari negara itu sendiri. Karena itu yang digunakan oleh pemerintah untuk mengatur rakyat, selalu dengan pendekatan keamanan dan politik. Hal ini menegaskan ada oligarki politik dan ekonomi yang tidak menghendaki masyarakat sipil kritis dan kuat.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) sebagai bagian dari Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB) menolak pengesahan RUU Ormas, karena kami menilai bahwa pengesahan RUU ini menjadi signal bahwa bangsa ini akan berada pada situasi darurat demokrasi.
RUU Ormas ini berhasrat kuat mengendalikan organisasi masyarakat sipil dalam berorganisasi, berserikat dan menyampaikan pendapatnya. Pada akhirnya, RUU menutup ruang demokrasi dan melengkapi berbagai paket UU yg mengancam kehidupan rakyat seperti UU PKS.
Akan terjadi membungkam suara kritis yang selama ini diperankan oleh banyak organisasi masyarakat sipil terhadap kebijakan pemerintah yang tidak beda dengan orde baru dengan membungkam suara kritis yang selama ini diperankan oleh banyak organisasi masyarakat sipil terhadap kebijakan pemerintah.
Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Abetnego Tarigan menyatakan bahwa “kehadiran RUU ini tidak bisa dilepaskan dari situasi ekonomi politik dimana investasi meminta jaminan stabilitas keamanan dari negara, karena di banyak tempat bermunculan aksi-aksi penolakan petani, masyarakat adat dan nelayan terhadap investasi yang mengancam keberlanjutan sumber kehidupan rakyat, dan banyaknya aksi buruh yang menolak sistemoutsourcing yang tidak lebih menjadi praktek buruk perbudakan modern. Artinya, RUU ini menjadi garansi dari negara kepada investor untuk terus berinvestasi dan merampas sumber daya alam dan sumber-sumber kehidupan rakyat.
RUU ini satu paket dengan kebijakan lain di sektor ekonomi yang sudah dikeluarkan sebelumnya oleh pemerintah yakni dan UU Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dan Perpres 32/2011 tentang proyek MP3EI”.
Dalam konteks penyelamatan lingkungan hidup, RUU Ormas ini justru bertentangan dengan UU No. 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang memberikan ruang bagi masyarakat sipil berperan aktif dalam penyelamatan lingkungan.
RUU Ormas ini justru membatasi dan bahkan mengancam suara kritis masyarakat yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidupnya. Padahal, dalam demokratisasi pengelolaan sumber daya alam membutuhkan institusi masyarakat sipil yang kritis dan kuat, dan disanalah harusnya negara mengambil peran untuk menguatkan masyarakat sipil sebagaimana dimandatkan dalam Konstitusi, bukan memperlemahnya dengan memaksa pengesahan RUU Ormas.(wlh/bhc/rby) |