AMERIKA SERIKAT, Berita HUKUM - Aparat Amerika Serikat memberlakukan jam malam di Kota Baltimore menyusul demonstrasi menentang kematian seorang pria saat ditahan polisi. Begitu malam tiba, tayangan video yang diabadikan dari helikopter menunjukkan sejumlah gedung di pusat kota dilalap api. Beberapa toko, termasuk sebuah apotek, dijarah dan dirusak.
Gubernur Negara Bagian Maryland Larry Hogan menerapkan status darurat dan mengerahkan garda nasional. Adapun Wali Kota Baltimore, Stephanie Rawlings-Blake, mengatakan ada perbedaan yang jelas antara ‘pawai damai demonstran pencari keadilan’ dan ‘bandit penghasut kekerasan’.
“Kami menggelar semua sumber daya untuk mengambil alih kendali situasi,” ujar Rawlings-Blake.
Dia pun memerintahkan jam malam selama satu pekan yang dimulai setiap pukul 22.00-05.00 sejak Selasa (28/4).
Tahanan
Aksi protes bermula setelah Freddie Gray, seorang warga kulit hitam, meninggal dunia pada 19 April. Sebelumnya, dia berada dalam keadaan koma selama sepekan. Diduga ia disiksa oleh polisi saat ditahan pada 12 April lalu.
Aparat telah menskors enam polisi yang terlibat dalam kasus itu.
Kalangan masyarakat yang tidak menerima kematian Gray kemudian melancarkan protes di luar Balai Kota Baltimore pada Sabtu (25/04). Sekitar 1.200 orang menghadiri demonstrasi tersebut.
Namun, protes itu berubah menjadi aksi kekerasan. Kepolisian mencatat telah melakukan 34 penahanan sejak unjuk rasa dimulai. Adapun 15 polisi mengalami cedera akibat terkena lemparan batu dan botol.
Menurut laporan intelijen polisi, sejumlah anggota dari berbagai kelompok kriminal, termasuk Black Guerrilla Family, Bloods, dan Crips turut berpartisipasi mengincar polisi.
Para pejabat kota Baltimore menyamakan aksi kekerasan di kota itu seperti ketika pegiat hak-hak sipil kulit hitam Dr Martin Luther King dibunuh pada 1968.
Aksi kekerasan yang dipicu penahanan warga kulit hitam oleh polisi marak terjadi di AS sejak tahun lalu.(BBC/bh/sya) |