JAKARTA, Berita HUKUM - Pangkal Pinang (9/12) Indonesia adalah penghasil timah terbesar pertama di dunia dari kegiatan penambangan. Indonesia menyumbang 1/3 timah dunia per tahun. Sebagaian besar timah ini berasal dari Kepuluan Bangka Belitung. Sebagian besar diekspor ke luar negeri, yakni Singapura 58%, Malaysia13%, Jepang 7%, dan Belanda 6%. Timah Bangka digunakan oleh merek-merek elektronik global terkenal, perusahaan penghasil handphone, atau komputer, Senin (9/12).
Namun kehancuran lingkungan parah telah terjadi di Bangka. Wilayah laut Bangka Belitung adalah salah satu lokasi terumbu karang utama dunia. Kegiatan penambangan telah menyebabkan sedimentasi membuat terumbu karang hancur (bleaching). Akibatnya, tangkapan nelayan berkurang hingga 80%. Disamping itu, penambangan timah pun kini marak dilakukan di laut.
Sehingga selain sedimentasi yang bisa menyebar hingga radius lebih dari 20 kilometer, ekosistem laut pun dirusak, dibongkar. Pemulihan ekosistem laut adalah lambat dan membutuhkan biaya mahal. Akibatnya, sering terjadi konflik antara nelayan dan kegiatan penambangan.
Sementara itu, kerusakan di darat pun belum tertangani. Lubang-lubang tambang di darat yang tidak dikreklamasi menjadi sarang nyamuk malaria. Pulau Bangka adalah salah satu provinsi dengan penderita malaria tertinggi di Indonesia. Lebih parah lagi, material tanah yang terbuka tidak direklamasi menyebabkan bahan radioaktif alami memancarkan radiasi ke lingkungan sekitar.
Tingkat radiasi radiaoaktif Pulau Bangka adalah tiga kali lipat lebih tinggi dari normal. Diantara bahan radioaktif alami tersebut adalah Radon. Di Amerika Serikat, Radon tercatat sebagai zat penyebab kanker paru terbesar kedua. Jumlah penderita TB paru cukup tinggi di Bangka, dan gejala TB paru adalah mirip dengan penyakit terpapar radiasi radioaktif Radon.
Sampai saat ini pemerintah belum serius melaksananan tindakan pengalaman atau pengamanan? kesehatan warga dan penambang dari paparan bahaya radioaktif.
Angka kecelakaan penambangan timah di Bangka sangat tinggi, yakni lebih dari 50 orang meninggal setiap tahunnya. Kegiatan penambangan timah juga seringkali melibatkan anak-anak.
Pada minggu ini asosiasi industri tambang timah (ITRI-International Tin Resarch Institute) dan asosiasi perusahaan elektronik internasional mengadakan pertemuan di Bangka. Pertemuan tersebut dilatarbelakangi oleh kampanye yang dilakukan oleh organisasi lingkungan hidup menuntut industri elektronik global bertanggung jawab memperbaiki lingkungan hidup dan sosial Kepulauan Bangka Belitung akibat kegiatan penambangan timah.
Ratno Budi, Direktur Eksekutif WALHI Bangka menyatakan, “setelah puluhan dekade Bangka Belitung dikeruk untuk timah global, saat ini waktunya untuk perbaikan. Sudah saatnya produksi timah dari Bangka dikurangai secara cepat tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat lokal karena telah melampaui daya dukung lingkungan hidup pantai, darat dan adanya bahaya radioaktif. Timah harus diperoleh dari daur ulang.
Negeri Amerika Serikat tak memiliki tambang, tapi bisa sebagai penghasil timah terbesar dunia dari daur ulang. Indonesia akan rugi terus bila diposisikan sebagai penghasil timah dari kegiatan penambangan semantera manufaktur elektronik justru terjadi di luar”.
Pius Ginting, Manajer Kampanye Tambang dan Energi WALHI mengatakan, “saatnya pemerintah, industri tambang dan perusahaan elektronik mempedulikan biaya kerusakan lingkungan hidup dan sosial yang terjadi, dengan melakukan tindakan pemulihan lingkungan, tidak melakukan penambangan di wilayah tangkap nelayan dan dikawasan laut, memastikan timah yang merek global pakai tidak menyebabkan jatuhnya korban, melakukan penyebaran informasi dan upaya-upaya untukkesehatan warga dari bahaya radioaktif efek dari tambang timah”.(wlh/bhc/rby) |