JAKARTA, Berita HUKUM - Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2014 yang telah disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di depan Sidang Paripurna DPR-RI, dimana pendapatan negara 2014 diperkirakan sebesar Rp. 1.662,5 triliun atau meningkat sebesar 10,7 persen dari target APBNP 2013 menunjukkan ruang ekspansi yang terukur dan terkendali.
Demikian disampaikan pakar ekonomi sekaligus Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan, Prof. Firmanzah, Ph.D, di Jakarta, Senin (19/8) pagi, menanggapi postur RAPBN 2014 sebagaimana disampaikan Presiden SBY, Jumat (16/8) lalu.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, anggaran belanja negara dalam RAPBN 2014 direncanakan mencapai Rp. 1.816,7 triliun atau meningkat sebesar 5,2 persen dari pagu anggaran APBNP 2013. Sehingga defisit anggaran sebesar Rp. 154,2 triliun atau 1,49 persen terhadap PDB. Rasio defisit fiskal terhadap PDB untuk rancangan APBN 2014 jauh lebih kecil apabila kita bandingkan dengan APBNP 2013 yang ditargetkan sebesar 2,38 persen.
“Postur seperti ini menunjukkan tingginya komitmen pemerintah untuk tetap melakukan ekspansi guna mendorong target tercapainya pertumbuhan ekonomi 2014,” papar Firmanzah.
Namun belajar dari pengalaman pengelolaan ekonomi di masa lalu, terutama di saat krisis ekonomi dunia seperti saat ini, menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu, prinsip-prinsip kehatai-hatian (prudent) perlu semakin ditingkatkan. Oleh karena itu, ia memahami jika ekspansi fiskal 2014 dilakukan dengan menurunkan target defisit hanya sebesar 1,49 terhadap PDB. Sebab, ruang ekspansi fiskal yang terlalu berlebihan diluar kemampuan negara akan meningkatkan vulnerabilitas fundamental ekonomi nasional.
“Kasus munculnya krisis ekonomi di sejumlah negara di Eropa, dewasa ini, menjadi pembebelajaran yang baik bagi kita semua dalam mengelola ekonomi nasional,” tutur Firmanzah.
Mengenai asumsi pertumbuhan ekonomi 2014 sebesar 6,4 persen sebagaimana disampaikan Presiden SBY, menurut Firmanzah, kita semua berharap dan terkonfirmasi oleh sejumlah lembaga internasional yang menunjukkan adanya perbaikan kinerja ekonomi global pada 2014. Misalnya, IMF memprediksi ekonomi dunia 2014 dapat tumbuh 3,8 persen lebih tinggi dari prakiraan 2013 sebesar 3,1 persen.
Lebih tingginya target pertumbuhan ekonomi dunia, lanjut Firmanzah, diharapkan akan memperbaiki permintaan ekspor global khusunya permintaan dan harga komoditas dunia. “Sebagai negara yang memiliki porsi ekspor produk komoditas, Indonesia diproyeksikan dapat memperbaiki kinerja neraca perdagangan dan neraca pembayaran 2014. Hal ini tentunya baik untuk menopang target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4 persen di tahun 2014,” ujar Firmanzah.
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan itu mengemukakan, upaya menjaga defisit fiskal dengan ruang ekspansi juga dilakukan melalui beberap strategi, di antaranya melalui peningkatan optimalisasi serapan anggaran melalui serangkaian kebijakan seperti penyederhanaan prosedur, persiapan penganggaran yang lebih baik serta peningkatan capacity-building.
Selain itu, target pembangunan infrastruktur juga terus dilakukan dengan melibatkan BUMN dan swasta nasional dalam skema public-private-partnership (PPP). Disamping, upaya untuk melakukan penghematan belanja pemerintah dan meningkatkan alokasi anggaran untuk program yang lebih tepat sasaran juga terus dilakukan.
“Ini ditujukan agar anggaran pemerintah memiliki dampak yang lebih langsung dan luas terhadap upaya pengentasan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja serta peningkatan kesejahteraan nasional,” terang Firmanzah.
Dua Periode Kepresidenan
Terkait dengan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 termasuk Pemilihan Presiden (Pilpres), Prof. Firmanzah tidak menampik kemungkinan jika APBNP 2014 mendatang akan dilaksanakan oleh dua periode kepresidenan. Hal ini karena sesuai konstitusi, Presiden SBY tidak mungkin lagu maju dalam Pilpres 2014 mendatang.
Terkait hal itu, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan itu menyebutkan, berharap, siapapun Presiden terpilih beserta para anggota kabinet tetap menjalankan amanat UU APBN yang telah menjadi ketetapan konstitusi. Perubahan dan penyesuaian, lanjutnya, sangat dimungkinkan dengan tata cara yang juga telah diatur selama ini.
“Hal ini penting dikarenakan penuntasan program kerja dan anggaran selama tahun anggaran dari 1 Januari-31 Desember menjadi amanat konstitusi bagi siapapun yang akan memimpin negeri ini. Konstitusi mengatur penganggaran serta pertanggungjawaban anggaran negara tidak mengenal pengecualian termasuk pergantian Kepemimpinan dan Perbedaan Partai Politik pemenang Pemilu,” jelas Firmanzah.
Dalam konteks ini, Firmanzah mengingatkan pentingnya siapapun Calon Presiden (Capres) 2014 beserta Tim Sukses untuk memperhatikan serta mengikuti Rancangan APBN dalam bentuk RUU APBN kepada DPRI RI saat ini dan tahun depan, karena siapapun Capres dan Kabinet 2014-2019 masih akan menjalankan amanat UU APBN 2014 (Oktober-Desember 2014) dan UU APBN 2015 (Januari sampai dengan disahkan APBN Perubahan 2015).
“Kesesuaian dengan Janji Politik dan Program 100 hari yang akan disampaikan selama Kampanye Pilpres 2014 perlu melihat mata anggaran baik yang tertuang dalam APBN maupun APBN-Perubahan 2014,” tukas Firmanzah.
Ia mengingatkan, kita semua tentunya tidak menginginkan Janji Politik dan Program 100 hari kerja Presiden terpilih pada 2014 tidak dapat direalisasikan atau kurang optimal. Terlebih hal ini hanya dikarenakan kurang memperhatikan program kerja serta mata-anggaran yang telah tertuang pada UU APBN maupun APBN-P yang disusun pada 2013 dan 2014.
“Karena itu, siapapun Capres dan Tim Sukses perlu memperhatikan dan mempelajari pos dan mata anggaran yang tertuang dalam APBN,” tegas Firmanzah.
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan itu berharap siapapun Capres yang akan muncul dalam Pemilu 2014 untuk mempertimbangkan tawaran Presiden SBY di sejumlah kesempatan yang ingin mengundang dan berkomunikasi dengan siapapun Presiden terpilih 2014-2019 terkait dengan APBN 2014 dan APBN 2015.
Hal ini dilakukan tidak hanya menjamin proses transisi program kerja pemerintah dan anggaran yang telah menjadi produk UU dapat berjalan dengan baik, tetapi juga terjadinya budaya transisi-kepemimpinan yang baik di negeri ini.
“Bagaimanapun juga rakyat Indonesia tetap menginginkan pemimpin baru menjalankan roda pemerintahan secara konstitusional, terjaminnya transisi kepemimpinan, pelaksanaan serta penyempurnaan program kerja nasional secara berkelanjutan,” pungkas Firmanzah.(skb/bhc/rby) |