JAKARTA, Berita HUKUM - Peraturan larangan untuk memakai jilbab bagi polisi wanita (polwan) yang tercantum dalam surat keputusan (SK) Kapolri harus dibuat lebih fleksibel. Sebab, jangan sampai larangan tersebut melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) bagi polwan.
Hal tersebut disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR Fraksi PDIP Eva Sundari, Rabu (19/6).
"Memang ada SK soal seragam yang standar, tetapi tidak ada larangan jilbab. Jadi, sama seperti soal giwang, bedak, asesori termasuk jilbab biar urusan masing-masing individu polwanlah enggak usah dilarang. Toh selama inipun hal tersebut bisa dinegosiasi," ucap Eva menanggapi SK larangan Polwan memakai jilbab.
Menurut dia, SK tersebut harus sesuai dengan HAM karena Polri juga bertugas menjaga HAM. "Jadi baik ke dalam maupun ke luar harus konsisten, supaya legitimate," ucapnya.
Meski demikian, sambung Eva, profesionalitas harus dijunjung tinggi oleh semua aparat dan semua pihak tidak menginginkan pelayanan terpisah (disaggregate). Misalnya, polwan yang berjilbab lalu hanya mau melayani perempuan dan muslimah.
"Filosofi dibalik seragam yang tidak primordial harus tetap ditegakkan. Para polwan yang berjilbab juga harus bersedia dinilai soal imparsialitas dan independensinya dalam pelayanan ke publik," tambahnya.
Sebelumnya, Polri telah melarang polisi wanita (polwan) mengenakan jilbab karena dinilai melanggar aturan seragam Polri sebagaimana yang tercantum dalam Keputusan Kapolri Nomor Pol: Skep/702/IX/2005 tentang sebutan penggunaan pakaian dinas seragam Polri dan PNS polisi.
Pihak Kepolisian menegaskan bahwa penggunaan jilbab oleh polwan belum dicantumkan dalam aturan umum seragam kepolisian. Oleh sebab itu, penggunaan jilbab oleh polwan di luar Nanggroe Aceh Darussalam dinilai sebagai pelanggaran.
Mabes Polri sudah menyatakan tidak ada pelarangan secara khusus bagi polisi wanita untuk mengenakan jilbab. Namun, juga belum ada aturan yang memperbolehkan jilbab secara khusus. Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Agus Rianto menjelaskan, klausul seragam dalam Skep Kapolri nomor 702/IX/2005 tidak melarang Polwan menggunakan jilbab. “Kami tegaskan, tidak ada secara khusus larangan di aturan itu,” katanya.
Mantan Kabid Humas Polda Papua itu menjelaskan, aturan seragam adalah hal yang wajar di semua instansi. “Kita hanya mengatur seragam bagi anggota Polri dan PNS Polri agar tertib, kecuali Polwan yang bertugas di Aceh memang harus pakai jilbab,” katanya.
Agus menjelaskan, peraturan secara khusus soal jilbab polwan memang belum diatur. Karena itu, dia berharap tidak ada pihak-pihak yang menuding polisi melanggar hak asasi manusia.
Dari catatan, Kapolda Jawa Timur saat dijabat Irjen Anton Bachrul Alam sudah memperbolehkan polisi wanita mengenakan jilbab. Polwan yang bertugas di sekretariat Kapolda saat itu juga mengenakan hijab. Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin meminta Polri membatalkan larangan tersebut. Menurut dia, larangan itu merupakan pelanggaran atas HAM, khususnya hak kebebasan menjalankan ajaran agama. “Yang justru ini harus dipenuhi karena dijamin oleh konstitusi,” kata Lukman.
Dia juga menyatakan, kalau tak ada yang dirugikan dari penggunaan jilbab oleh polwan di kalangan institusi kepolisian. Penggunaannya tidak akan mempengaruhi kinerja, kedisiplinan, dan keserasian anggota Polri. “Sudah banyak instansi dan lembaga pemerintahan yang membolehkan jilbab, dan itu sama sekali tak membawa dampak negatif apapun,” tandas wakil ketua DPP PPP tersebut.
Lukman Hakim kemudian mengingatkan terkait pelarangan memakai jilbab yang juga sempat muncul di era orde baru untuk pelajar putrid. Karena desakan dan aspirasi yang kuat dari masyarakat, aturan tersebut akhirnya dicabut. “Nah, kini kita berharap Polri bisa segera mengubah keputusannya terkait pakaian dinas. Sebelumnya kita mengapresiasi Polri yang telah membolehkan polwan kenakan celana panjang,” pungkasnya.
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil mengatakan, DPR akan secara khusus meminta penjelasan Kapolri. “Supaya tidak ada keresahan di lapangan,” katanya.
Di luar negeri, jilbab bagi petugas justru diperbolehkan. “Memang terdapat aturan penggunaan seragam umum. Namun mereka juga menghormati kekhasan yang dianut oleh penganut agama atau aliran tertentu,”katanya.
Penggunaan jilbab tidak akan menyebabkan kinerja polwan turun. Bahkan mungkin polwan bisa bekerja dengan lebih mudah jika memakai jilbab, karena lebih dihargai ketika menjalankan tugasnya di tengah masyarakat muslim. “Argumentasi Polri soal penyeragaman itu saya kira berlebihan,” katanya.
Secara terpisah, komisioner Komnas HAM Siti Noor Laili mengatakan, jilbab merupakan pakaian yang dianjurkan bagi muslimah yang ingin menjalankan ibadah sesuai dengan perintah agama. “Itu merupakan hak bagi Polwan yang memang ingin menggunakan jilbab,” katanya.
Jilbab tidak perlu dianggap sebagai hambatan tugas. “Ini sudah era modern. Tidak ada halangan bagi muslimah untuk berprestasi di bidang apapun. Jaksa dan hakim juga sudah banyak yang mengenakan jilbab,” katanya.(dbs/bhc/opn) |