GORONTALO, Berita HUKUM - Pergaulan seks bebas di kalangan remaja Gorontalo bahkan di Indonesia saat ini memang sangatlah memprihatinkan, berdasarkan beberapa data, di antaranya dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan bahwa, sebanyak 32 persen remaja usia 14 hingga 18 tahun di kota-kota besar di Indonesia (Jakarta, Surabaya, dan Bandung) pernah berhubungan seks.
Hasil survei lain juga menyatakan, satu dari empat remaja Indonesia melakukan hubungan seksual pranikah dan membuktikan 62,7 persen remaja kehilangan "PERAWAN" saat masih duduk di bangku SMP, dan bahkan 21,2 % di antaranya berbuat ekstrim, yakni pernah melakukan aborsi. Aborsi dilakukan sebagai jalan keluar akibat dari perilaku seks bebas.
Suatu prestasi buruk yang sangat mencengangkan ditujukan bagi semua "ORANG TUA" yang membacanya, dengan perkembangan zaman dan dunia teknologi yang terus berkembang, secara logika, angka-angka tersebut tidak mungkin mengalami penurunan, bisa jadi yang terjadi adalah angka-angka tersebut semakin bertambah.
Ancaman pola hidup seks bebas remaja yang secara umum adalah pelajar yang tidak asing lagi dengan istilah pondokan atau Kos-kosan tampaknya berkembang semakin serius. Dari tahun ke tahun data Remaja yang melakukan hubungan seks bebas bukannya menurun, justru semakin meningkat.
Berangkat dari maraknya kasus pembuangan bayi yang membuat geger Warga Gorontalo, akhirnya menjadi perhatian tersendiri bagi Aparat Kepolisian di Provinsi Gorontalo, khususnya di Kota Gorontalo.
Jajaran Kepolisian Polres Gorontalo Kota kembali mengerahkan Personelnya guna melakukan Patroli dan Razia setiap hari, baik siang maupun malam hari. Polisi menyasar beberapa penginapan, Kos-kosan, Homestay dan Hotel, pada hari Jumat (10/1).
"Tadi malam kami melakukan Razia di enam titik. Dari semua Kos-kosan, Penginapan, Home Stay dan Hotel yang kami kunjungi, dan hasilnya kami mengamankan 10 pasang yang bukan suami istri," ucap IPDA Gerryliyus Febrera, S.Tr.K selaku Pawas yang memimpin Patroli.
Selanjutnya 10 pasang yang bukan Muhrim atau Pasangan Mesum tersebut diamankan dan dibawa ke Polres Gorontalo Kota untuk di data, diberikan pembinaan dan menunggu orang tua masing-masing untuk menjemput," sambung IPDA Gerry.
Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia pada 2010 menunjukkan bahwa 1% anak laki-laki dan 4% anak perempuan di seluruh Indonesia telah melakukan hubungan seksual sebelum usia 13 tahun, beberapa bahkan ketika berusia di bawah 10 tahun. Melihat fenomena ini, perlu ada upaya dalam mencegah dan mengatasi perilaku seks pranikah di kalangan remaja, salah satunya melalui intervensi berbasis keluarga dan sekolah.
Keluarga merupakan faktor yang terutama dan utama memengaruhi perkembangan remaja, walaupun dalam pertumbuhan dan perkembangannya juga dipengaruhi oleh teman sebaya, teman sekolah dan masyarakat. Salah satu bentuk keterlibatan keluarga adalah dalam bentuk monitoring parental.
Kapolres Gorontalo Kota AKBP Desmont Harjendro A.P, S.I.K, M.T menerangkan bahwa pihaknya akan melakukan Razia di Kos-kosan atau tempat-tempat yang dicurigai untuk menjaring pasangan tanpa ikatan pernikahan.
"Maraknya pembuangan bayi saat ini karena banyak pergaulan bebas. Pihak laki laki banyak yang tidak mau bertanggung jawab atas anak yang di kandung pasangannya," ujar AKBP Desmont.
Dalam banyak kasus, tingginya angka hubungan seks pranikah di kalangan remaja erat kaitannya dengan meningkatnya jumlah aborsi saat ini, serta kurangnnya pengetahuan remaja akan reproduksi yang sehat. Dari sisi kesehatan, terlihat bahwa perilaku seks bebas bisa menimbulkan berbagai gangguan diantaranya, terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Selain tentunya kecenderungan untuk aborsi, juga menjadi salah satu penyebab lahirnya anak-anak yang tidak diinginkan karena lahir dari hubungan di luar nikah.
Bripka Nenang Sulistianita sebagai Baur Humas Polres Gorontalo Kota saat dimintai tanggapannya mengatakan bahwa beberapa studi sebelumnya menyatakan bahwa aspek monitoring parental merupakan hal yang paling efektif dalam menunda remaja melakukan aktivitas seksual dini. Program intervensi monitoring parental yang didesain secara efektif, menurutnya, dapat mempengaruhi perilaku seksual berisiko pada remaja awal atau usia 15-17 tahun.
"Aspek monitoring parental yang dapat mencegah remaja melakukan perilaku seks pranikah, diantaranya pengetahuan parental yang meliputi keberadaan, aktivitas, dan teman-teman mereka serta hubungan orang tua dengan remaja yang diindikasikan dengan kepedulian orang tua, kepercayaan yang diberikan, atau frekuensi komunikasi di dalam keluarga. Selain itu, kontrol parental yang terkait dengan pergaulan, jam malam, dan konsekuensi yang diterima remaja jika melanggar aturan/batasan yang sudah ditetapkan orang tua," tegas Bripka Nenang
Jadi sangat wajar jika orang tua bertanggung jawab terhadap keselamatan anaknya dalam menjalani tahapan-tahapan perkembangan fisik, emosional, intelektual, seksual, sosial dan lain- lain yang harus mereka lalui, dari remaja hingga dewasa, dan tanggung jawab orang tua tidak hanya mencakup pada kebutuhan materi saja, tetapi sesungguhnya meliputi juga kepada seluruh aspek kehidupan anaknya, termasuk di dalamnya aspek pendidikan seksual.
"Oleh karena itu, kedua orang tua harus dapat bekerja sama dalam melakukan pengawasan kepada anak remajanya sedini mungkin, tidak hanya dengan mengetahui dan memantau keberadaan dan aktivitas mereka saja, tetapi juga harus menjalin komunikasi dan hubungan yang dekat dengan anak remaja melalui waktu kebersamaan dalam keluarga dan menyampaikan batasan dan aturan yang jelas," tutup Bripka Nenang.(bh/ra) |