JAKARTA, Berita HUKUM - Penunjukkan pengamat politik, politisi dan tim relawan saat Pilpres menjadi komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak melalui tahapan fit and proper test, hal ini menyebabkan pengisian kursi dituding bukan dari pihak yang kompeten sesuai dengan Track record profesional dibidangnya.
Said Didu Mantan sekretaris BUMN mengatakan, tidak adanya mekanisme pemilihan maupun fit and proper test dalam pengangkatan komisaris di BUMN menyebabkan kursi tersebut diisi kalangan yang tidak kompeten. Beda halnya untuk jajaran direksi BUMN yang harus melewati mekanisme sebanyak 10 tahapan.
"Tidak ada mekanisme yang menilainya. Padahal ada beberapa persyaratan, misalnya tidak boleh menjadi pengurus partai politik," ujar Said, saat dihubungi Sindonews, Kamis (19/3) lalu.
Dia berpendapat, jika perusahaan pelat merah mau berkembang secara profesional, seharusnya posisi komisaris diisi oleh individu yang handal di masing-masing bidangnya. Tidak bisa dipungkiri, saat ini terdapat sejumlah nama titipan di posisi komisaris beberapa perusahaan pelat merah.
"Intinya saya berharap betul ke depan, posisi komisaris harus diisi oleh orang yang mempunyai kompeten. Tidak apa-apa ahli hukum, tapi jangan sampai masalah kompetensi ini dinomorduakan karena merupakan tim sukses atau dari golongan partai tertentu," tegasnya.
Keputusan penempatan jabatan komisaris di sejumlah BUMN ini juga tampaknya tidak dikonsolidasikan dahulu dengan wakil presiden Jusuf Kalla yang notabene JK adalah mantan menko dan memiliki background pebisnis yang sukses.
Bagaimana reaksi Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK)?
"Hahaha, siapa relawan kita yang masuk di situ?" kata JK sambil balik bertanya kepada wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (19/3).
Ketika wartawan menyebut nama sesorang, JK mengaku tidak tahu. "Di mana? Hah, saya baru tahu," ujarnya.
Namun, JK memaklumi penunjukan mantan politisi atau tim relawan yang kini menjadi komisaris di BUMN. Menurutnya, bisa saja yang bersangkutan memang punya keahlian.
"Saya kira keahliannya. Mungkin dia ada ahli juga," sebutnya.
Sementara, Presiden RI Joko Widodo menegaskan bahwa pemilihan komisaris Badan Umum Milik Negara (BUMN) harus menggunakan proses seleksi.
"Coba tanya ke Menteri BUMN, tetapi semuanya kan menggunakan proses seleksi. Sehingga tidak ke sana. Yang jelas, semuanya menggunakan proses seleksi," ujar Presiden Joko Widodo dalam kunjungan kerja ke Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (20/3).
Menurut Presiden Joko Widodo semua pemilihan komisaris BUMN dilakukan melalui proses assessment di Kementerian BUMN.
Presiden meminta agar pengisian jabatan itu disesuaikan dengan kebutuhan BUMN dan kompetensi yang ada.
"Kita ingin ke depan BUMN jadi motor penggerak ekonomi terutama infrastruktur, jadi jangan anggap kita main-main," ujar Jokowi.
Dari jumlah 119 perusahaan di bawah naungan Kementerian BUMN, kini ada beberapa BUMN dengan pemberitaan di sejumlah media massa akhir-akhir ini mengemukakan masuknya sejumlah nama politisi dan mantan relawan ke dalam jajaran BUMN, di antaranya Bank Mandiri (Darmin Nasution dan Cahaya Dwi Rembulan Sinaga), Bank BNI (Rizal Ramli, Pataniari Siahaan, Revrison Baswir, dan Anny Ratnawati), Bank BRI ( Mustafa Abubakar dan Sonny Keraf), Jasa Marga (Refly Harun), PT Telkom Indonesia (Hendri Saparini), dan PT Telkomsel (Diaz Hendroprijono)(sindonews/detik/Antara/bh/sya) |