MEDAN, Berita HUKUM - Masih ingat kasus kecelakaan maut yang merengut nyawa Hakim Pengadilan Negeri Medan Jamaluddin. Ternyata, dibalik kematian sang Hakim itu ada kisah perselingkuhan dan ada juga yang menjadi tumbal.
Pasalnya, didalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara beberapa pekan lalu, telah terungkap perselingkuhan yang dilakukan oleh istri almarhum Jamaluddin Zuraida Hanum (41) dan selingkuhannya M Jefri Pratama (42).
Imbasnya, ada tiga orang lagi yang turut serta dan menjadi terdakwa, karena mereka diduga turut serta melakukan pembunuhan berencana hakim tersebut. Salah saorang diantaranya, M Reza Fahlevi.
Menurut Penasihat hukumnya, Dedy Alamsyah, kliennya Reza itu telah menjadi tumbal dalam perkara itu. Oleh karena itu kami tidak terima kalau Reza dituntut ikut melakukan pembunuhan berenca, siperti yang termaktub dalam Pasal 340 KUHPidana junto Pasal 55 ayat 1 dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tersebut.
Sebab, menurut Dedy kliennya itu bisa terlibat dalam perkara pembunuhan hakim Jamaluddin ini karena diajak dengan bujuk rayu dari Jefri Pratama Alias Jepri, yang nota banenya adalah Abangnya. Walaupun hal itu sudah terungkap didalam persidangan, tapi kenapa JPU tidak mempertimbangkannya ya dalam tuntutannya.
"Di persidangan kemarin, Reza mengatakan menghargai Jefri sebagai abang kandungnya dan Jefri mengakui telah mengajak Reza. Hal itu dikarenakan Jefri lebih percaya dengan adiknya sendiri," ujarnya via WhatsApp kepada pewarta Berita Hukum, di Jakarta pada Jum'at (18/6).
Menurut Dedy yang juga biasa disapa Sugeng ini mengatakan bahwa tuntutan JPU itu tidak tepat dalam menerapkan pasal 340 KUHPidana Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 dan 2. Oleh karena itu dalam pledoinya, dirinya juga sudah membantah dan mengajukan keberatan terhadap tuntutan JPU tersebut.
"Terdawa Reza Fahlevi seharusnya dikenakan pada 340 KUHPidana Jo Pasal 56 ayat 1e dan 2e dan Pasal 57. Karena dalam pasal 57 ini menyatakan pertama, maksimum hukuman pihak yang diancam atas kejahatan, dikurangi sepertiga, bagi si pembantu. Ayat dua, menyatakan Jika kejahatan itu dihukum dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup, maka dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun," jelasnya.
Berdasarkan hal itu, seharusnya JPU berpedoman pada pasal 56 dan 57 KUHPidana bukan pada Jo Pasal 55. Harusnya kontruksi hukum inilah yang harus dibangun oleh JPU yakni Pasal 56 dan Pasal 57 KUHPidana, kata Sugeng seraya bertanya, kenapa? Karena harus mengacu pada pasal tersebut.
"Membantu bukan turut serta, artinya Terdakwa Reza dalam hal melakukan pembunuhan berencana terhadap korban Hakim PN.Medan Jamaluddin diminta untuk ikut membantu melakukan pembunuhan berencana itu," kata Sugeng seraya mengatakan oleh sebab itulah tuntutan JPU tersebut Dia bantah dan Ia pun sangat keberatan terkait penerapan pada Jo Pasal 55 KUHPidana.
Dengan demikian kata Sugeng yang juga mantan wartawan ini dalam kesimpulannya adalah bila Terdakwa dalam tuntutan JPU hukuman seumur hidup, maka kita harus mengacu kepada pasal 57 ayat ke-1 dan Ke-2, yakni jika kejahatan itu dapat dihukum dengan hukuman mati atau seumur hidup, maka hukuman bagi Terdakwa M.Reza Fahlevi adalah 15 Tahun.
"Hukuman 15 tahun ini, dikarenakan dikurangi sepertiga dari hukuman mati atau seumur hidup. Tapi, apa bila JPU tetap bersikeras untuk menetapkan Jo Pasal 55 KUHPidana terhadap Terdakwa Reza, kami akan melakukan berbagai upaya hukum. Karena hal ini akan menjadi Preseden buruk bagi peradilan di Indonesia," pungkasnya.(bh/ams) |