JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Pihak Istana Negara langsung bersikap responsif atas pengakuan M Nazaruddin yang sempat bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebelum melarikan diri dan buron sebagai tersangka kasus dugana korupsi. Namun, pertemuan itu dianggap hal yang wajar.
“Dalam kapasitas (Nazaruddin saat itu) sebagai kader Partai Demokrat, bisa saja. Itu hal yang biasa, jika (seorang kader Demokrat) bertemu dengan Ketua Dewan Pembina atau Ketua Umum Partai. Ini berlaku sama di partai lainnya,” kata juru bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha kepada wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (30/11).
Namun, Julian belum dapat memberikan pernyataan mengenai isi pertemuan Nazaruddin dengan Presiden SBY di Cikeas itu. Tapi Julian mengaskan bahwa presiden belum tentu tahu rencana kepergian Nazaruddin ke Singapura maupun Kolombia. "Yang jelas kepergian Nazaruddin sepanjang saya ketahui, tidak diketahui Presiden. Baik itu ke Singapura sampai di Kolombia,” jelas dia.
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Ketua Dewan Pembinan Partai Demokrat Marzuki Alie membantah adanya koordinasi SBY dengan Nazaruddin yang esok harinya kabur ke Singapura dengan alasan berobat.
"Bukan koordinasi, tapi waktu itu (Nazaruddin) mau dipecat. Dia dipanggil ke Cikeas oleh (Ketua) Dewan Kehormatan (Partai Demokrat). Dia itu bukan pamit. Sebelum dia dipecat itu, dipanggil dulu. Dia dipanggil, dikasih tahu melanggar begini, begini, begini, lalu dipecat dari pengurus," ungkapnya.
Setelah pemanggilan tersebut, imbuh Marzuki, Nazaruddin dinyatakan telah dipecat. Saat itu, Nazaruddin dipanggil Ketua Dewan Kehormatan bersama seluruh jajaran pengurus partai, serta Sekretaris Dewan Kehormatan Amir Syamsuddin yang kini menjabat Menkumham. "Iya. Ada juga Sekretaris Dewan Kehormatan. Ada semuanya dan resmi kok. Kemudian dia dipecat, lalu melarikan diri," tandas Marzuki.(mic/wmr/rob)
|