RUMBIA (BeritaHUKUM.com) – Penemuan tambang emas di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra) pada 2008 lalu, memicu keinginan para investor Tambang untuk berinvestasi di daerah ini. Namun, kehadiran sejumlah Investor tambang tersebut mengancam aktifitas petani padi di daerah pemekaran Kabupaten Buton ini.
Aktifitas eksploitasi sejumlah perusahaan tambang di Bombana mulai mempengaruhi aktiftas pertanian. Khususnya, di kecamatan Lantarijaya dan Rarowatu Utara. Dua kecamatan ini memiliki areal persawahan yang cukup luas. Tapi, dua daerah ini pula merupakan daerah pemusatan aktifitas perusahaan pertambangan di Bombana. Namun kehadiran puluhan perusahaan yang beroperasi di Lantarijaya dan Rarowatu Utara nampak kian mengancam budidaya tanaman pangan para petani .
Menurut Umar (52), petani desa Lombakasih di Satuan Pemukiman (SP) dua, Kecamatan Lantarijaya mengaku, mulai kesulitan menggarap sawah akibat kurangnya sumber air di Lantarijaya. Irigasi sawah di delapan desa Kecamatan Lantarijaya bersumber dari bendungan Desa Watu-watu. Namun kini, untuk mengairi dua hektar sawah miliknya, bendungan itu sudah tidak sanggup menyediakan air.
"Kali Langkoala sebagai sumber air bendungan itu sudah kering, karena endapan lumpur dari pembuangan mesin dompeng yang digunakan salah satu perusahaan tambang," ungkap Umar, sperti dikutip Kendari Ekspres, Jumat (16/9).
Sebelum ada pertambangan, kata Umar, bendungan Wau-watu sanggup mengairi ribuan hektar sawah di Lantarijaya dan Rarowatu Utara. Sehingga, kondisi ini memaksa petani sawah di Lantarijaya dan Rarowatu Utara untuk mengandalkan sawah tadah hujan. "Sekarang hujan mulai turun, jadi banyak petani yang mulai menggarap lagi sawahnya, termasuk saya,"tutur dia.
Tidak hanya Umar, petani lain di Rarowatu Utara juga demikian. Dani (22), petani Desa Lantari, Kecamatan Rarowatu Utara, juga merasakan kurangnya ketersediaan air untuk irigasi 1,5 hektare sawah miliknya. Selain itu, air irigasi di desa Marga Jaya dan Kelurahan Aneka Marga yang mengalir dari kali SP sembilan ke SP tiga, mengalami perubahan warna. "Sejak tiga bulan terakhir ini, ada banjir lumpur dari aliran irigasi. Ini sangat mengganggu petani," keluhnya..
Dani menduga, perubahan warna air yang menjadi merah kehitaman tersebut berasal dari limbah pengolahan tambang salah satu perusahaan yang beroperasi di SP Tiga kecamatan Rarowatu Utara. "Sumber air bersih pun kami rasakan mulai keruh dan mengandung kapur,"ungkapnya.
Sumber Air
Keluhan para petani itu, diakui Koordinator Penyuluh Kabupaten Bombana, Matius Tandi. Pihaknya, kata Matius, sudah banyak menerima keluhan petani akan minimnya sumber air untuk irigasi persawahan di dua wilayah kecamatan tersebut.
"Kali Langkoala sebagai sumber irigasi memang sudah tertutup lumpur. Ini sudah lama menjadi keluhan petani setempat. Bahkan, setiap pertemuan di Balai Penyuluhan BP3K Lantarijaya, keluhan ini sudah sering disuarakan petani. Tadinya, mereka bisa mengatur air sekarang sudah susah."jelas Matius.
Ketua Kelompok Jabatan Fungsional Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan Peternakan dan Kehutanan (KJF BP4K) ini, juga mengungkap nahwa kecemasan petani di wilayah kecamatan lain akibat kerusahan lingkungan, hingga debit air dari sumber irigasi pertanian makin berkurang.
Matius Tandi mencontohkan adanya perubahan pola tanam petani di Kecamatan Rumbia. Beberapa tahun terakhir kata Matius, areal persawahan di Rumbia, mulai menerapkan pola tanam bergilir karena terbatasan air.
Seharusnya pada April-Mei, musim tanam padi sudah selesai. Jadi, Mei-Juni semua areal persawahan sudah menghijau. Tapi sekarang, kita hanya menyaksikan plot-plot saja pada areal persawahan karena banyak kelompok tani di Rumbia yang menunggu giliran pengairan. Sehingga kondisi sawah, ada yang sudah ditanami dan ada yang belum menanam karena keterbatasan air.
Kendati demikian, lanjut dia, pihaknya tidak bisa berbuat banyak. Menurutnya, penanganan masalah tersebut harus dilakukan secara terpadu yang melibatkan berbagai instansi terkait yakni, pertambangan, pertanian, Lingkungan Hidup dan instansi terkait lainnya. Jika tidak, penyuluh pertanian Bombana ini khawatir, masalah ini akan semakin serius dan berakibat fatal karena terpuruknya produksi tanaman pangan di Bombana. "Bisa-bisa Bombana ini terancam rawan pangan," tegas dia.(kec/biz)
|