JAKARTA, Berita HUKUM - Peraturan Presiden (Perpres) No.20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) sangat bertentangan dengan konstitusi Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Perpres itu malah mengakomodir TKA lebih banyak untuk bekerja di Indonesia daripada mengakomodir lapangan kerja bagi pekerja lokal.
Krtitik tajam ini disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan saat ditemui sebelum Rapat Paripurna DPR di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (10/4). Perpres yang ditandatangani Presiden Joko Widodo itu bertujuan meningkatkan investasi dan perbaikan ekonomi nasional. Menurut Heri, kebijakan pemerintah ini tidak logis bila ditujukan untuk meningkatkan investasi.
"Tidak ada hubungan antara peningkatan investasi dengan kemudahan TKA masuk ke Indonesia. Seolah-olah dengan dimudahkannya TKA masuk ke Indonesia, maka investasi akan naik. Itu logika yang sesat. Mestinya, investasi memberi dampak pada terserapnya tenaga kerja lokal. Dimudahkannya TKA bekerja di Indonesia hanya akan memperparah angka pengangguran di Indonesia," tegas politisi Partai Gerindra ini.
Ia mengungkap data bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) masih berada di angka 5,3 persen. Bahkan, di tahun 2018 diprediksi meningkat ke angka 5,5 persen. Data Kemenakertrans sendiri menyebut per Maret 2018, jumlah TKA di Indonesia mencapai 126 ribu. Heri khawatir dengan kemudahan akses TKA masuk ke Indonesia ini, akan membuka luas ribuan TKA datang berbondong-bondong menyerbu pasar lapangan kerja lokal. Pekerja lokal pun bakal tersingkir.
"Perpres No. 20/2018 itu tak sesuai, bahkan mencederai konstitusi yang memerintahkan pemerintah memenuhi hak-hak warga negara atas lapangan kerja dan penghidupan yang layak sebagaimana Pasal 27 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan," tutur Heri lebih lanjut.
Pemerintah, nilai mantan Wakil Ketua Komisi VI DPR ini, tak punya keberpihakan sama sekali kepada perlindungan tenaga kerja lokal. Pemerintah juga terlalu pro kepentingan investor dan memberi keistimewaan kepada TKA. "Jika sudah begitu, buat apa investasi jika tak mampu mengangkat harkat dan martabat anak bangsa?" ucapnya penuh tanda tanya.
Sementara, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menilai Peraturan Presiden (Perpres) No. 20 Tahun 2018 tentang penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) harus digugat. Hal tersebut diungkapkannya menjawab pertanyaan wartawan terkait adanya rencana dari organisasi serikat pekerja seluruh Indonesia yang akan menggugat perpres tersebut.
"Ya, Perpres itu memang harus digugat oleh serikat pekerja. Karena lahan pekerjaan itu dibutuhkan oleh tenaga-tenaga kerja, buruh-buruh kita. Tidak boleh memberikan keleluasan kepada TKA. Kecuali mereka yang mempunyai skill yang tidak dimiliki oleh Tenaga Kerja Indonesia. Tapi selama orang Indonesia memiliki keahlian itu, ya diberikanlah prioritas kepada Tenaga kerja-tenaga kerja kita. Kita membutuhkan lapangan pekerjaan itu untuk orang-orang Indonesia agar bisa bekerja di negara kita sendiri," papar Fadli Zon kepada wartawan yang menemuinya di ruang kerjanya di DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (9/4).
Sementara itu, baru-baru ini Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar kepada wartawan mengatakan bahwa Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 yang mempermudah izin tenaga kerja asing sarat akan pelanggaran hukum. Ia menilai banyak poin yang bertentangan dengan aturan dasarnya, yaitu Undang-Undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Salah satunya, Pasal 10 Perpres TKA yang berbunyi bahwa persetujuan Rencana Penggunaan TKA (RPTKA) tidak dibutuhkan bagi TKA pemegang saham, pegawai diplomatik, dan jenis pekerjaan yang dibutuhkan pemerintah. Padalah, Pasal 43 UU Ketenagakerjaan menyebut pemberi kerja harus mendapatkan persetujuan RPTKA.
Selain itu, Pasal 42 UU Ketenagakerjaan juga mewajibkan setiap TKA memiliki izin tertulis dari Kementerian Ketenagakerjaan. "Jadi, izin kerja TKA ini otomatis. Seharusnya, aturan ini tidak boleh dilanggar oleh Perpres. Namun nyatanya, aturan ini muncul di dalam Perpres," ungkap Timboel kepada wartawan baru-baru ini.
Tidak hanya RPTKA, Timboel juga menyoroti Pasal 22 Perpres yang diteken Presiden Joko Widodo. Pasal itu menyebut TKA bisa menggunakan jenis visa tinggal sementara (vitas) sebagai izin bekerja untuk hal-hal yang bersifat mendadak. Vitas merupakan syarat mutlak bagi TKA untuk mendapatkan Izin Tinggal Sementara (Itas) yang izinnya dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Dengan kata lain, kini persetujuan TKA masuk ke Indonesia bisa melalui dua pintu, yakni Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Hukum dan HAM. Padahal, menurut UU Ketenagakerjaan, izin hanya boleh diberikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan.(ayu/mh/sc/DPR/bh/sya) |