JAKARTA, Berita HUKUM - Sebagai negeri bahari dengan panjang pantai mencapai 81,000 km, mestinya wilayah pesisir merupakan potensi besar yang dimiliki oleh bangsa ini dengan seluruh kekayaan alam di dalamnnya dan memiliki fungsi ekologis yang tidak terhingga untuk hari ini dan generasi yang akan datang.
Sayangnya, kawasan pesisir yang memiliki fungsi ekologis yang tinggi terancam dengan berbagai kebijakan pembangunan. Salah satunya adalah proyek reklamasi di berbagai wilayah, antara lain Teluk Benoa, Teluk Palu, Teluk Kendari dan Teluk Jakarta. Sementara Perubahan Undang undang No. 27 tahun 2007 tentang Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, tidak memproteksi kawasan pesisir Indonesia dari proyek reklamasi.
Ancaman kerusakan wilayah pesisir ini bukan hanya menghancurkan kawasan sekitarnya, namun juga mengancam warga negara lainnya yang terdampak bencana ekologis yang semakin meluas dan massif dengan korban jiwa yang tidak sedikit. Dalam tinjauan lingkungan hidup WALHI yang telah diluncurkan pada tanggal 15 Januari 2014, mencatat bencana ekologis pada tahun 2012 banjir dan longsor hanya terjadi 475 kali dengan korban jiwa 125 orang, pada 2013 secara kumulatif menjadi 1.392 kali atau setara 293 persen. Bencana tersebut telah melanda 6.727 desa/keluarah yang tersebar 2787 kecamatan, 419 kabupaten/kota dan 34 propinsi dan menimbulkan korban jiwa sebesar 565 orang.
Banjir yang terjadi di Utara Jakarta dan banjir bandang di Manado salah satunya disebabkan oleh proyek reklamasi. Tentu kami, ForBALI dan organisasi masyarakat sipil yang selama ini memperjuangkan lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat tidak mau menunggu terjadi bencana ekologis di Bali dan daerah-daerah lainnya, karenanya kami tidak henti-hentinya menyuarakan dan mendesak untuk segera menghentikan proyek reklamasi di berbagai wilayah, khususnya reklamasi Teluk Benoa, termasuk didalamnya menggalang dukungan dari berbagai elemen masyarakat dan musisi seperti JRX Superman is Dead, Gembul Navicula, Coki Netral, Sarasdewi dan seniman lainnya.
Secara khusus, kami mendesak agar Pemerintah Pusat menghentikan segala upaya yang memuluskan proyek reklamasi Teluk Benoa, termasuk dengan alasan Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan mensiasati melalui tata ruang wilayah. Tata ruang baik di nasional maupun wilayah, mestinya menjadi instrumen penting untuk memproteksi kawasan-kawasan yang memiliki fungsi ekologis tinggi. Fungsi ekologis hutan Mangrove tidak tergantikan dengan teknologi secanggih apapun. Selain bencana ekologis yang mengancam, proyek reklamasi di Teluk Benoa juga menghancurkan tatanan sosial budaya masyarakat, khususnya preservasi kultural. Bagi masyarakat Bali, alam memiliki ikatan yang begitu kuat dengan kehidupan religius masyarakat Bali.
Dalam situasi darurat, dimana bencana ekologis telah meluas dan merata hampir di seluruh Indonesia, kepempinan Presiden SBY didesak untuk memimpin penanganan bencana ekologisnya, dengan mengoreksi model pembangunan yang eksploitatif dan mengabaikan daya dukung lingkungan yang terbatas. Tolak reklamasi, untuk menyelamatkan kawasan pesisir di Indonesia.
Demikian Siaran Pers yang diterima BH di Jakarta, Rabu (22/1) dalam pernyataan bersama dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Serikat Petani Indonesia (SPI), Komite Mahasiswa Pemuda Anti Kekerasan (KOMPAK), Youth Food Movement (YFM), Lembaga Studi Aksi untuk Demokrasi (LS-ADI) Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Indonesian Human Right for Social Justice (IHCS), PBHI Jakarta, WALHI Jakarta, Jaringan Riset Kolektif (Jerk), Gerakan Mahasiswa Indonesia (GMI), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI). Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBali) terdiri dari: FRONTIER (Front Demokrasi Perjuangan Rakyat Bali ), KEKAL (Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup Bali), GEMPAR Teluk Benoa (Gerakan Masyarakat Pemuda Tolak Reklamasi Teluk Benoa), WALHI Bali, Sloka Institute, Mitra Bali, PPLH Bali, PBHI Bali, Kalimajari, Yayasan Wisnu, Yayasan Manikaya Kauci, Komunitas Taman 65, Komunitas Pojok, Bali Outbond Community, Penggak Men Mersi, BEM Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Bali, PPMI DK Denpasar, Eco Defender, Nosstress, The Bullhead, Geekssmile, Superman Is Dead, Navicula serta individu-individu yang peduli keselamatan Bali.(rls/wlh/tum/bhc/sya) |