JAKARTA, Berita HUKUM- Puluhan aktivis perempuan melakukan aksi demo di Bunderan HI, mempertingati hari anti kekerasan terhadap perempuan yang saat ini marak terjadi baik di luar negeri maupun di dalam negeri, Minggu (25/11)i.
Aksi yang dinamakan Pawai Buruh Perempuan Marah Lawan Kekerasan di rumah, dan di tempat kerja. Aksi kekerasan di luar negeri termasuk TKW yang diperkosa oleh polisi biadab Diraja Malaysia. Selain melakukan aksi mimbar bebas para aktivis perempuan ini juga melakukan aksi teatrikal, seorang wanita yang kakinya dipasung serta mulutnya dilakban, dan seorang lelaki yang menggunakan replika senjata memuntahkan peluru ke arah wanita yang tak berdaya itu.
Aktifis perempuan ini juga membawa sejumlah poster yang mengecam kebiadaban terhadap proses hukum, kasus Marsinah, seorang buruh wanita yang dibunuh dengan menghancurkan vaginanya dan hingga saat ini belum terkuak pelaku utamanya. Korban kekerasan sexsual saat ratusan wanita di perkosa saat peristiwa DOM Aceh.
Aksi demo kali ini bertujuan menggugah kesadaran kaum wanita yang merupakan objek dari kekarasan, kekerasan seksual fisik, kekerasan dalam pabrik, kekerasan rumah tangga. “Negara mengartikan bahwa kekerasan bukan saja tanggung jawab Negara. Pemerkosaan yang pernah terjadi saat DOM Aceh pun tanggung jawab kita semua,” teriak Chirstina Juliana salah seorang orator dari perempuan Mahardika.
Sementara itu ketua FBLP Forum Buruh Lintas Pabrik, Jumisih kepada BeritaHUKUM.com mengatakan, “Kekerasan terhadap wanita saat ini terjadi dimana-mana, di pabrik, di dalam rumah tangga, Negara menganggap hal ini sepele, menggurus rakyat dan gerakan pembelaan rakyat tidak penting,” ujarnya.
Ditambahkannya, “Pada saat kami malaporkan adanya korban kekerasan sex pada polisi, namun pihak polisi malah mengatakan ini bukan pemerkosan melainkan pencabulan, laporan kami resmi di Polres Bekasi, salah seorang anggota FBLP anaknya diperkosa, dan hingga saat ini tersangka belum ditangkap, malah sebaliknya polisi yang minta keluarga korban untuk berdamai, adanya SMS gelap dan menggunakan RT, sebagai fasilitator ini bukti Negara masih lemah dalam melindungi warganya terutama perempuan,” jelas wanita berjilbab ini.
“Korban berumur 17 tahun. anak dari anggota saya, kami meminta secara tegas pertangung jawaban hukum, bukan minta ganti sejumlah uang yang ditawarkan pihak mereka, pihak polisi malah seperti melindungi tersangka," pungkas Jumisih.
Dalam tuntutannya pendemo juga dengan tegas menolak RUU Kamnas karena dianggap sangat mengancam kebebasan untuk berdemokrasi dan menyampaikan pendapat secara benar di depan umum, juga mengancam kebebasan Pers. Demo kali ini tidak mengganggu ruas lalu lintas di Bunderan HI yang masih terus lancar dan tanpa ada pengamanan yang cukup berarti dari aparat kepolisian.(bhc/put)
|