JAKARTA, Berita HUKUM - Maraknya kampanye antirokok tidak berimbang dengan kemarakan kampanye antipolusi udara. Rokok semestinya bukan dianggap faktor utama penyebab gangguan kesehatan. Polusi di Jakarta lebih banyak berpengaruh terhadap gangguan kesehatan masyarakat. Demikian paparan salah satu pembicara dalam diskusi “Perempuan Bicara Kretek”.
“Prakteknya (di dalam kehidupan masyarakat) yang saya temui, orang yang mengkretek di desa hidupnya mampu bertahan sampai tua, berbeda dengan fakta orang yang hidup di kota - kota seperti Jakarta”, papar Nining Pimpinan Kasbi, selaku salah satu pembicara.
Selain itu, perokok perempuan di masyarakat kita masih dianggap buruk atau distigma. Perokok perempuan dianggap terkait dengan hal - hal yang kurang bermoral, seperti kerap bergadang, kerap minum - minuman keras, dan sebagainya. “Stigmatisasi perempuan perokok jauh lebih tinggi dibandingkan laki - laki perokok. Persoalan merokok bukan hanya sebatas itu, melainkan jauh sebagai persoalan persaingan bisnis global”, papar Dwi Ayu.
Dwi juga mengisahkankan bagaimana pengalamannya saat berkonsultasi ke dokter justru dirinya mendapatkan pertanyaan - pertanyaan yang mengarah stigamatisasi. Dia ditanyai perihal seputar merokok, dan berlanjut ke pertanyaan - pertanyaan hal-hal buruk. “Justru saya mendapatkan stigma dari dokter itu”, imbuh Dwi dalam memaparkan kisahnya.
Diskusi yang dihadiri lebih dari dua puluhan peserta itu menghadirkan pembicara - permbicara perempuan aktivis, Nining, Dwi Ayu, Atika, dan dimoderatori oleh Signal. Diskusi publik itu diadakan Komunitas Kretek bersama Wisdom Institute di Newseum, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Kamis (13/09).(bhc/frd) |