JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Elite politik merupakan pihak yang paling dominan melakukan perampokan uang negara. Aturan mengenai anggaran yang sedemikian rupa itu, sengaja dibuat mereka untuk merampok anggaran secara sistematif dan masif.
"Proses pembahasan anggaran yang seperti itu, memang dibuat dibuat agar elite parpol di DPR dan kementerian bisa merampok. Mereka memang dituntut untuk menghidupi parpolnya serta mempersiapkan dana untuk kampanye nanti. Tak hanya itu, ada juga yang mencari modal untuk dana kampanye dan memperkaya diri," kata Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yuna Farhan dana jumpa pers di Jakarta, Minggu (23/10).
Menurut dia, perampokan dilakukan mulai awal pembahasan anggaran di DPR. Hal ini diketahui sejak terbongkarnya kasus suap pembangunan wisma atlet SEA Games dan program pembanguan infrastruktur daerah transmigasi. Kedua kasus ini muncul, karena ada diskresi dalam pembahasan anggaran antara DPR dengan kementerian.
Yuna menambahkan anggaran yang rentan diselewengkan, antara lain belanja modal, bantuan sosial, perjalanan dinas dan dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah. "Celah perampokan anggaran makin terbuka, karena sistem perencanaan anggaran belum terintegrasi dengaan penentuan alokasi dan transfer daerah," jelas Yuna.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan, langkah dan kebijakan politik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus progresif dalam memerangi para perampok uang negara. SBY harus lebih berani dan tegas dalam memformulasikan efek jera bagi koruptor sekaligus memulihkan independensi KPK.
Menurutnya, SBY telah mengakui maraknya praktek korupsi dengan kata-kata perampokan uang negara . Penegasan itu sarat nuansa keluh kesah dan secara tidak langsung mengecam buruknya kinerja institusi penegak hukum, khususnya KPK yang tidak mampu membuat efek jera. “Presiden perlu melakukan intervensi hukum dengan mengambil inisiatif memaksimalkan hukuman bagi para koruptor,” kata politisi Golkar ini.
Bambang berharap perlu dicarinya terobosan hukum, agar korps hakim memiliki payung hukum untuk menjatuhkan vonis maksimal bagi koruptor yang terbukti merampok uang negara. Pasalnya, hukum bagi koruptor sangat variatif dan cenderung ringan. “Terobosan lain adalah merampas kekayaan para koruptor, karena hakikatnya harta negara itu bukan menjadi hak koruptor,” tandasnya.(mic/spr/rob)
|