Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Opini Hukum    
UU Advokat
Penyempurnaan UU No 18 Tahun 2003 Tentang Advokat
Tuesday 07 Oct 2014 09:56:46
 

Ilustrasi.Advokat.(Foto: Istimewa)
 
Oleh: Yeni Handayani, S.H.,M.H.

DALAM USAHA mewujudkan prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi ddvokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting, di samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. Profesi advokat sebagai profesi yang bebas dan mandiri dalam menjalankan tugasnya, merupakan salah satu penegak hukum yang sejajar kedudukannya dengan instansi penegak hukum lainnya, oleh karena itu advokat dalam menjalankan tugas profesinya dapat bekerja sama dengan seluruh penegak hukum lainnya sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Advokat juga harus mampu terlibat sepenuhnya dalam proses pembangunan antara lain turut menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, serta berkewajiban untuk turut menjaga dan menegakkan kewibawaan negara serta melindungi kepentingan masyarakat.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) telah berlaku selama sembilan tahun sejak disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama dengan Pemerintah pada 5 April 2003. Namun dalam perjalanannya, implementasi UU Advokat menemui banyak permasalahan. Sejak disahkan, tercatat ada sembilan permohonan uji materiil atas UU Advokat di Mahkamah Konstitusi (MK), dan dari kesembilan permohonan tersebut, terdapat dua permohonan yang dikabulkan oleh MK.

Pertama, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-II/2004 yang menyatakan bahwa Pasal 31 UU Advokat bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Permasalahan lain yang timbul antara lain ketentuan mengenai advokat yang diangkat menjadi pejabat negara dan oorganisasi advokat. Berkaitan dengan advokat yang diangkat menjadi pejabat negara, UU Advokat menyatakan bahwa advokat tersebut tidak melaksanakan tugas profesi advokat selama memangku jabatan, namun dalam praktiknya ketentuan ini tidak dilaksanakan secara konsisten. Advokat yang menjadi pejabat negara memang tidak secara aktif berkantor di kantor hukumnya, namun nama kantor tersebut tetap menggunakan nama advokat yang bersangkutan, demikian pula dalam berkas pembelaan masih tercantum nama advokat tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penyempurnaan beberapa ketentuan dalam UU Advokat sehingga diharapkan dapat lebih implementatif dan mampu menyelesaikan permasalahan yang ada. RUU tentang Advokat merupakan RUU usul inisiatif DPR yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional Tahun 2013 dan 2014.

Advokat yang Diangkat Menjadi Pejabat Negara

Pasal 20 ayat (3) UU Advokat secara tegas menyatakan bahwa advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi advokat selama memangku jabatan tersebut. Namun hal ini tidak konsisten dalam praktiknya, advokat yang menjadi pejabat negara, walaupun tidak secara aktif berkantor di kantor hukumnya, nama advokat yang bersangkutan masih tercantum dalam berkas pembelaan, dan kantornya masih menggunakan nama advokat yang diangkat jadi pejabat negara tersebut. Selain itu, tidak melaksanakan profesi advokat ketika diangkat sebagai pejabat negara ditafsirkan oleh para pakar sebagai rangkap jabatan terselubung. Sebagai contoh, jika ada seorang advokat yang baru menjalankan jabatannya kurang dari satu tahun dan yang bersangkutan kemudian diangkat menjadi pejabat negara, apakah layak untuk mendapatkan hak tidak melaksanakan tugas profesi advokat selama lima tahun.

Sebagai bahan perbandingan, Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang telah bekerja sekurang-kurangnya enam tahun secara terus menerus, hanya berhak untuk mendapatkan cuti besar paling lama tiga bulan dan tidak berhak lagi atas cuti tahunannya dalam tahun yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 PP No. 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil. Selain itu, ada beberapa undang-undang yang melarang rangkap jabatan, yaitu:

1. Pasal 17 huruf d UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, bahwa “Notaris dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara.”

2. Pasal 208 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, bahwa:

“(1) Anggota DPR dilarang merangkap jabatan sebagai:

a. pejabat negara lainnya;
b. hakim pada badan peradilan; atau
c. pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD.

(2) Anggota DPR dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang DPR serta hak sebagai anggota DPR.”

Pasal 31 UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, bahwa:

“Anggota Komisi Yudisial dilarang merangkap menjadi:

a. pejabat negara atau penyelenggara negara menurut peraturan perundang-undangan;
b. hakim;
c. advokat;
d. notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah;
e. pengusaha, pengurus atau karyawan badan usaha milik negara atau badan usaha swasta;
f. pegawai negeri; atau
g. pengurus partai politik.”

Oleh karena itu perlu diatur secara tegas mengenai persyaratan pengangkatan advokat terkait rangkap jabatan dalam RUU Advokat yang dituangkan dalam ketentuan Pasal 9 ayat (2) huruf c RUU tentang Advokat yakni: “Pengangkatan advokat harus memenuhi syarat yang salah satunya “tidak menjabat sebagai pejabat negara, penyelenggara negara, pegawai negeri, anggota dewan perwakilan rakyat daerah, kepala desa, atau pejabat lain yang gaji atau honorariumnya dibiayai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara, atau anggaran pendapatan dan belanja daerah secara periodik dalam jangka waktu 2 (dua) tahun secara berturut-turut.”

Organisasi Advokat

Untuk mewadahi profesi advokat, sejak dahulu telah dibentuk berbagai organisasi advokat, yaitu Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat hukumIndonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI), dan dalam perkembangannya bermunculan organisasi advokat lainnya, sampai dengan adanya Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) maupun Kongres Advokat Indonesia (KAI).

Sejak disahkannya UU Advokat hingga saat ini tercatat ada sembilan permohonan uji materiil di Mahkamah Konstitusi (MK). Namun dari sembilan permohonan tersebut, Pasal yang berkaitan dengan wadah profesi advokat, yaitu Pasal 28 sampai dengan Pasal 30 telah diuji sebanyak 4 kali yaitu:

1. Putusan Nomor 014/PUU-IV/2006:

a. Pasal yang diuji: Pasal 1 ayat (1), Pasal 1 ayat (4), Pasal 28 ayat (1), Pasal 28 ayat (3), dan Pasal 32 ayat (4).

b. Pasal yang menjadi batu uji: Pasal 28A, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (3), Pasal 28E ayat (3), Pasal 28J ayat (1), dan Pasal 28J ayat (2) UUD Tahun 1945.

c. Hasil putusan MK:

1) Dalil-dalil para Pemohon tidak beralasan sehingga harus ditiolak.
2) Menyatakan permohonan para Pemohon ditolak untuk seluruhnya.
2. Putusan Nomor 66/PUU-VIII/2010:
a. Pasal yang diuji: Pasal 28 ayat (1), Pasal 32 ayat (4), Pasal 30 ayat (2).
b. Pasal yang menjadi batu uji: Pasal 36A, Pasal 28E ayat (3), Pasal 28D ayat (1), Pasal 27 ayat (2) UUD Tahun 1945.

c. Hasil putusan MK:

1) Permohonan para Pemohon sepanjang mengenai pengujian Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 32 ayat (4) tidak dapat diterima.

2) Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.

3. Putusan Nomor 71/PUU-VIII/2010

a. Pasal yang diuji: Pasal 28 ayat (1), Pasal 30 ayat (2), Pasal 32 ayat (4).
b. Pasal yang menjadi batu uji: Pasal 28, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3), Pasal 28j ayat (1) UUD Tahun 1945.

c. Hasil putusan MK:

1) Permohonan para Pemohon ne bis in idem untuk seluruhnya.
2) Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima.
4. Putusan Nomor 79/PUU-VIII/2012

a. Pasal yang diuji: Pasal 28 ayat (1).

b. Pasal yang menjadi batu uji: Pasal 27 ayat (2), Pasal 28, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (2), Pasal 28H ayat (1), Pasal 28I ayat (2) UUD Tahun 1945.

c. Hasil putusan MK:

1) Permohonan para Pemohon ne bis in idem untuk seluruhnya.
2) Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima.

Isu utama dari pengujian tersebut adalah apakah frasa “satu-satunya” pada Pasal 28 ayat (1) UU Advokat berarti hanya ada atau harus satu organisasi advokat.


Prinsip negara hukum menuntut adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum. Oleh karena itu, UUD Tahun 1945 juga mengamanatkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Sebagai usaha mewujudkan prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting, disamping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan.

Berkaitan dengan realitas dualisme organisasi advokat, di mana setiap organisasi advokat merasa sah dan sesuai dengan UU Advokat, sehingga juga sah untuk mengemban pelaksanaan bantuan hukum pro-bono apabila dikaitkan dengan pemberian jasa hukum sebagai kewajiban advokat dan tidak berkaitan dengan alokasi dana dari negara secara kompetitif justru bisa berdampak positif. Organisasi advokat bisa ditunjukkan dengan merebut hati publik melalui kompetisi yang sehat dalam pemberian advokasi secara sungguh-sungguh. Lain halnya jika pelaksanaan jasa hukum yang dilakukan advokat atau organisasi advokat dibiayai oleh anggaran negara, akan terjadi kerumitan ketika akan menentukan mana organisasi yang sah, yang dianggap lebih berhak menerima dan menyalurkan dana negara.

Apabila mendasarkan pada amanat UU Advokat maka idealnya organisasi advokat itu harus tunggal. Hal ini didasarkan pemikiran bahwa sangat penting untuk menghadirkan organisasi advokat yang kuat sehingga mempunyai posisi tawar (bargaining position) yang kuat pula khususnya dalam penegakan kode etik, pengembangan organisasi, dan penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas. Efektifitas pemberian bantuan hukum cuma-cuma yang menjadi mandatori advokat, bukan terletak pada masalah terjadinya dualisme organisasi advokat. Perluasan akses bantuan hukum pro-bono justru terkendala oleh minimnya peran negara dan tertutupnya akses pemberi bantuan di luar advokat atau organisasi advokat yang sebelum keluarnya UU Advokat menangani secara penuh pelaksanaan bantuan hukum pro-bono.

Jika menyimak ketentuan di dalam UU Advokat yang berlaku hingga saat ini, pembentukan organisasi advokat sebagai wujud tanggung jawab profesi advokat yang bebas dan mandiri sebagaimana ketentuan Pasal 32 ayat (4) jo. Pasal 28 ayat (1) UU Advokat, yang mengisyaratkan bahwa seluruh advokat patut untuk taat kepada hukum dengan mengindahkan UU Advokat. Berkaitan dengan berhimpunnya advokat maka pembentukan organisasi advokat sebagai wadah profesi advokat bertujuan untuk memudahkan pembinaan, pengembangan, dan pengawasan, serta untuk mengingkatkan kualitas advokat itu sendiri dalam menjalankan tugas profesinya memberikan jasa hukum untuk kepentingan hukum atau kliennya sesuai dengan kode etik profesi advokat sehingga ke depan diharapkan rasa keadilan masyarakat dalam proses penegakan hukum dapat terwujud.

Untuk menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat, Advokat diberikan kebebasan yang seluas-luasnya untuk membentuk organisasi advokat. Ketentuan dalam RUU tentang Advokat terkait dengan pembentukan organisasi advokat dibolehkan dengan persyaratan yang ditetapkan secara tegas bahwa persyaratan organisasi advokat yang ditetapkan oleh undang-undang adalah sebagai berikut:

1. berbadan hukum;
2. beranggotakan Advokat;
3. memiliki program kerja dalam bidang pemberian Jasa Hukum dan Jasa Hukum Secara Cuma-Cuma;
4. memiliki kepengurusan 100% (seratus persen) dari jumlah provinsi, paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan; dan
5. lolos verifikasi yang dilakukan setiap 4 (empat) tahun sekali oleh Menteri.

Selanjutnya RUU tentang Advokat dinyatakan bahwa organisasi advokat didirikan dan dibentuk oleh paling sedikit 35 (tiga puluh lima) orang Advokat dengan akta notaris. Pengurus organisasi advokat paling sedikit terdiri atas 3 (tiga) orang, yaitu 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang sekretaris, dan 1 (satu) orang bendahara. Berkenaan dengan akta notaries harus memuat anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta kepengurusan organisasi advokat tingkat pusat. Adapun anggaran dasar memuat paling sedikit:

a. asas dan ciri Organisasi Advokat;
b. visi dan misi Organisasi Advokat;
c. nama, lambang, dan tanda gambar Organisasi Advokat;
d. tujuan dan fungsi Organisasi Advokat;
e. organisasi, tempat kedudukan, dan pengambilan keputusan;
f. kepengurusan Organisasi Advokat;
g. peraturan dan keputusan Organisasi Advokat;
h. pendidikan keorganisasian; dan
i. keuangan Organisasi Advokat.

Organisasi advokat harus didaftarkan kepada Menteri untuk menjadi badan hukum. Sementara itu untuk menjadi badan hukum organisasi advokat harus mempunyai:

a. akta notaris pendirian organisasi advokat;

b. nama, lambang, atau tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda gambar yang telah dipakai secara sah oleh Organisasi Advokat lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

c. kantor tetap;

d. kepengurusan 100% (seratus persen) dari jumlah provinsi, paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan; dan

e. memiliki rekening atas nama organisasi advokat.

Pembentukan Dewan Advokat Nasional

Dalam rangka pengembangan profesi advokat dan sebagai upaya untuk meningkatkan penegakkan hukum di Indonesia, maka dalam RUU tentang Advokat dibentuk Dewan Advokat Nasional. Dewan Advokat Nasional merupakan lembaga yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya.

Pembentukan Dewan Advokat Nasional bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan Advokat di bidang hukum agar setiap warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Dewan Advokat Nasional mempunyai tugas yaitu: meningkatkan peran profesi Advokat dalam penegakkan hukum di Indonesia; meningkatkan pengetahuan, kompetensi, dan kemahiran advokat dalam menjalankan profesinya; menyusun kode etik; menyusun dan mengevaluasi standar pendidikan profesi advokat secara nasional; mendata keanggotaan advokat pada tingkat nasional; menyelesaikan perkara pelanggaran kode etik advokat pada tingkat banding; memfasilitasi organisasi advokat dalam menyusun peraturan dibidang advokat dan meningkatkan kualitas profesi advokat; menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan yang bersumber dari dana bantuan Negara secara berkala 1 (satu) tahun sekali kepada Pemerintah setelah diperiksan oleh Badan Pemeriksa Keuangan; dan melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.

Dalam menjalankan tugas Dewan Advokat Nasional berwenang menetapkan berbagai kebijakan yang dapat meningkatkan peran profesi advokat dalam penegakan hukum di Indonesia; menetapkan berbagai kebijakan untuk meningkatkan pengetahuan, kompetensi, dan kemahiran advokat dalam menjalankan profesinya; menetapkan kode etik; menetapkan standar pendidikan profesi Advokat secara nasional; menetapkan sistem keanggotaan advokat pada tingkat nasional; menyelesaikan perkara pelanggaran kode etik advokat pada tingkat banding; menetapkan pedoman bagi Organisasi Advokat dalam menyusun peraturan di bidang Advokat dan meningkatkan kualitas profesi Advokat; dan melaksanakan wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang.

Anggota Dewan Advokat Nasional dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan calon yang diusulkan oleh Presiden yang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: warga negara Republik Indonesia; bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; sehat jasmani dan rohani; sarjana hukum atau sarjana bidang lain yang memiliki keahlian dan pengalaman sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun dalam bidang hukum atau pemerintahan yang menyangkut penyelenggaraan profesi; berusia paling rendah 45 (empat puluh lima) tahun; cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik; memiliki pengetahuan tentang profesi advokat; tidak pernah dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; tidak pernah melakukan perbuatan tercela; dan tidak menjabat sebagai pengurus partai politik.

Untuk menjaga netralitas dan profesionalitanya, Ketua, wakil ketuan dan anggota Dewan Advokat Nasional dilarang merangkap jabatan menjadi: pejabat Negara, penyelenggara Negara, pegawai negeri, anggota dewan perwakilan rakyat daerah, kepala desa, atau pejabat lain yang gaji atau honorariumnya dibiayai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara, atau anggaran pendapatan dan belanja daerah secara periodik dalam jangka waktu 2 (dua) tahun secara berturut-turut; menjadi pengurud atau karyawan badan usaha milik Negara atau badan usaha milik daerah; menjadi pegawai negeri; atau menjadi pengurus partai politik.

Jika terdapat susunan majelis yang tidak memenuhi unsur yang telah ditetapkan di dalam UU Advokat, akan menjadi permasala¬han hukum baru, artinya putusan a quo tidak dilakukan ber-dasarkan ketentuan undang-undang atau tidak legitimate. Putusan yang seharusnya sarat berisi nilai etika dan moral itu apabila dapat memasuki ranah hukum umum dan atau dapat menjelma menjadi permasalahan hukum baru berdasarkan tuntutan tentang perbuatan melawan hukum, yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata.

Selanjutnya sebagai bentuk konsistensi peningkatan kualitas profesi advokat maka dalam ketentuan RUU tentang Advokat khususnya terkait dengan pelaksanaan kode etik maka setiap organisasi advokat yang telah memenuhi persyaratan berdasarkan RUU tentang Advokat membentuk Dewan Kehormatan yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode etik pada tingkat pertama. Selanjutnya bagi advokat yang tidak puas dengan putusan Dewan Kehormatan dapat mengajukan banding ditingkat berikutnya yakni ke Majelis Kehormatan yang dibentuk oleh Dewan Advokat Nasional yang putusannya bersifat final dan mengikat.

Penutup

Advokat sebagai salah satu lembaga penegak hukum diharapkan untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Penyempurnaan Undang-Undang tentang Advokat tersebut dimaksudkan untuk lebih memantapkan kedudukan dan peran Advokat sebagai lembaga penegak hukum yang melaksanakan kekuasaan kehakiman harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak mana pun, yakni yang dilaksanakan secara merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya.(yh/bhc/sya)

*Penulis adalah Seorang Perancang Undang-Undang, Bagian PUU Bidang Politik Hukum dan HAM, sebagai PNS Sekretariat Jenderal DPR - RI dan lulusan Sarjana S1 Hukum Internasional Universitas Lampung serta S2 Hukum Tata Negara Universitas Indonesia.



 
   Berita Terkait > UU Advokat
 
  Uji UU Advokat, Pemohon Hapuskan Angka 2 Petitum Permohonan
  Pernah Diputus, Advokat KAI Kembali Gugat Ketentuan Wajib Sumpah di Pengadilan Tinggi
  Penyempurnaan UU No 18 Tahun 2003 Tentang Advokat
  Pemohon Tidak Hadir, MK Nyatakan Permohonan Uji UU Advokat Gugur
  Menghentikan RUU Advokat Langgar UU
 
ads1

  Berita Utama
Kreditur Kondotel D'Luxor Bali Merasa Ditipu Developer PT MAS, Tuntut Kembalikan Uang

Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

 

ads2

  Berita Terkini
 
Kreditur Kondotel D'Luxor Bali Merasa Ditipu Developer PT MAS, Tuntut Kembalikan Uang

Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2