JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Hampir tiap penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) sarat dengan pelanggaran administrasi. Hal ini tak hanya dilakukan tim kampanye bakal calon kepala daerah, melainkan dilakukan pula oleh KPU serta KPUD sebagai penyelenggara pemilu.
Berdasarkan data yang dihimpun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), sepanjang 2011 terdapat 1.718 pelanggaran dalam pelaksanaan pemilukada. Pelanggaran administrasi oleh KPU setempat, disebabkan adanya konflik kepentingan antara penyelenggara pemilu dengan salah satu pasangan.
"Akibatnya, banyak ditemukan di beberapa daerah adanya bakal calon yang seharusnya memenuhi syarat, tetapi tidak dinyatakan lolos oleh KPU setempat," kata anggota Bawaslu Bidang Hukum dan Penanganan Pelanggaran, Wirdyaningsih dalam jumpa pers di Kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa (20/12).
Bawaslu juga melansir bahwa politik uang juga terjadi hampir di seluruh tahapan pemilukada. Namun Bawaslu kesulitan dalam meneruskan laporan pelanggaran money politics tersebut kepada kepolisian. "Kepolisian selalu meminta bukti yang lengkap dan berbelit terkait money politics. Padahal tugas Bawaslu tidak sejauh sampai proses penyidikan begitu," ujarnya.
Diungkapkan Wirdyaningsih, sebanyak 781 dari 1.718 pelanggaran atau 45 persen laporan pelanggaran dalam pelaksanaan pemilukada tidak diteruskan oleh KPU dan kepolisian lantaran tidak cukup bukti. Laporan tersebut merupakan data dari Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) atas 58 Kabupaten/kota di Indonesia. "Tidak semua laporan dapat ditindaklanjuti, karena tidak cukup bukti," ujarnya.
Mengenai laporan yang tidak ditindaklanjuti, Wirdyaningsih mengatakan, hal tersebut bisa juga terjadi karena kadaluarsa. Selain itu, juga diakibatkan sulitnya penyelesaian pelanggaran pemilu, karena keterbatasan kewenangan yang dimiliki Bawaslu, kurangnya persebaran sumber daya manusia, dan luasnya rentang kendali wilayah di Indonesia. "Ada juga karena laporan itu telah kadaluwarsa dan tidak akuratnya data," katanya.
Ditambahkan, dari 1.718 laporan pelanggaran dalam pelaksanaan Pemilukada, sekitar 998 diantaranya dikategorikan sebagai laporan tindak pidana. Dari total jumlah pelanggaran tersebut, sebanyak 372 laporan diteruskan ke kepolisian, karena memenuhi unsur tindak pidana. Tapi kepolisian hanya meneruskan 16 pelanggaran ke kejaksaan. "Pelanggaran itu antara lain kampanye terselubung, intimidasi, dan pengurangan suara," kata dia.
Berdasarkan data Bawaslu, ada 565 kasus pelanggaran administrasi yang diteruskan KPU. Sedangkan dari 313 laporan, KPU tidak melakukan tindak lanjut atas 252 laporan dengan beberapa alasan. “Secara garis besar berbagai permasalahan tersebut, disebabkan keterbatasan kewenangan yang dimiliki Panwaslu, sumber data yang tersebar di wilayah Indonesia dan kendali wilayah yang luas,” papar Wirdyaningsih.(minc/rob)
|