JAKARTA-Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) kembali mempertanyakan sikap Gubernur Kalimantan tengah (Kalteng) Agsutin Teras Narang atas penolakan pembangunan rel kereta api. Pernyatannya yang mengaitkan proyek tersebut dengan kerusakan lingkungan sangat tidak etis.
Jika politisi PDIP berbicara soal lingkungan, artinya tidak boleh ada izin konsensi tambang di daerah tersebut. Kenyataannya, malah banyak perusahaan pertambangan batu bara dan sawit di kawasan ini mendapat izin.
“Pembangunan rel KA hanya sebagian kecil berdampak merusak lingkungan. Berbeda dengan pertambangan batu bara itu yang merusak lingkungan di sana. Gubernur harus urus dulu masalah itu, baru bicara rel KA,” kata Manajer Kampanye Hutan Walhi Deddy Ratih di Jakarta, Senin (8/8).
Dikatakan, ada bentuk inkonsistensi kebijakan dalam perlindungan lingkungan di wilayah Jantung Borneo ini. Namun, penolakan ini lebih disebabkan benturan kepentingan proyek antara pusat dan daerah. Proyek-proyek ini, memang direncanakan untuk mengeksploitasi habis-habisan Kalimantan. "Kelihatannya, pusat muncul dengan intervensi untuk merebut proyek di Kalimantan,” ujar dia.
Deddy menambahkan, pembangunan rel kerata api penghubung antara Kalteng dan Kaltim itu justru memiliki dampak lingkungan lebih sedikit daripada pembuatan jalan tol. Pembabatan hutan untuk lahan rel KA tak begitu mengambil lahan luas. Jadi, pertimbangan aspek lingkungan terhitung kecil. “Peruntukan transportasi ini memang lebih untuk memfasilitasi industri batu bara dan CPO. Kepentingan masyarakat memang terpinggirkan dalam transportasi ini,” jelas Deddy.
Sebelumnya, Gubernur Teras Narang sangat berang dengan rencana pemerintah pusat untuk membangun rel keret api sepanjang 135 kilometer yang menghubungkan Kalteng dan Kaltim. Bahkan, mantan ketua III DPR ini bertekad mundur dari jabatanya, jika pemerintah pusat tetap memaksakan pembangunan rel kereta api yang mengangkut batu bara dengan nilai proyek mencapai 2,5 miliar dolar AS tersebut kalau tetap dilanjutkan.(mic/biz)
|