Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Politik    
Penangkapan Aktivis
Penjelasan Kivlan Zein Terkait Penangkapannya Jelang Aksi Bela Islam 212
2016-12-04 09:35:21
 

Ilustrasi. Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen, S.IP, M.Si.(Foto: BH /mnd)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Mayjen (Purn) Kivlan Zein ditangkap Polisi jelang Aksi Bela Islam jilid III, dengan tuduhan melakukan makar terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wapres M Jusuf Kalla.

Kivlan berkisah dirinya dulu saat bertugas di Kostrad juga menangkapi aktivis, mantan menteri hingga jenderal yang hendak melakukan makar pada pemerintahan BJ Habibie. Karena itu, saat ditangkap 20 polisi pun ia tak banyak melawan. Justru ia menertawakan kinerja polisi yang menganggapnya melakukan makar.

Berikut penuturan Kivlan Zein, tokoh militer Indonesia. Ia juga sebagai mantan Kepala Staf Kostrad (Kas Kostrad) ABRI :

Begini ceritanya, Jumat (2/12) sekitar jam 4.45 WIB, selesai solat (Subuh) saya persiapan mau ke Monas. Karena rencananya saya mendampingi Habib Rizieq (Shihab). Kemanapun Habib Rizieq (pergi), saya akan dampingi. Kalau terjadi apa-apa dengan Habib Rizieq saya bisa bantu. Itu sudah prosedurnya, baik (aksi) di 411 maupun rencana di 212.

Saya sudah siap berangkat, pakai baju koko, kopiah haji, pakai syal putih. Pas mau berangkat, tiba-tiba pintu rumah saya digedor barengan sama pembantu rumah. Mereka langsung (masuk) sekitar 20 orang masukl menyerbu. Di depan pintu rumah saya, sudah ada tiga orang.

Dalam hati, ada apa ini. Oh, langsung saya berpikir, pasti seperti yang ditulis di Posmetro nih, masalah makar. Saya tenang aja, karena masih masalah ini. Jadi saya sudah tahu bahwa dari berita itu, bahwa polisi sudah menargetkan saya.

Anak saya juga sudah cerita, karena temannya banyak di polisi. Saya juga kaget waktu dikasih tahu, tapi itu sudah sebulan lalu.Tapi enggak apa-apa. Kalau saya ditarget karena korupsi, mencuri ayam, narkoba, saya malu lah.

Tapi, kalau saya jadi target politik, saya enggak malu. Kalau dibilang makar, saya tidak pernah berencana makar, saya enggak rencana untuk mengganti pemerintahan. Cuma, memang saya keras mengkritik pemerintah.

Seperti masalah manajemen pemerintah bidang ideologi dan budaya, tentang UUD 1945 saya kritik.

Setelah (polisi) datang, saya silakan duduk. Lalu dikasihkan surat perintah penggeledahan rumah. Setelah saya baca, silakan. Saya bilang, mana kalau ada senjata ambil saja, kalau ada granat ambil saja. Kalau ada dokumen rancangan tuk makar, silakan (ambil).

Lalu dibuka-buka semuanya, tiket-tiket selama 5-10 tahun terakhir dibukain, dicari ada enggak catatan saya. Ya enggak ada catatan saya.

Di surat-surat yang dibuka enggak ada rancangan makar. Tapi tulisan saya tentang masalah UUD 45 dan kenegaraan, saya banyak.

Yah saya lakukan saja. Saya duduk. Lalu, saya mau dibawa. Saya bilang tunggu dulu, saya ini masih tentara cadangan. Tentara cadangan itu kena KUHP-T, bukan KUHP, kalau ada masalah pidana.

Kalau saya dapat masalah pidana ini, mesti polisi militer yang datang ke saya. Tiba-tiba muncul polisi militer berpangkat Kapten dari Kodam. Yah sudah, kalau begitu saya mau ikut.

Saya melihat itu, enggak apa-apa, saya ketawa saja. Saya sudah tahu. Dulu saya juga begini waktu saya dinas. Waktu saya nangkapin orang begini juga. Ya sudah, sekarang saya ditangkapin orang, ya sudah.

Nangkap orang waktu saya (tugas) di Kostrad bersama Kodam dan kepolisian pada 12 November 1998, kan juga ada jenderal Kemal Idris, Aryo Toto S, dan banyak jenderal, termasuk ada Sri Bintang Pamungkas, Edi Sularsono. Yah saya ikut menangkap mereka, dulu juga kita perintahkan menangkap karena mau makar pada masanya Presiden Habibie.

Mereka makar, karena mereka sudah memproklamirkan pemerintah koalisi nasional, ini presidennya, ini menterinya, dan MPR-nya koalisi di Hotel Sahid Jaya, 12 November 1998. Kalau itu sudah terang (makar).

Mereka ditangkap juga, jenderal juga banyak, mantan-mantan menteri juga banyak, lalu ditangkapin dan dibina sama Mabes (TNI) juga

Saya pikir, saya akan kena begitu juga, makanya saya akan hormati pekerjaan mereka. Cuma saya ketawa saja.

Lalu dibawalah saya. Di jalan saya enggak dibawa ke Kodam, enggak ke Mapolda. Di jalan, arah mobilnya ke Cibubur, saya pikir pasti ini mau dibawa ke Mako Brimob.
Dulu juga ketika pimpinan jenderal ke atas (ditangkap), dibawanya ke Mako Brimob juga.

Jadi, sudah biasa begitu. Karena kalau diperiksa di Mako Brimob itu sunyi enggak ada orang, enggak ada yang bisa masuk. Kalau di Mapolda (Metro Jaya) kan ramai orang.
Setelah di dalam, penyidiknya yang Bripka dan ada Alex namanya bilang, Pak kami tahu bapak, kami menghormati perjuangan bapak. Tapi, kami bertugas. Saya bilang enggak apa-apa, silakan saja.

Katanya, boleh kita periksa jam 7 itu. Saya bilang, jangan dulu tunggu pengacara. Saya enggak bisa kontak karena handphone saya diambil. Saya minta tolong pinjam HP, hubungi pengacara saya, Lukmanul Hakim, pengacaranya FPI juga.

Tapi, dia masih di Monas dan baru bisa keluar Monas jam 15.00 WIB karena ramai jutaan orang. Lalu dia sampai jam 16.00 WIB. Lalu ada teman saya, dari LBH Solidaritas Indonesia, Taufik Budiman.

Kivlan baru diperiksa pada jam 12 setelah didampingi pengacaranya bernama Taufik Budiman dari LBH Solidaritas Indonesia. Kivlan menyebut, Taufik Budiman turut bersamanya mengajukan gugatan ke pengadilan terkait masalah ilegalnya UUD 45 Perubahan. Yakni dari sisi administrasi ilegal, dari prosedur ilegal, dari tata cara ilegal.

"Jadi, periksanya cuma satu pertanyaan, apakah menurut Anda pemerintahan Jokowi-JK ini adalah konstitusional? Saya bilang, konstitusional menurut UUD Perubahan. Tapi, kalau UUD 1945 yang lama, yang asli, ini ilegal, tidak konstitusional," lanjutnya.

"Betul dong. Kalau UUD yang lama, presiden/wakil presiden dipilih oleh MPR. Namun UUD yang baru ini karena ilegal, maka tidak konstitusional. Mengapa? Karena di UUD yang baru itu tidak ada Bab IV. Coba Anda lihat. Ada Bab III dan langsung Bab V. Bab IV ini kan dalam kepercayaan etnis tertentu enggak boleh, pantang, sial. Jadi, ada pengaruh kepercayaan etnis tertentu. Di lift hotel tertentu juga enggak lantai 4, dari lantai 3 langsung ke lantai 5".

Setelah pertanyaan itu, Kivlan mengaku pemeriksaan selesai. Ia lama berada di Mako Brimob lantaran menunggu rekan-rekannya yang juga ditangkap dengan tuduhan makar, masih menjalani pemeriksaan. Sabtu (3/12) dini hari, Kivlan Zein dipulangkan.

Saat ditanya Tribunnews, apakah penyidiknya polisi Bripka berani memeriksanya, Kivlan tak mempermasalahkan.

"Ya berani lah, lagipula enggak apa-apa. Saya begini saja kok. karena ada undang-undang . Nggak apa-apa, enggak ada masalah," jelas Kivlan.

Apakah penyidik bapak marahi?

"Saya malah ketawa-ketawa. Kata mereka (penyidik), Pak dulu kan bapak mengajarkan kami begitu, untuk menangkap. Saya bilang, ya sudah enggak apa-apa, silakan aja, saya juga begitu. Hehehe," cerita Kivlan.

Mengenai pertemuan dengan Rachmawati di Kampus Universitas Bung Karno pada 20 November lalu yang disebut-sebut bagian dari rencana makar, Kivlan mengaku tidak mengikuti pertemuan tersebut.

Lalu kenapa bapak ditangkap?

"Mungkin karena saya salah seorang ikon, dan kalau aksi 212 saya hadir, maka mereka akan mengarah kemana setelah jam 13 untuk merebut MPR. Karena dari pernyataan pertemuan di UBK pada 30 November dan tanggal 1 Desember ada pernyataan sikap di Hotel Sari Pan Pasific, bahwa mendukung Ahok ditangkap, tegakkan keadilan, dan pernyataan bahwa mendesak supaya dilakukan Sidang Istimewa (MPR) untuk merubah UUD 1945. Saya enggak hadir di kedua pertemuan itu," lanjut Kivlan.

Kivlan juga menceritakan bahwa ketika ada rapat yang dipimpin Sri Bintang Pamungkas dengan menyatakan akan merebut MPR dengan revolusi, ia tidak hadir. "Jadi, saya enggak hadir pertemuan antara mereka," terang Kivlan.

Apakah bapak tahu rencana hendak menggiring massa 212 untuk menduduki MPR/DPR?

"Enggak tahu. Katanya iya ada buktinya. Tapi, saya enggak tahu itu. Saya enggak berniat begitu dong," jelasnya.

Ketika ditanya apakah ia hadir pada pertemuan di rumah mantan KSAD, Mayjend (Purn) Joko Santoso, bersama pimpinan FPI, yang dikabarkan membahas rencana mengubah FPI menjadi Partai Islam, lagi-lagi Kivlan mengatakan tidak hadir. Menurutnya ia tidak hadir dan ketika itu baru pulang dari Manila.

"Jadi, saya tidak tahu apa yang mereka melakukan perancangan itu. Cuma waktu tanggal 411, saya berada di sampingnya Habib Rizieq, karena dia ada perjanjian aksi Bela Negara kalau dia tertembak, dan maka saya akan memimpin massa. Rencananya, besok waktu 212 itu saya juga mendampinginya. Kalau ada masalah-masalah, saya akan dampingi dia. Tapi, mungkin mereka takut kalau saya memimpin akan terjadi revolusi. Tapi, saya enggak ada apa-apa," lanjut Kivlan.

Kenapa anda kini mendukung total Habib Rizieq, Apa karena anda berkontribusi mendirikan FPI?

"Enggak, saya bukan pendiri dan bukan insiator pendirian FPI. Yang mendirikan adalah Komjen Pol Nugroho Djayusman, Kapolda waktu itu. Didirikan karena yang ada ormas anti-Habibie, tidak ada ormas satupun yang untuk membantu pemerintahan dalam membantu keamanan, semuanya ormas anti-Habibie. Jadi, dibentuklah FPI ini. Saya enggak ikut terlibat. Saya engak tahu, tahu-tahu kok sudah terbentuk FPI," terangnya.(tribunnews/aq/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Penangkapan Aktivis
 
  Nasihat Prof Yusril kepada Ustadz Alfian Tanjung: Jangan Goyah, Sampaikan Keberanaran
  Kasus Penangkapan Mahasiswa Indonesia Jangan Terjadi Lagi
  Fadli Zon: Masih Ada Diskriminasi Penindakan Hukum
  Sejumlah Aktivis Ditangkap, Rezim Jokowi Tunjukkan Fobia Kritik
  Polisi Mengabulkan Permohonan Penangguhan Penahanan Firza Husein
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2