JAKARTA, Berita HUKUM - Keputusan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menghapuskan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) atas sejumlah barang yang dianggap tidak lagi mewah patut diapresiasi. Penghapusan PPnBM tersebut diharapkan mampu meningkatkan penjualan produk sekaligus membantu mengatasi kelesuan ekonomi.
“Sejumlah barang seperti kulkas, kompor, TV memang sudah bukan lagi masuk kategori barang mewah, sehingga sudah seharusnya tidak masuk dalam daftar barang yang terkena PPnBM,” ujar William Henley, CEO Indosterling Capital, dalam siaran persnya, Senin (15/6).
Implementasi penghapusan pajak barang mewah sedianya dilakukan awal pekan ini. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sebelumnya mengumumkan sejumlah barang yang saat ini umum dimiliki masyarakat luas akan dibebaskan dari PPnBM.
Barang-barang itu antara lain kulkas, water heater, AC, TV, kamera, kompor, dishwasher, dryer, microwave. Selain itu juga alat-alat olah raga (alat-alat pancing, golf, selam, surfing); alat musik (piano, alat musik elektrik); branded goods (wewangian, saddlery and harness, tas, pakaian, arloji); serta peralatan rumah dan kantor (permadani, kaca kristal, kursi, kasur lampu, porselen dan ubin).
“Penghapusan PPnBM barang-barang tersebut terlihat sepele, tetapi efek berantainya bisa besar. Sebab ini bisa meningkatkan minat beli masyarakat, menambah penjualan, membantu jalannya roda perusahaan, dan pada akhirnya membantu pertumbuhan ekonomi,” ujar William.
Meski diperkirakan dapat positif bagi dunia usaha yang kini sedang menghadapi tekanan besar, namun pemerintah juga tidak bisa hanya mengandalkan komponen konsumsi rumah tangga untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi. Banyak hal yang harus diperbaiki guna menumbuhkan kembali kepercayaan investor terhadap Indonesia.
Seperti diketahui, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diyakini masih terus menghadapi tekanan menjelang akhir semester I ini. Kondisi ini sangat membebani dunia usaha yang kini juga sedang menghadapi perlambatan akibat lemahnya daya beli.
“Para pengusaha masih akan menghadapi situasi yang sulit hingga akhir Semester I ini akibat tekanan pelemahan rupiah dan juga melambatnya perekonomian,” kata William.
Tekanan para pengusaha ini diperkirakan masih akan berlangsung hingga beberapa waktu ke depan karena masih banyaknya faktor yang membuat nilai tukar rupiah melemah. Belum adanya penyelesaian krisis Yunani dan juga prospek kenaikan suku bunga AS akan terus menekan nilai tukar rupiah.
"Para pengusaha harus memperhitungkan dampak dari sentimen tersebut dalam kurun waktu yang lebih lama,” lanjut William.
Bank Dunia juga sudah mengeluarkan peringatan kepada negara-negara berkembang agar mewaspadai efek dari kenaikan suku bunga AS. Kebijakan tersebut dikhawatirkan memicu keluarnya arus modal dari negara-negara berkembang. Pekan lalu, Bank Dunia juga telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,7 persen tahun ini dari sebelumnya 5,2 persen.
“Indonesia termasuk negara yang harus mewaspadai keluarnya arus modal. Pemerintah dan Bank Indonesia harus mulai mewaspadai kekhawatiran yang disampaikan Bank Dunia tersebut,” ujar William.
Sejumlah pengusaha diketahui mulai menghitung ulang rencana investasinya untuk mengantisipasi perlambatan ekonomi ini. Target-target penjualan dan juga pendapatan mulai disesuaikan.
“Mereka mau tidak mau harus melakukan revisi target dan mengkaji ulang rencana investasi sesuai dengan perkembangan perekonomian terkini, terutama berkaitan dengan nilai tukar rupiah yang terus melemah,” kata William.
Karena itu, lanjut William, kebijakan-kebijakan yang sifatnya membantu mendorong daya beli masyarakat akan sangat membantu dunia usaha untuk melewati masa-masa sulit seperti sekarang ini.(rls/bh/yun) |