Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
White Crime    
Kasus RS Sumber Waras
Pengamat: KPK Terperangkap dalam Niat Jahat Melindungi Ahok
2016-03-31 21:46:17
 

Pengamat Kebijakan Publik Budgeting Metropolitan Watch (BMW) Amir Hamzah (kiri) dan Pengamat masalah ibukota, Prijanto.(Foto: Istimewa)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Kasus Sumber Waras menuju babak akhir. Setelah publik disuguhi perseteruan antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), belakangan publik kembali disuguhi perselisihan Ahok dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Orang-orang dekat Ahok di Yayasan RS Sumber Waras sekaligus tangan kanannya di Pemprov DKI Jakarta, satu per satu sudah diperiksa oleh penyidik KPK.

Hingga kini, KPK terus mendalami dugaan bancakan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras. Bahkan, dikabarkan sudah ada sekitar 37 saksi terkait yang sudah dipanggil ke KPK.

Namun demikian sepertinya KPK masih 'setengah hati' untuk menuntaskan kasus tersebut. Sebab, baru-baru ini, salah satu pimpinan KPK, Alexander Marwata justru mengaku belum menemukan adanya niat jahat pejabat Pemprov DKI.

Menanggapi hal itu, Pengamat Kebijakan Publik Budgeting Metropolitan Watch (BMW) Amir Hamzah ? meyakini, KPK sebenarnya sudah mengantongi nama seorang tersangka.

Namun, Amir menduga, KPK sudah masuk dalam konspirasi jahat orang-orang kuat dibelakang Ahok yang tidak menginginkan kasus tersebut diusut.?

"Kalau Alexander bilang, 'belum ditemukan niat jahat',? berarti KPK sudah terperangkap dalam niat jahat untuk melindungi Ahok," kata Amir kepada TeropongSenayan, Jakarta, Kamis (31/3).

Amir mengaku tidak habis pikir dengan pertanyataan Alexander perihal indikasi 'niat jahat' yang dimaksud.

"Memangnya dalam KUHAP ada pasal yang mengatur 'niat jahat'? Itu kan tidak diatur. Tapi, kalau niat dan perilaku Ahok melanggar UU, sudah jelas!" tegas Amir.

Dijelaskan Amir, sejak awal perubahan APBD Perubahan 2014, niat jahat Ahok dan kroni-kroninya sudah dimulai.

"APBD-P 2014 diminta untuk dievaluasi oleh Kemendagri pada tanggal 22 September 2014, tapi kenapa Ahok mengabaikan? Makanya, sejak awal saya bilang, kalau KPK serius, panggil Kemendagri. Susah amat!" cetus Amir.

Dengan begitu, lanjut Amir, penyidik handal KPK akan menemukan setumpuk alat bukti bahwa disini Ahok jelas sengaja melanggar UU.

"Saat itu kan masa transisi pergantian antara Mendagri lama (Gamawan Fauzi) dengan Mendagri sekarang, Tjahjo Kumolo," katanya.

Selanjutnya, tambah Amir, pada tanggal 20 Oktober 2014 pemerintahan Jokowi-JK dilantik, dan Ahok langsung mengirim surat desakan pengesahan APBD-P 2014 kepada ketua DPRD DKI, yang saat itu juga baru dilantik.

"Ahok paham itu, makanya dia bermain disela-sela konsentrasi publik yang saat itu fokus pada peralihan kekuasaan dari SBY dan Jokowi. Ahok lupa, kalau di Jakarta masih ada orang cerdas yang namanya Amir Hamzah," kata dia berseloroh.

Karena itu, Amir meminta, agar KPK tak berbelit-belit dan KPK segera menyederhanakan masalah.

"Atau, dari pada KPK didesak terus oleh publik, sebaiknya KPK sampaikan saja ke publik bahwa Ahok dilindungi Jokowi. Atau KPK tanya saja ke Jokowi kenapa begitu 'ngotot' untuk melindungi Ahok. Nanti akan ketahuan dosa-dosa Jokowi yang 'disandera' Ahok," ungkap Amir.

"Jadi, kalau KPK ingin masalah Sumber Waras segera clear, tidak ada jalan lain kecuali harus transparan," terang Amir.

"Kita tahu, dalam kasus ini KPK sangat tertutup dan terkesan sembunyi-sembunyi dalam memanggil pihak terkait. Padahal, katanya sudah ada sekitar 33 sampai 37 saksi yang sudah diperiksa. Tapi kenapa saat pemanggilan atau pemeriksaan dilakukan, KPK tidak pernah sekalipun menyampaikannya ke publik?" tanya Amir penasaran.

"Bukannya selama ini, KPK biasanya gembar-gembor, kalau mau ada yang diperiksa, langsung koar-koar ke publik, besok mau periksa si-A, si-B. ?Tapi kenapa giliran kasus Sumber Waras tak pernah sekalipun diumumkan? Ada apa? Kenapa?" sesal Amir.

Sementara, Pengamat masalah ibukota, Prijanto sebagai mantan wakil Gubernur DKI Jakarta meyakini bahwa, KPK sebenarnya sudah menemukan dua alat bukti kasus pembelian lahan Yayasan Sumber Waras. Namun, KPK disebut sebagai sedang 'olah lidah'. Apa itu?

"Saya berpendapat KPK sudah menemukan dua alat bukti kasus lahan Yayasan Sumber Waras. Sekarang KPK sedang olah lidah belum temukan niat jahat atau korupsinya Ahok," ujar Prijanto melalui pesan tertulis, Kamis (31/3) di Jakarta.

Namun Prijanto siap membantu KPK untuk menemukan niat jahat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (BAP) atau Ahok dalam skandal tersebut. Menurut Prijanto, tidak sulit menemukan fakta-fakta yang mendukung niat jahat Ahok dalam kasus tersebut.

"Jika Ahok berniat baik, maka tidak akan melanggar UU, Perpres, Keputusan Mendagri dalam membeli tanah Yayasan Sumber Waras. Tidak perlu Ahok keluyuran rapat dengan pemilik tanah untuk menentukan harga ," ujar Prijanto.

Sebagai Gubernur, menurut Prijanto, Ahok seharusnya fokus melakukan perencanaan, kajian hingga membentuk Tim yang menangani hal tersebut. Bukan malah memaksakan agar pembelian lahan Yayasan Sumber Waras masuk dalam RAPBD-P 2014.

Jika berniat baik, menurut Prijanto, Ahok seharusnya tidak membayar harga tanah tersebut lebih mahal dibanding harga PT CKU (Rp 500 M dengan peruntukan komersil). Seharusnya Ahok menekan harga dibawah PPJB antara PT CKU dengan YKSW, bukan malah membayar seharga Rp 800 Miliar.

"Seharusnya Ahok tidak menaikkan NJOP. Sebagai Gubernur, Ahok memiliki kewenangan soal NJOP. Menjadi aneh karena NJOP tahun sebelumnya sebesar Rp 12 juta, saat terjadi pembelian tanah YKSW menjadi Rp 20 juta/meter persegi," papar Prijanto.

Prijanto juga mengungkapkan, jika Ahok tidak berniat jahat seharusnya tidak buru-buru melunasi pembayaran pada pukul 20.00, 31 Desember 2014. Sebab, pemilik tanah masih menunggak PBB sebesar Rp 6 Miliar dan ada 15 bangunan milik RSSW di atas tanah tersebut.

"Jika tidak berniat jahat maka Ahok tidak membeli tanah tersebut dengan harga mahal. Sebab lokasinya tidak strategis dan banjir tidak sesuai kajian teknis Dinkes. Dilain pihak Pemprov DKI Jakarta memiliki aset lahan yang sesuai. Jadi uang Rp 800 miliar itu seharusnya sudah bisa untuk membangun RS Jantung lengkap," ujar Prijanto.(ris/mnx/teropongsenayan/bh/sya)





 
   Berita Terkait > Kasus RS Sumber Waras
 
  Bambang Widjojanto Usul BANI Solusi Tercepat Selesaikan Kasus Sumber Waras
  Wagub Minta Bantuan Kejati DKI Bongkar 'Niat Jahat' Transaksi RS Sumber Waras
  Lelet Usut Kasus Penjualan Lahan RS Sumber Waras, KPK Digugat ke Pengadilan
  Nah'.. BPK Temukan Bukti Baru, KPK Diminta tak Ragu Jadikan Ahok Tersangka
  KPK Digugat Ratna dan Belasan Aktivis Terkait Kasus Sumber Waras dan Reklamasi
 
ads1

  Berita Utama
Kreditur Kondotel D'Luxor Bali Merasa Ditipu Developer PT MAS, Tuntut Kembalikan Uang

Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

 

ads2

  Berita Terkini
 
Kreditur Kondotel D'Luxor Bali Merasa Ditipu Developer PT MAS, Tuntut Kembalikan Uang

Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2