Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
White Crime    
Ahok
Pengamat: Ini Tiga Pintu KPK Tetapkan Ahok Tersangka
2016-05-31 06:31:21
 

Ilustrasi. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat mendatangi gedung KPK, Jakarta, Jumat (31/10/2015).(Foto: BH/bar)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa menjadikan tersangka Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam skandal 'perjanjian preman'. Demikian menurut inisiator Advokat Cinta Tanah Air Habiburokhman.

"Saya kira KPK tidak akan sulit membuktikan kevalidan informasi tersebut. Kini, Agus Rahardjo (Ketua KPK) tinggal memastikan kesesuaian keterangan Presiden Direktur Agung Podomoro, Ariesman Widjaja, alat bukti dokumen yang disita dari kantor Agung Podomoro dan keterangan saksi-saksi dari Pemprov DKI," kata Habiburokhman, Jakarta, Senin (30/5).

Dia menuturkan, setidaknya ada tiga hal yang dapat digunakan KPK untuk menjerat Ahok sebagai tersangka setelah 'kepergok' menaikkan kontribusi tambahan reklamasi 15 persen.

"Pertama, ini jelas tidak adanya payung hukum untuk pemungutan dana tersebut. Istilah hukum yang paling tepat untuk dana kontribusi tambahan tersebut adalah retribusi," katanya.

Habiburokhman menjelaskan, Pasal 1 angka 64 UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Retribusi Daerah dan Pajak Daerah, yang dimaksud retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah.

Menurut Habiburokhman, Pasal 23A UUD 1945 menyatakan 'pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang'.
Norma yang demikian mempunyai makna bahwa segala sesuatu pungutan yang menjadi beban rakyat harus atas sepengetahuan rakyat melalui representasinya di lembaga perwakilan rakyat DPRD DKI.

Sementara detailing pengaturan retribusi terdapat pada Pasal 286 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang mensyaratkan pungutan retribusi daerah harus ditetapkan dengan undang-undang yang pelaksanaan di daerah diatur lebih lanjut dengan Perda.

"Selain itu Pasal 156 UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah juga mengatur bahwa retribusi ditetapkan dengan Peraturan Daerah," beber Habiburokhman.

Dengan demikian, lanjut Habiburokhman, payung hukum retribusi tidak bisa dengan Peraturan Gubernur atau Instruksi Gubernur atau peraturan lain yang perumusannya tidak memerlukan persetujuan lembaga perwakilan.

Dalam kasus retribusi reklamasi ini Perda yang mengatur soal retribusi terkait reklamasi belum disahkan oleh DPRD DKI, tetapi pungutan retribusi sudah dieksekusi.

Kedua, lanjut Habiburokhman, melalui informasi adanya memo yang menunjukkan persetujuan Ahok agar Agung Podomoro membayar kontribusi tambahan terkait reklamasi.

Kata Habiburokhman, jika benar dokumen tersebut merupakan bukti yang sangat kuat bahwa Ahok mengetahui atau bahkan bertanggung-jawab atas pengeluaran dana tersebut. Selain karena memo, keterlibatan Ahok juga diliat dari perspektif kedudukannya sebagai Kepala Daerah.

"Salah satu kewenangan kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah yakni menetapkan kuasa pengguna anggaran. Hal ini diatur di dalam pasal 5 huruf b UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara," tegas dia.

Ketiga, adalah informasi bahwa penggunaan dana yang tanpa tender. Padahal, dana tersebut bukan merupakan hibah, melainkan akan dikonversi dengan kewajiban retribusi Podomoro terkait reklamasi yang hingga saat ini belum ditetapkan oleh DPRD.

Sebagaimana diketahui bahwa menurut Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, setiap pengadaan barang harus dilaksanakan dengan mekanisme tender.

"Kami berharap agar KPK bisa bekerja cepat, transparan dan profesional dalam kasus ini. Perlu diingat bahwa tindak pidana korupsi adalah tindak pidana yang sangat rawan terhadap penghilangan alat bukti dokumen dan rekayasa keterangan saksi," ungkapnya.

"Jadi, jika memang sudah ada bukti permulaan yang cukup, baiknya KPK segera menetapkan tersangka baru. Siapapun itu, termasuk Ahok jika memang bersalah harus segera diseret ke meja hijau," pungkas dia.(mnx/teropongsenayan./bh/sya)





 
   Berita Terkait > Ahok
 
  Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok Sudah Keluar Bebas dari Rutan Mako Brimob
  Ditertawai Adiknya Ahok, Sam Aliano: Harapan Veronika Tan Jadi Ibu Negara
  Mako, Ahok dan Teroris
  Terkait Kewarganegaraan Ayah Ahok, Inilah Tanggapan Yusril Atas Surat Terbuka Adik Ahok
  'Ahok Masih di Rutan Mako Brimob karena Kedekatannya dengan Jokowi'
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2