JAKARTA, Berita HUKUM - Setelah mendapatkan keputusan dari DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) untuk membatalkan kerjasama dengan International Foundation for Electoral Systems (IFES).
Ternyata, Komisi Pemilih Umum (KPU) baru-baru ini tengah menjalin kerjasama dengan lembaga asing dari Australia. Yakni, Australian Electoral Commission (AEC).
Menurut Direktur Lima, Ray Rangkuti kerjasama tersebut berupa pelatihan peningkatan kapasitas anggota KPU Daerah di beberapa tempat. "Pihak AEC diduga menjadi donor dana dari pelatihan ini," ungkap Ray saat jumpa pers di media center KPU Pusat, Jakarta, Kamis (23/5).
Lebih lanjut, Ray mengungkapkan, info tersebut didapat dari website KPU sendiri. Dimana, program ini telah diikat sejak September 2012 yang langsung ditandatangi oleh Ketua KPU Husni Kamil Malik. "Dan realisasinya, menurut info yang didapakan, program tersebut dilaksanakan sejak bulan ini sampai tahun depan," jelasnya.
Padahal, saat mengagaskan aplikasi Sistem Informasi Pemilu (SIPOL) dengan bekerjasama dengan Ifes. Menurut Direktur Sigma, Said Salahudin DKPP sudah menegaskan bahwa hal itu melanggar keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 108-109 PHPU 18/2009 tentang pemilu Presiden, yang mengamanatkan pemilu bisa terbebas dari keterlibatan pihak asing dan aturan kode etik.
"Namun, karena saat itu KPU mengakui MoU tersebut terjadi pada bulan Agustus. DKPP tidak memberikan sangsi hanya meminta membatalkan saja," jelas Said.
Meski demikian, Said dan Ray menegaskan, mereka tidaklah anti asing. "Namun pihak asing cuma hanya menjadi pemantau saja kegiatan pemilu kita," jelas Ray.
Bahkan, kalo para komisioner ini diundang ke negara lain. Untuk memberikan arahan mekanisme pemilu. Ray mengaku hal itu tidaklah masalah. "Bahkan membanggakan. Namun, jangan sampai asing itu ikut campur tangan dalam pemilu kita," tutur Ray.(bhc/riz)
|