JAKARTA, Berita HUKUM - Sejumlah perusahaan plat merah banyak dikritik Komisi VI DPR RI, lantaran banyak yang membangun anak perusahaan tapi tidak sesuai dengan bidang usahanya. Pembenahan menyeluruh perlu dilakukan oleh Menteri Negara BUMN kepada perusahaan-perusahaan tersebut.
Anggota Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih (dapil Bali), mengemukakan hal tersebut usai mengikuti rapat kerja dengan Menteri BUMN Rini Soemarno, Kamis malam (5/2) lalu. “Misalnya BUMN yang bukan hotel menggarap kapal. Yang bukan kapal menggarap pelabuhan. Pembenahan ekstra luar biasa harus dilakukan oleh Menteri BUMN kita, karena dari yang kita tahu sekarang ini, BUMN harus menjadi agen pembangunan,” ungkap Sumarjaya.
Untuk mengejar profit, sambung Sumarjaya, banyak BUMN membangun anak perusahaan di luar tugas usahanya. Menurut politisi Golkar itu, keuntungan BUMN secara keseluruhan sekitar Rp40 triliun. Sangat jauh bila dibandingkan dengan anggaran PMN yang totalnya mencapai Rp72,9 triliun dalam APBN-P 2015. Sementara Rp48 triliun lebih dialokasikan untuk BUMN.
“Jadi kita harus mencari benefit dari BUMN. Mampu enggak BUMN ini mengelola dan membangun pertumbuhan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat. Inilah mindset yang perlu disadari dari keberadaan BUMN,” ucap Sumarjaya.
Sementara, Uji tuntas (due diligence) kepada sejumlah BUMN penerima penyertaan modal negara (PMN) harus dilakukan oleh Komisi VI DPR RI. Ini penting dilakukan untuk menyaring perusahaan plat merah mana saja yang pantas menerima PMN.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi VI DPR Dodi Reza Alex Noerdin (dapil Sumsel I). Saat ini dana PMN yang akan dikucurkan ke sejumlah BUMN menjadi sorotan publik, karena jumlahnya cukup besar Rp48,006 triliun. Untuk itu, Komisi VI perlu berhati-hati menelaah dan mengeluarkan keputusan soal penyaluran PMN tersebut.
Panja PMN yang dibentuk Komisi VI telah selesai menggelar rapat maraton selama sepuluh hari, sejak tanggal 26 Januari lalu dan berakhir pada, Senin (2/2). Kini, kerja Panja tinggal memplenokan hasil temuan dan informasi yang didapat, untuk kemudian merumuskan rekomendasi kepada Menteri BUMN. Lewat uji tuntas akan diketahui mana BUMN yang kinerja dan laporan keuangannya baik maupun buruk.
“Berdasarkan kriteria dan parameter yang ada, kami bisa menentukan layak atau tidak layaknya sebuah BUMN mendapatkan PMN. Namun, dalam perkembangannya ada perubahan yang memungkinkan diajukan usulan-usulan baru. Ini harus benar-benar kita perlihatkan kepada publik bahwa keputusan yang diambil oleh DPR dalam PMN ini merupakan keputusan yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan,” ungkap Dodi.
Komisi VI, lanjut Dodi, masih menunggu usulan baru dari Meneg BUMN tentang beberapa BUMN yang ingin diajukan sebagai penerima PMN, selama usulan baru tersebut bisa dipertanggungjawabkan. “Asal disampaikan dengan jelas berikut dengan perencanaan bisnisnya, saya kira bisa segera dilakukan due diligence atau rapat dengar pendapat dengan BUMN terkait untuk kita setujui.”
Dodi lalu mengungkapkan, ada sejumlah BUMN yang dinilai tak layak menerima PMN karena kinerjanya yang buruk. Selain itu kemampuan mengelola keuangannya kurang meyakinkan untuk bisa meraih keuntungan bila PMN diberikan.(mh/dpr/bhc/sya) |