JAKARTA, Berita HUKUM - Kalijodo yang berada dikawasan Jakarta Utara dan Jakarta Barat yang di kenal sebagai tempat hiburan malam, disinyalir kerap menimbulkan tindak kriminal. Melihat kondisi kawasan Kalijodoh yang menimbulkan kesan negatif, Pemprov DKI Jakarta rencananya akan menertibkan alias menggusur bangunan liar di kawasan Kalijodoh tersebut.
Kapolda Metro Jaya, Irjen Tito Karnavian mengatakan, pihaknya mendukung kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Ahok untuk menertibkan bangunan di kawasan Kalijodo. Mengenai preman disana, tidak masalah bagi Polda Metro Jaya untuk membantu Pemda DKI Jakarta melakukan penertiban.
Tidak menjadi hambatan bagi Polda Metro Jaya untuk menertibkan bangunan liar di kawasan itu. Sebagaimana dikemukakan Gubernur DKI Jakarta, bahwa bangunan-bangunan disana berada diatas tanah jalur hijau, yang berarti bangunan itu liar.
"Tidak menjadi masalah berat untuk menggusurnya, hanya mengingat mereka adalah warga DKI Jakarta, sebaiknya diberi solusi berupa tempat tinggal, katakanlah rumah susun," ujar Kapolda Irjen Pol. Tito Karnavian, kemarin Senin (15/2).
Sikap Kapolda Metro Jaya sudah jelas, harus dipikirkan solusinya sebelum dilakukan penertiban atau pengosongan. Warga yang akan digusur dari kawasan itu, apabila warga DKI Jakarta dan benar-benar memilik KTP DKI Jakarta, patut diberikan tempat tinggalnya berupa rumah susun. Warga yang terkena penertiban tidak berhak menuntut ganti rugi, karena tidak ada dasar hukumnya. Bahkan Gubernur DKI Jakarta, apabila memberi ganti rugi dengan menggunakan uang negara, justru bisa dijerat hukum. Gubernur hanya boleh memberi uang kerohiman, bukan uang ganti rugi.
Sementara itu, wacana penggusuran pemukiman warga di kawasan Kalijodo, Penjaringan, Jakarta Utara oleh Pemprov DKI Jakarta, ditentang oleh sejumlah tokoh masyarakat dan pengurus RT dan RW yang ada di lokasi tersebut.
Penolakan tersebut disebabkan banyak dari pemilik bangunan yang ada di kawasan prostitusi Kalijodo itu mengaku sudah membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ?meski tanah garapan yang mereka tempati itu merupakan tanah milik negara.
Tokoh masyarakat di Kalijodo, Daeng Abdul Azis (48) mengatakan? dirinya mengaku sudah membayar PBB sebesar Rp 16 juta per tahun, untuk sebuah bangunan seluas 1.037 meter persegi yang sudah ia garap sejak tahun 1997 lalu.
"Dahulu disini itu tanah daratan yang berupa rawa-rawa dan masih kosong, saat itu saya garap dan dirikan bangunan dan sudah didaftarkan ke kelurahan dan tidak pernah saya jual belikan," tutur Azis.
Oleh sebab itu ia meminta pemerintah DKI Jakarta untuk berkomunikasi langsung dengan tokoh masyarakat di Kalijodo dan mendengarkan aspirasi warga yang sudah tinggal puluhan tahun disana.
Menurutnya, banyak ?warga yang merasa khawatir dengan sebutan ganti rugi, mereka masih ingin tinggal di sini, karena kalau mereka tinggal disini masih bisa makan sedikit-sedikit dari tempat kerjanya. "Nanti biar pak RW saja yang membawa aspirasi warga, jadi ada satu suara dan satu komando," tambah Azis.
Azis juga menunjukkan Surat Pernyataan Riwayat Kepemilikan Bangunan Rumah Di Atas Tanah Negara atas bangunan seluas 1.037 meter persegi yang berdiri di atas lahan seluas 1.847 meter persegi berdasarkan SPPT-PBB NOP 31.75.010.003.028.-0624.0 yang dibukukan di Kantor Lurah Pejagalan dengan Nomor Registrasi 094/1.711.2 tertanggal 6 Oktober 2014 dan ditanda tangani oleh Lurah Pejagalan, Alamsah pada 30 April 2015.
Sementara itu, Leonard Eko Wahyu (37) warga Jalan Kepanduan II Nomor 4, RT04/RW05, Kelurahan ?Pejagalan, yang juga berperan sebagai juru bicara Daeng Azis, mengatakan pihaknya menjamin bila perjudian sudah tidak ada lagi di Kalijodoh.
"Kalau soal prostitusi itu mereka ada karena bentuk kesalahan dari pemerintah juga karena tidak bisa menyiapkan pendidikan yang merata dan lapangan pekerjaan yang layak bagi warganya, jadi jangan menyalahkan warga disini," kata Leonard.
Menurutnya prostitusi di Kalijodo sudah ada di tempat mereka selama puluhan tahun dan masih dalam taraf yang manusiawi, karena masih ada tempat prostitusi yang jauh lebih parah bila dibandingkan lokasi-lokasi prostitusi lainnya.
Lebih lanjut, Leo mengungkapkan sebagai seorang pemimpin di Kota Jakarta Utara, sosok Walikota Jakarta Utara, Rustam Effendi tidak pernah berbicara dan turun langsung mendengarkan aspirasi tokoh masyarakat di Kalijodo.
"Kami ini warga DKI Jakarta punya KTP dan KK, kalau memang benar pemerintah mengayomi kami sebagai warganya, istilah kata pemkot itu bapak dan kami warga itu sebagai anak, tapi tidak pernah menjalin komunikasi dengan baik, kemarin datang menempelkan surat edaran saja harus dikawal puluhan polisi bersenjata laras panjang," lanjutnya.
Ia meminta pihak Pemkot Jakarta Utara untuk datang dan mensosialisasikan penataan di Kalijodoh kepada seluruh tokoh masyarakat di Kalijodo, sehingga warga bisa mengerti bangunan yang mereka tinggali selama puluhan tahun akan dijadikan jalur hijau.(bh/as) |