JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penerapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) pada Senin (7/1) di Ruang Sidang Panel MK. Sidang perkara yang teregistrasi Nomor 99/PUU-XVI/2018 yang dimohonkan Ahmad Wazir Noviadi ini dipimpin oleh Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul dengan didampingi Hakim Konstitusi Areif Hidayat dan Saldi Isra.
Melalui Refly Harun selaku salah satu kuasa hukum, Pemohon menyampaikan catatan perbaikan permohonan, di antaranya penjelasan pasal pengujian serta petitum. Pada permohonan awal, Pemohon menyampaikan Pasal 7 ayat (2) huruf i UU Pilkada berpotensi merugikan hak konstitusional. Namun pada sidang perbaikan ini, Pemohon menekankan pada frasa "pemakai narkotika" dalam pasal tersebut yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
"Untuk itu, Pemohon menyampaikan alternatif petitumnya, pemakai narkotika harus ditafsirkan sedang memakai. Jadi bukan orang yang sudah tidak lagi memakai. Alternatif berikutnya, kalaupun dianggap pemakain narkotika itu termasuk mereka yang pernah memakai, maka tidak berlaku conditionally unconditional terhadap mereka yang sudah direhabilitasi atau sudah tidak memakai narkotika lagi yang dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter. Atau kalaupun dianggap pemakai narkotika juga mereka yang pernah memakai dan sudah direhabilitasi, tetapi paling tidak yang bersangkutan tetap bisa mendaftarkan dengan deklarasi sebagaimana putusan MK terdahulu yang terkait dengan mereka yang pernah melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman 5 tahun atau lebih," terang Refly yang hadir didampingi Pemohon.
Dalam persidangan terdahulu, mantan Bupati Ogan Ilir tersebut mendalilkan berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.16-463 Tahun 2016 tentang Pengangkatan Bupati Ogan Ilir, Sumatera Selatan tanggal 11 Februari 2016, Pemohon dilantik dan diambil sumpah jabatan pada 17 Februari 2016. Namun kemudian, pada 18 Maret 2018, Pemohon diberhentikan dari jabatannya. Pemohon pun diberhentikan secara tetap berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.16-3030 Tahun 2016 tertanggal 21 Maret 2016 karena Pemohon berstatus sebagai tersangka penyalahgunaan narkotika. Selanjutnya, berdasarkan vonis Pengadilan Negeri Palembang memerintahkan Pemohon menjalani pengobatan melalui rehabilitas selama enam bulan. Sejak 18 Maret - 13 September 2016 Pemohon telah menjalankan proses rehabilitasi medis dan sosial di Pusat Rehabilitasi Narkoba Badan Narkotika Nasional Lido, Bogor, Jawa Barat dan RS Ernaldi Bahar Palembang, Sumatera Selatan.
Pemohon berkeinginan mencalonkan diri dalam Pilkada Periode 2021 - 2026, namun keinginan tersebut terhalang akibat pemberlakukan norma tersebut. Untuk itu, melalui petitum, Pemohon memohonkan kepada Mahkamah untuk menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf i UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat kecuali dimaknai "tidak pernah melakukan perbuatan tercela, kecuali bagi pemakaian narkotika yang sudah dinyatakan sembuh, secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana karena memakai narkotika".
Sebelum mengakhiri persidangan, Manahan mengesahkan alat bukti yang diserahkan Pemohon. Untuk selanjutnya, jelas Manahan, Pemohon diharapkan menunggu kabar dari hasil Rapat Permusyawaratan Hakim yang nantinya akan disampaikan Kepaniteraan MK.(Sri Pujianti/LA/MK/bh/sya) |