JAKARTA, Berita HUKUM – Kasus yang menimpa PT Blue Bird Taxi prosesnya masih terus bergulir, dimana seperti diketahui dimiliki oleh 2 kelompok, yaitu kelompok Ibunda Mutiara Djokosoetono dengan putra-putrinya, yaitu Alm. Chandra, Mintarsih dan Purnomo. Kelompok kedua adalah keluarga Alm. Surjo Wibowo.
Ibunda Mutiara Djokosoetono dan Ayahanda Surjo Wibowo meninggal pada tahun 2000. Alm. Surjo meninggalkan 20% warisan saham PT Blue Bird Taxi ke Elliana dan Lani. Sampai tahun 1993 semua masih berjalan dengan baik, sehingga PT Blue Bird Taxi berkembang dengan sangat pesat. Apalagi setelah menggunakan komputer IBM.
Harta, tanah, Pool milik PT Blue Bird Taxi tercantum dibuku profile Blue Bird Group 1993. Entah mengapa, terjadilah konflik intern, dimana pada tahun 1993, Mintarsih selaku Direktur tidak boleh mengeloloa Blue Bird lagi.
Mejadi tanda tanya apakah konflik ini dibuat dengan sengaja? Karena harta PT Blue Bird Taxi sudah berlimpah. Pool yang dimilikinya sudah ada 6 pool yang besar. Nama Blue Bird harum dengan piagam piagam yang cukup banyak.
Taxi warna biru muda dengan symbol burung biru sudah terkenal. Tak lama setelah Ibunda dari Purnomo meninggal, diikuti oleh meninggalnya Ayahanda dari Elliana, keduanya pada tahun 2000, terjadilah penganiayaan oleh Purnomo dan Alm. Chandra pada Ibunda dari Elliana yang berusia 74 tahun seperti yang dapat dilihat dari foto surat kabar, dimana mata Ibunda bengkak sebesar telur ayam. Tubuhnya pun biru-biru. Sejak saat itu Elliana tidak berani menginjak pool.
Dengan meninggalnya Ibunda dari Purnomo dan Ayahanda dari Elliana, maka direktur yang tersisa ada dua. Namun satu diantaranya tidak boleh mengelola Blue Bird sejak tahun 1993, seperti yang tertera di buku “Sang Burung Biru” halaman 268 dan 269. Sehingga secara praktis, direksi yang mengelola hanyalah Purnomo.
Perusahaan sepenuhnya dibawah kekuasaan TERGUGAT I, Alm. Chandra dan putra-putri mereka. Dapat diakatakan PT Blue Bird Taxi dikuasai secara mutlak oleh Purnomo dan Alm. Chandra.
Pada tahun 2000, jumlah asset kendaraan taxi yang dimiliki PT Blue Bird Taxi diperkirakan 2.300 taksi, yang ditempatkan di 6 pool taksi milik PT Blue Bird Taxi, di jalan Mampang Prapatan, Ciputat, Kramat Jati, Cimanggis, Cengkareng, dan Raden Inten.
KETIDAKADILAN DAN NEGOSIASI HANYALAH TAKTIK
Reputasi nama, logo/merk Burung Biru yang sudah dipercaya masyarakat merupakan jaminan keamanan dan terpercaya. Bertahun-tahun setelah itu tercium kejanggalan. Usut punya usut Purnomo sebagai Direktur PT Blue Bird Taxi dan Alm. Chandra sebagai Komisaris Utama PT. Blue Bird Taxi mendirikan perusahaan baru dengan nama PT Blue Bird (tanpa kata taxi).
“PT Blue Bird Taxi yang begitu tenar tidak pernah memberikan laporan keuangan, sehingga tidak diketahui bahwa sebagian terbesar dari armada Blue Bird adalah milik Purnomo dan Alm. Chandra,” kata Elliana Wibowo menjelaskan, Senin (13/1) di Jakarta.
Menurutnya lagi, Purnomo yang merangkap jabatan sebagai Direktur PT Blue Bird Taxi dan Direktur Utama PT Blue Bird (tanpa kata taxi). Alm. Chandra merangkap jabatan sebagai Komisaris Utama PT Blue Bird Taxi dan PT Blue Bird (tanpa kata taxi).
PT Blue Bird (tanpa kata taxi) ini menggunakan alamat kantor pusat, nama, merk dan logo yang sama. PT Blue Bird (tanpa kata taxi) ini melakukan pendomplengan pada PT Nlue Bird Taxi, dan mengalihkan order order PT Blue Bird Taxi kepada PT Blue Bird (tanpa kata taxi) dan anak anak perusahaan yang lain. Pendomplengan ini sama juga dengan mengalihkan pendapatan dan perkembangan PT Blue Bird Taxi ke PT Blue Bird (tanpa kata Taxi), dan anak anak perusahaan yang bernama Pusaka.
Akhirnya PT Blue Bird sejak tahun 2001 tidak berkembang lagi, sedangkan PT Blue Bird Taxi berkembang dengan pesat. Memang rasanya kejadian ini tidak dapat dipercaya. Bahwa selama bertahun tahun tidak diketahui oleh Elliana bahawa ada PT Blue Bird (tanpa kata Taxi).
Bagaimana bisa diketahui. Tidak ada pembicaraan apa-apa. Nama Taxinya juga Blue Bird, dengan warna biru muda, berada di pool milik PT Blue Bird Taxi, dengan kantor pusat dan bengkel yang dimiliki PT Blue Bird Taxi, dengan menggunakan komputer operasi, telepon, komputer adminisatasi semua dari PT Blue Bird Taxi, termasuk dikaryakannya pengemudi dan karyawan dari PT Blue Bird Taxi.
Setelah PT Blue Bird ini terbongkar keberadaanya, maka ditawarkanlah untuk dilakukan jual beli. Namun setelah bertahun-tahun dirasakan bahwa negosiasi jual beli hanyalah taktik agar tidak terjadi keributan.
Setelah diyakini betul betul bahwa penawaran Purnomo untuk membeli hanya sandiwara, maka mulailah Elliana menjadi geram. Bersama Lani, melakukan gugatan ke Purnomo, Alm. Chandra, dan putra-putri mereka, dan anak anak perusahaan yang berkembang dari fasilitas PT Blue Bird Taxi.
Adapun Elliana sendiri merasa terlalu tidak adil dan haknya dirasakan dirampok. Bagaimanapun, jika dilihat dari perkembangan sebelumnya adanya PT Blue Bird (tanpa kata Taxi), maka seharunya PT Blue Bird Taxi sudah sangat berkembang.
Menurut Elliana dengan adanya PT Blue Bird (tanpa kata Taxi), maka harapan, potensi dan kesempatan pertumbuhan tidak terjadi. PT Blue Bird Taxi malah tergerus akibat pengelolaan yang didominasi secara mutlak dan tidak transparan oleh Purnomo selaku Direktur dan Alm. Chandra selaku Komisaris Utama.
Hak paten PT Blue Bird Taxi-pun telah beralih ke PT Pusaka Citra Djokosoetono milik Purnomo, Alm. Chandra dan putr putri mereka. Baru tanggal 7 Juni 2013 dan 10 Juni 2013, ada RUPS dan RUPSLB, tanpa boleh membawa pendamping atau penasehat hukum.
“Group Blue Bird telah menjadi sangat terkenal dengan nilai harta yang fantastis, dan PT Blue Bird taxi malah tidak jelas perkembangannya, dan bahkan tak memberikan laporan keuangan dan laporan jumlah asset, jumlah karyawan dan seluruh asset terkait lainnya,” ujar Elliana.
Maka muncullah inisiatif untuk meminta gantu rugi Purnomo cs, yang dihitung dari harga sewa pool pool, ditambah pengalihan order yang berakibat pada keuntungan bukan karena usahanya sendiri, namun karena mengalihkan hak dari PT Blue Bird Taxi ke PT Blue Bird (tanpa kata Taxi) dan group Pusaka yang merupakan anak perusahaannya.
Setelah dihitung-hitung, dianggap harta yang dialihkan nilainya 20 Triliun, sehingga Elliana dan Lani meminta ganti rugi sebesar 4 Triliun plus kerugian immaterial 300 miliar, karena telah membebani nama baik, pikiran, tenaga, waktu yang sangat besar di pihak Elliana dan Lani.
Gugatan juga dilakukan tehadap OJK, agar menolak atau setidak tidaknya menangguhkan pendaftara/ permohonan penawaran umum saham.(bhc/mdb)
|