PEKANBARU-Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau menilai pemerintah setempat selalu terlambat menangani kabut asap yang sudah sebulan ini terjadi di sana. Padahal, menurut Ketua Walhi Riau, Hariansyah Usman di Pekanbaru, Jumat (29/7), BMKG selalu mengeluarkan peringatan dini soal kabut asap ini.
Hariansyah khawatir kesehatan masyarakat akan terganggu akibat adanya kabut asap yang diduga berasal dari pembakaran hutan dan lahan. “Kejadian ini selalu berulang di tempat yang sama, hanya bergeser sedikit. Artinya, bisa dipastikan asap itu berasal dari pembakaran kawasan-kawasan gambut yang ada di Riau. Artinya untuk deteksi awal sudah bisa lah ya. Tapi pada tahapan respon, ini yang macet,” kata Hariansyah seperti dilansir situs resmi Walhi
.
Kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan menutupi ruang udara di Riau, salah satunya di Kota Dumai. Menurut dinas kesehatan setempat, 1.800 warga terserang infeksi saluran pernafasan akut akibat kabut asap ini.
Salahkan Masyarakat
Sementara itu, Pemerintah menuding para petani menjadi penyebab bencana asap akibat kebakaran lahan di Riau. Petani dianggap terbiasa membuka lahan dengan cara membakar. Penilaian itu disampaikan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dalam Rakor bersama empat menteri lainnya di Kantor Gubernur Riau, belum lama ini.
“Kalau petani buka lahan dengan cara membakar lahan. Nah ini urusannya panjang. Karena sulit dipadamkan sehingga menimbulkan kabut asap. Kadang asapnya sampai ke negara tetangga dan kita dianggap tak mampu menanganinya," ujarnya Zulkifli.
Lalu apa solusi mengatasi hal ini? Zulkifli berpendapat harus ada sosialisasi kepada petani terkait larangan membakar lahan. "Masyarakat harus tahu bahwa cara seperti tidak boleh dan harus diubah," ujar dia.
Menanggapi hal itu, Hariansyah tidak menyangkal atas fakta bahwa masih ada petani yang membuka lahan dengan cara membakar. Pasalnya, mereka tidak mampu membuka lahan dengan cara lain.
"Tapi Menhut juga harus tahu bahwa bencana kebakaran yang terjadi saat ini banyak disebabkan oleh perusahaan. Data sudah banyak ditunjukkan pemerintah daerah, termasuk juga yang disampaikan LSM. Persoalannya, sejauh ini tidak ada tindakan tegas yang bisa memberi efek jera kepada perusahaan," kata Usman.
Dia melanjutkan, perusahaan banyak membuat kanalisasi dengan skala besar, sehingga air di lahan gambut menjadi kering. Ketika terjadi kebakaran, maka api sulit dipadamkan dan menimbulkan kabut asap yang luar biasa.
Sementara di lahan masyarakat, lanjut dia, kabut asapnya tidak separah di lokasi perusahaan. Karena lahan yang dibakar tidak kering, masih ada serapan airnya. Sehingga mudah dipadamkan, karena masyarakat tidak membuat kanalisasi. “Justru perusahaan yang membuat kanalisasi yang menyebabkan kekeringan. Jadi pemerintah harus melihat masalaha ini," tandasnya.(biz)
|