JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Untuk mengendalikan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), Pemerintah mengajukan dua opsi kebijakan. Diantaranya menaikkan harga jual eceran premium dan solar sebesar Rp 1.500/liter atau memberikan subsidi secara konstan atau tetap sebesar Rp 2.000/liter.
Hal itulah yang diutarakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik saat rapat dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (28/2).
Menurut Wacik usulan kenaikan harga BBM bersubsidi sudah tidak efektif lagi untuk dilakukan tahun ini, karena harga minyak dunia akan kembali terjadi pada tahun-tahun mendatang. Untuk itu dirinya lebih memilih usulan pemberian subsidi sebagai solusi yang paling tepat. "Menaikkan harga itu sudah tidak valid lagi. Sebab kita akan selalu menghadapi ketegangan situasi seperti ini, jika setiap tahun harga minyak mengalami gejolak, karena itu munculah opsi kedua," ujarnya.
Lebih lanjut Wacik menjelaskan, kenaikan harga BBM sebesar Rp 1.500/liter diperkirakan akan memberikan dampak penghematan APBN hingga Rp 57 triliun. Namun, kenaikan ini juga diperkirakan akan memberikan tekanan pada inflasi sampai dengan 1,6%.
Suara DPR Terpecah Dua
Sementara itu, suara Komisi VII DPR pun terpecah dua. Dari sebelas fraksi , empat fraksi menolak penaikan harga BBM. Mereka adalah PDIP, PKS, Gerindra dan Hanura. Sedangkan Golkar yang memiliki kursi terbanyak kedua di DPR pun terbelah. Sebagian setuju penaikan, sebagian lagi menolak.
Dukungan penuh atas keputusan menaikkan harga BBM datang dari Fraksi Demokrat, PAN, PPP dan PKB.
Di sisi lain, Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Noer Fadjriansyah menilai ketidaktegasan pemerintah soal BBM membuat rakyat makin menderita. "Harga-harga kebutuhan pokok sudah melonjak sebelum harga BBM naik," terangnya.
Sekedar informasi, UU no. 22/2011 tentang APBN 2012 Pasal 7 Ayat 1 disebutkan, subsidi BBM jenis tertentu dan bahan bakar gas cair tabung 3 kg untuk tahun anggaran 2012 besarnya Rp 123,599 triliun, dengan volume 40 juta kiloliter. Jumlah subsidi itu turun dari realisasi tahun 2011 yang mencapai Rp 160 triliun dari sasarannya sebesar Rp 129,7 triliun. (dbs/sya)
|