JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Serikat Pekerja PT Freeport mengancam untuk meneruskan pemogokan, jika ada perusahaan subkontraktor perusahaan itu, PT Kuala Pelabuhan Indonesia (KPI) tetap memberikan sanksi kepada karyawan yang sebelumnya ikut aksi mogok.
"Semangat pembukaan blokade jalan dan mobilisasi merupakan hasil rapat koordinasi dengan bapak Wakapolda dan jaminan PT Freeport kepada kontraktor untuk tidak melakukan PHK. Itu menyeluruh," kata Juru Bicara Serikat Pekerja PT Freeport, Virgo Solossa, yang dihubungi wartawan, Selasa (27/12).
Tapi, menurut dia, ada perusahaan yang tidak mau melakukan kesepakan. Padahal, permintaan Serikat Pekerja kepada PT Freeport yang sudah disepakati adalah tidak memberikan sanksi kepada karyawan yang terlibat aksi mogok. Kesepakatan itulah yang ditandatangani pada Jumat (23/12) lalu.
Virgo menambahkan, saat ini menurut kubu pekerja, sedikitnya ada 18 pengurus SPSI di PT KPI yang sudah menjalani proses untuk dipecat. Kendala ini akan mengganggu kesepakatan penghentian aksi mogok kerja yang telah dicapai dengan PT Freeport.
“Rekonsiliasi yang kita bangun akan jadi masalah dan proses mobilisasi dan lain sebagainya akan terhenti, stop total lagi. Kalau ada diantara teman-teman kami yang disakiti sudah barang tentu potensi (mogok) jilid tiga akan sangat besar," kata Virgo, seperti diberitakan BBC.
Wakapolda Papua Brigadir Jenderal Pol Paulus Waterpauw kemudian tampil sebagai juru tengah dalam pertemuan antara unsur pekerja, Freeport dan sub kontraktornya. Manajemen PT Freeport sebelumnya berharap dari kesepakatan yang telah tercapai sebelumnya roda perusahaan bisa kembali bergulir.
Sementara manajemen PT Freeport Indonesia, Ramdani Sirait membantah pernyataan Virgo Solossa. Menurut dia, perjanjian kerja hanya khusus untuk karyawan PT Freeport Indonesia dan yang berdialog adalah serikat kerja PT Freeport Indonesia, bukan serikat pekerja kontraktor atau perusahaan lainnya," katanya.
Soal kebijakan perusahaan sub kontraktor yang berniat menjatuhkan sanksi kepada sejumlah karyawannya yang terlibat aksi mogok, lanjut dia, bukan lagi kewenangan manajamen PT Freeport Indonesia. "Kami hanya bisa menghimbau tapi tidak bisa mengintervensi untuk tidak memberi sanksi kepada karyawan. Mereka punya manajamen tersendiri dan perjanjian kerja sendiri," imbuhnya.
Sebelumnya, sebanyak 8.000 dari 23.000 karyawan Freeport mulai melakukan pemogokan sejak 15 September lalu, karena karyawan menuntut kenaikan gaji sebesar 20 kali lipat dari gaji minimum sebesar 1,50 dolar AS per jam menjadi 30 dolar AS per jam.
Belakangan dalam negosiasi untuk mengakhiri mogok, PTFI menyetujui peningkatan upah pokok sebesar 24 persen pada tahun pertama, dan 13 persen pada tahun kedua. Selain itu, PTFI menyetujui berbagai peningkatan tunjangan, termasuk penambahan bonus kerja gilir dan lokasi, tunjangan perumahan, bantuan pendidikan, dan program tabungan masa pensiun.(ind)
|