JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Terdakwa Ridwan Sanjaya dituntut hukuman delapan tahun penjara. Pejabat pembuat komitmen pada Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Enegeri (LPE), Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu, dinilai terbukti bersalah dalam proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang merugikan keuangan negara sekitar Rp 131,28 miliar itu.
Demikian tuntutan yang disampaikan JPU Pulung Riandono dalam persidangan perkara tersebut yang berlangsung di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (7/2). Selain pidana badan, penuntut umum juga meminta majelis hakim yang diketuai Gusrizal untuk mewajibkan terdakwa membayar denda Rp 500 juta subside enam bulan kurungan.
Atas tuntutan tersebut, terdakwa Ridwan Sanjaya melalui kuasa hukumnya, menyatakan keberata. Mereka akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) dalam persidangan selanjutnya. Majelis hakim yang diketuai Gusrizal pun memberikan kesempatan kubu terdakwa menyusun pledoi dan haru siap disampaikan dalam persidangan Kamis (16/2) mendatang.
Dalam surat tuntutannya tersebut, jaksa menyebutkan bahwa terdakwa Ridwan Sanjaya terbukti melakukan korupsi, baik sendiri maupun bersama-sama dalam proyek pengadaan dan pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berupa solar home system di Kementerian ESDM pada 2009.
"Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan dan pemasangan solar home syste, dengan memperkaya diri sendiri sebesar Rp 14 miliar bersama Jacob Purwono sebesar Rp 1 miliar. Terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP,” kata penuntut umum.
Selain menuntut hukuman itu, JPU juga meminta majelis hakim menetapkan terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 13,18 miliar. Jumlah ini, karena dari penerimaan sebesar Rp 14,66 miliar, terdakwa telah mengembalikan sebesar Rp 1,47 miliar. Ia tinggal mengembalikan uang penganti sebesar Rp 13,18 miliar. Jika harta bendanya yang disita tidak mencukupi membayar kerugian negara, hukuman juga ditambah dengan penjara selama tiga tahun.
Perbuatan tersebut dilakukan dengan cara mengubah hasil evaluasi teknik dalam pelaksanaan proyek untuk mengarahkan panitia pengadaan barang untuk memenangkan rekanan tertentu. Terdakwa bersama-sama Jacob Purwono (Dirjen LPE ESDM) memerintahkan panitia pengadaan, agar memenangkan 28 perusahaan.
Dalam pelaksanaan proyek senilai Rp526 miliar itu, ternyata disubkontrakkan kembali dari 28 perusahaan ke perusahaan lain. Padahal, berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa 28 perusahaan itu, sebenarnya tidak mempunyai kemampuan melaksanakan pengadaan dan pemasangan SHS. Dengan demikian merugikan keuangan negara sekitar Rp131,28 miliar.(dbs/spr)
|